Monday, 9 August 2010

A Thousand Splendid Suns

Kisah yang memilukan. Itulah yang saya rasakan saat membaca buku ini, saat membaca kisah kehidupan Mariam dan Laila, dua orang perempuan Afghanistan, yang menggambarkan secara keseluruhan mengenai kehidupan para perempuan Afghanistan.

Mariam... terlahir sebagai seorang perempuan Afghan, dan sebagai seorang harami (anak haram) pada tahun 1959. Semasa kecilnya Mariam hidup di sebuah desa, Gul Daman, bersama ibunya di sebuah kolba dan hidup dalam kemiskinan. Kelahirannya sebagai seorang anak di luar nikah merupakan aib tidak hanya bagi ibunya, Nana, tapi juga bagi ayahnya, Jalil, dan keluarganya. Keluguan, rasa penasaran akan dunia di luar Gul Daman, dan keinginan untuk bisa dicintai dan hidup bersama ayahnya, merupakan awal dari kisah menyedihkan Mariam.

Mariam memutuskan untuk pergi dari Gul Daman menuju Herat untuk menemui ayahnya. Diluar dugaannya, Jalil bahkan tidak ingin bertemu dengannya. Mariam pun kembali ke Gul Daman dan mendapati ibunya yang telah meninggal. Sepeninggalan ibunya, ayah Mariam membawanya ke Herat dan menikahkannya dengan seorang pria yang berusia 40 tahun dan berasal dari Kabul, seorang pengusaha dan pemilik toko sepatu bernama Rasheed. Dan saat itu Mariam hanyalah seorang gadis berusia 15 tahun. Kehidupan pernikahannya dengan Rasheed pun tak lebih baik karena Mariam sendiri tidak bisa memberikan keturunan bagi Rasheed. Meskipun pernikahan mereka masih tetap bertahan hingga bertahun-tahun kemudian, namun bagi Rasheed, Mariam tak lebih dari sebuah beban yang harus ditanggungnya.

Berbeda dengan Mariam, Laila dilahirkan di sebuah keluarga yang utuh. Hanya saja, seperti Mariam, Laila juga merupakan seorang perempuan dan karena itulah, bagi ibunya, Laila tak lebih dari seorang anak bungsu. Ibunya tentu saja lebih memuja kedua kakak laki-lakinya yang telah pergi berjihad sejak dia masih kecil. Malang bagi Laila yang harus kehilangan keluarganya karena peperangan yang melanda Afghanistan. Saat itulah Laila bertemu dengan Mariam. Dia diselamatkan oleh Mariam dan Rasheed dari reruntuhan rumahnya yang dibom. Terluka dan telah kehilangan keluarganya, Laila tidak memiliki pilihan lain, demi keselamatan bayi yang dikandungnya, maka Laila menerima lamaran Rasheed untuk menjadikannya istri kedua. Saat itu Laila hanyalah seorang gadis berusia 14 tahun.

Kehidupan Laila hanya sedikit lebih baik dari Mariam karena saat itu dia sedang mengandung, meskipun dia mengambil keputusan yang berbahaya karena anak yang dikandungnya bukanlah anak Rasheed. Ketika bayinya lahir, yang ternyata adalah bayi perempuan yang kemudian dinamakan Aziza, maka kehidupan Laila pun sama menderitanya dengan Mariam. Tak jarang Rasheed menggunakan kekerasan baik kepada Mariam maupun Laila. Dan peperangan yang terus berlanjut di Afghanistan hanya memperburuk keadaan tak hanya bagi Mariam dan Laila, namun juga bagi seluruh kaum perempuan dan anak-anak dan orang-orang tak berdosa lainnya. Akan tetapi, dalam berbagai kesulitan yang mereka alami, di antara luka yang ditorehkan oleh suami, di tengah-tengah peperangan yang berkepanjangan, Mariam dan Laila sama-sama menemukan cinta dan keyakinan bahwa pada akhirnya mereka akan tetap bertahan.

No comments: