Sunday, 17 October 2010

Tan Malaka, Hidup Kesepian Mati Kesepian.


Gambar Atas : Tan Malaka di rumah Achmad Soebardjo September, 1945. Perhatikan jam tangannya yang diikat di separuh lengannya.


Tan Malaka, Hidup Kesepian Mati Kesepian


Tan Malaka adalah anak dari wilayah yang selalu gelisah, wilayah yang membutuhkan intelektualitas sekaligus pencerahan spiritual. Ia tumbuh di Alam Minangkabau dimana adatnya memberikan tempat pada akal sekaligus hidup dalam alam agama. Tan Malaka berdiri di dua tempat ini.

Ia adalah pelajar yang cerdas bahkan teramat cerdas. Ia sekolah di Kweekschool, sekolah Raja untuk menjadi guru. Tan Malaka kecil menjadi murid yang paling cerdas di sekolahnya atas rekomendasi Tuan Fabius ke Nederlaand dan sekolah di Rijkskweekschool, disana Tan Malaka hidup dengan beberapa orang Belanda dari kalangan sosial rendah. Saat Tan Malaka sekolah di Belanda, Eropa sedang dicekam suasana gelisah karena pertarungan wilayah antara Jerman, Prusia, Perancis dan Rusia. Gerak gerik awal Revolusi Rusia sudah menjalari banyak intelektual di eropa, di Belanda sendiri berkembang aliran besar Sosialis Demokrat atau dikenal Sosdem, Tan Malaka banyak bergaul dengan orang-orang Sosdem bahkan teman indekost-nya sendiri seorang Belgia penganut Sosdem banyak bertukar pikiran bahkan dari teman Belgia-nya ini Tan Malaka mendapat surat kabar Sosdem.

Tan Malaka orang yang sangat kritis dan rasional, dan ia memilih jalur Lenin untuk mendapatkan titik hidup teori Marxisme. Ia membacai tulisan-tulisan Lenin tentang revolusi, percepatan sejarah dan segala macam aplikasi dari sebuah revolusi. Tan Malaka terpikat. Ia memutuskan untuk membebaskan bangsanya. Tan Malaka adalah orang pertama dari Hindia Belanda yang secara berkesadaran penuh bahwa suatu saat Hindia Belanda akan membentuk peradaban baru, ia sendiri menamai peradaban itu sebagai Peradaban Aslia (Asia-Australia Raya) dan pusatnya di Indonesia.

Tan Malaka pulang ke Indonesia dan ia diarahkan untuk bekerja di sebuah perkebunan di Deli bernama Senembah. Saat itu di Deli banyak perkebunan jumlahnya berkisar sampai 500 buah, seluruh perkebunan berjalan lancar dibawah integrasi pengaturan pemerintahan Hindia Belanda yang rapi, sistem pengangkutan ada dibawah Maskapai Deli-Spoor. Jaringan ini membuat Deli sebagai pusat perkebunan di dunia. Disinilah Tan Malaka menganatomi kehidupan dilihat dari kelas-kelas sosial. Tan Malaka mencatat bahwa untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah maka ada satu hal yang harus dijadikan bargain : "Daya Tawar Kebodohan" Pemerintah Hindia Belanda harus menjadikan kuli-kuli kontrak sebagai manusia bodoh, terikat dan berwawasan sempit. Mereka harus memeras keringat untuk hidup, sehingga mereka tidak lagi bisa memahami makna kehidupan dan pembebasan pada manusia. Oleh pihak perkebunan Tan Malaka diperintah untuk mendirikan satu pendidikan yang hanya artifisial sebagai 'desa Potemkin' desa Potemkin adalah julukan bagi sebuah desa yang diatur bagus supaya Raja yang melihatnya senang, desa jenis ini banyak dibikin pada masa Tsar Katharina dan hanya digunakan untuk menyenangkan Tsarina.

