Ada satu hal yang aku senangi ketika duduk di tepi pantai : melihat kepak sayap camar. Mungkin bagi sebagian orang senja yang indah itu adalah lautan awan berwarna jingga, mungkin juga bagi banyak orang pantai yang indah itu adalah kepungan lembayung yang mengapung diujung cakrawala, tapi bagiku… sungguh, hanya kepak sayap camar yang bikin aku senang, serupa pantai menjadi luas tanpa batas, sesuatu yang tak terdefinisi.
Aku selalu menyenangi sesuatu yang gagal didefinisikan, sesuatu yang tak bisa diurai menjadi anatomi, karena mungkin satu-satunya hal tak bisa didefinisikan itu ‘menyenangkan’. Kemarin waktu aku selalu menunggu hal-hal yang mampu didefinisikan, sesuatu yang bisa dijelaskan baik dari sudut pandang akarnya ataupun menarik hilirnya, tapi sesuatu itu bukan jawaban atas semua persoalan-persoalan, dan bukankah persoalan terbesar dari setiap manusia adalah ketika “manusia itu mulai mengagumi orang lain, sehingga ia lupa betapa berharga dirinya”.
Kita kerap mampu mendefinisikan keindahan orang lain, bagaimana rupa mereka, mengeja rindu pada wajah mereka, bertanya tentang kabar mereka, menjadikan mereka bulan merah jambu, tiap kerja mereka adalah ukuran-ukuran keindahan, tapi kita gagal menjadikan diri kita sebagai bulan yang jauh lebih indah daripada bulan merah jambu itu, padahal diri kita mungkin saja bisa hebat seperti wangi tanah yang disiram hujan pada senja yang ranum, tapi kekaguman pada orang lain yang berlebihan itulah yang kerap menjadikan kita seperti ‘seperti kompor tanpa api, …sepi’.
Ketika aku melihat camar, aku iri akan sayap camar itu, kepak sayap melayang menggarami cakrawala, tiap semburan nafas camar menjadi cat atas kanvas yang melukis warna biru tosca di atas langit, aku kagum. Dan pelabuhan kecil dimana nelayan-nelayan miskin meletakkan sauh, menyimpan sampan dan mengganti jala, meraut kehidupan menyisihkan sedikit waktunya untuk duduk sebentar dan merokok, aku seakan melihat kehidupan……betapa indahnya ketika kita tau, bahwa sumber penderitaan adalah bukan terletak pada kegagalanmu melawan kehidupan, tapi ketika kau mulai mengagumi seseorang secara berlebihan.
Mungkin benar kata seorang penyair yang hidup dalam himpitan jaman di masa lalu “Kemampuan seseorang bukanlah diletakkan pada bagaimana cara ia bekerja, tapi diletakkan bagaimana ia mengerti dirinya dan tau bagaimana cara bermimpi.
-Sepuluh camar di atas langit biru tosca, mengajariku tentang kehidupan, bahwa ‘Menjadi hebat dan menghajar dirimu sendiri dengan kekerasan adalah sebuah bentuk pengabdianmu pada Tuhan, sebuah altar persembahan paling lugas dan mulia di hadapan Tuhan, di hadapan lautan kehidupan adalah menjadikan hatimu seperti neraka, sehingga engkau gelisah dan mampu membangun kehidupan dari kekuatanmu, bukan bercenti-centi mengagumi sesuatu yang tak kau mengerti’.
ANTON DH NUGRAHANTO
No comments:
Post a Comment