Namun Tan Malaka selalu menolak segala hal yang artifisial ia orang hakikat, ia selalu bekerja pada situasi-situasi penuh esensi. Tan Malaka memberontak dan diusir dari perkebunan Deli. Ia ke Batavia (Jakarta), di Batavia ia bertemu dengan kelompok kiri yang baru tumbuh di lingkaran Sneevliet. Nasib membawanya sebagai pemimpin PKI, bahkan Tan Malaka diakui sebagai salah satu pemimpin Komunis terbesar di Asia. Ia bertemu dengan Stalin dan banyak pejabat di Komunis Moskow, tapi ia melihat ada sesuatu yang salah di Stalin, ia melihat begitu banyak penyimpangan. Ia berpikir : "Teori Marx adalah teori yang menjauhkan manusia pada keterasingan, keterasingan dirinya pada lingkungan, keterasingan manusia pada pikirannya dan keterasingan manusia pada gerak sejarah. Tapi kenapa Stalin justru memenjarakan manusia hanya demi sebuah gerak sejarah' Tan Malaka berpikir tapi ia belum mendapat jawab.

Ia pulang ke Jawa disana ia langsung berkantor di Semarang, saat itu sedang ramai perpecahan di tubuh Sarekat Islam (SI), suatu malam Tan Malaka dibawa ke Prambanan oleh sekelompok orang. Para pemimpin PKI berteriak pada pertemuan sangat rahasia " Kita Memberontak sekarang juga sebagai katalisator, sebagai pemicu pemberontakan besar di Asia Tenggara" tandas salah satu pemimpin Komunis. Tapi Tan Malaka justru berdiri "Saya menolak" Tan Malaka kontan dibenci dan dia dijauhi oleh kelompok Moskow. Namun nama Tan Malaka sudah terlanjur menjadi ikon PKI.

Adalah sebuah takdir sejarah di negeri ini PKI selalu saja mengalami jebakan gerakan konyol dan gerakan 1926/27 di Silungkang, Banten, Semarang dan Prambanan adalah rangkaian gerakan paling kacau yang justru merugikan gerakan yang sudah dibangun banyak elemen. Polisi Belanda punya kesempatan mengacau gerakan dengan main keras. Dan Tan Malaka menjadi buronan nomor satu Agen Polisi Belanda.

Agen Polisi Rahasia Hindia Belanda di Bogor mengontak Pemerintahan Inggris di Singapura dan Perwakilan Amerika Serikat di untuk memburu Tan Malaka setelah Tan Malaka berhasil lari dari penjara Belanda. Maka dimulailah episode perburuan paling mencekam sepanjang sejarah Indonesia modern.

Tan Malaka dihadapkan situas hidup-mati, temannya Soebakat ditembak mati di Singapura, ia sendiri dikejar dimana-mana. Penolong Tan Malaka yang paling utama justru media massa. Di Manila nama Tan Malaka menjadi headline surat kabar, pemerintahan Manila mendesak agar Tan Malaka dibebaskan dari buruan perwakilan Amerika Serikat di wilayah Manila. Lalu Tan Malaka melarikan diri ke Hongkong disana Tan Malaka berhasil ditangkap lalu media massa Hongkong, media Inggris bersimpati pada Tan Malaka dan mengirimkan surat ke pemerintahan London untuk membebaskan Tan Malaka. Kesal dengan situasi formal yang diserang Media akhirnya Polisi Belanda dan Inggris ingin menghabisi Tan Malaka diluar jalur hukum, keputusan inilah yang kemudian menjadi efek terbesar gangguan jiwa Tan Malaka yang terlalu paranoid. Setiap pagi palu kematian sudah di depan matanya, dan kita sendiri tak mungkin membayangkan bisa hidup dengan situasi kepribadian seperti itu.

Tan Malaka banyak mengalami kisah hidup yang naik turun, ia terjebak pada perang Shanghai-Jepang, ia terjebak pada perang Dunia dan akhirnya ia balik ke Jawa. Baliknya Tan Malaka ke Jawa ini mirip perjalanan Lenin dari Bern ke Moskow dengan kereta api yang kerap diingat dalam sejarah sebagai 'perjalanan revolusi' Tan Malaka balik dari Singapura ke Jawa dengan hanya perahu kecil ditengah badai, taruhannya adalah kematian. Tan Malaka menghadapi itu demi sebuah pembebasan, pembebasan bangsanya.

Tan Malaka sampai di Djakarta tanpa memiliki apa-apa, namun ia punya kepandaian, ia pandai menjadi guru, ia seorang poliglot, bisa banyak bahasa ia mengajar bahasa Inggris, Belanda kepada orang-orang yang membutuhkan. Ia mengontrak rumah separuh kandang kambing di bilangan Rawajati, Kalibata (belakang pabrik sepatu bata) ia sering merenung di danau dekat Rawajati (sekarang danau pemakaman Kalibata) disana ia merenung tentang hakikat pembebasan. Ia menulis Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika). Ia merinci hakikat gerak alam, ia mengarahkan seluruh situasi pada soal-soal rasional ia menghantam tahayul dan tanpa referensi apapun ia sudah mencantumkan segala ingatannya di kepala pada dasarnya ia bukan saja seorang jenius, otaknya fotografis.

Suatu saat Tan Malaka membaca buku di perpustakaan nasional (sekarang Musium Gadjah). Profesor Purbacaraka berteriak di depan ruang baca "Apakah ada yang bisa menjadi penerjemah bagi pekerjaan saya" Tan Malaka menunjukkan tangannya. Ia bekerja menjadi penerjemah dari bahasa Belanda ke Bahasa Inggris untuk pekerjaan Prof. Purbacakaraka, ahli bahasa Jawa Kuno pertama di Indonesia.

Dari Purbacaraka, Tan Malaka direkomendasikan ke Bayah, Banten disana Tan Malaka berkarier sangat cepat ia menjadi kepala di wilayah tambang batubara Bayah, ia menjadi penolong banyak Romusha yang tersiksa. Ia membangun sistem masyarakat disana, dan yang terpenting ia membangun jaringan. Jaringan inilah yang kemudian menjadi senjata bagi dirinya untuk menyusun perjuangannya. Suatu saat datanglah Bung Karno dan Bung Hatta. Tan Malaka yang dikenal di Bayah dengan nama Ilyas Husein berdebat dengan Bung Karno disana, dan Bung Karno tak tau siapa itu Ilyas Husein sebenarnya, dalam perdebatan itu Bung Karno dikalahkan oleh Tan Malaka. Dan pertanyaan yang gagal dijawab oleh Bung Karno dari Tan Malaka : "Apakah sebuah kemerdekaan akan menjamin kemenangan terakhir?" Bila Bung Karno berpikir kemenangan awal, maka Tan Malaka berpikir kemenangan akhir. Dan bagi Tan Malaka kemenangan akhir itu adalah 'Beralihnya secara total hak Indonesia ke tangan rakyat Indonesia bukan ke tangan elite atau tangan yang separuh terjajah' kemenangan akhir itu adalah 'Revolusi Sosial'.

Kemerdekaan Indonesia berkumandang. Nama Tan Malaka melegenda, penulis cerita Matu Mona seorang wartawan dari Medan menuliskan beberapa buku yang teramat laris 'Patjar Merah'. Nama Tan Malaka melegenda. Para pemuda yang menjadi agen-agen revolusi kemerdekaan mulai tidak puas dengan Bung Karno, Bung Karno memenangkan hati rakyat bukan hati Pemuda. Kaum Radikal bertarung di jalan-jalan. Dibawah kepemimpinan Pandu Kartawiguna, Maruto, Chaerul Saleh, Adam Malik, Sidik Kertapati dan banyak juga preman-preman Jakarta macam Nurali, Haji Amat Geblek dan Sjafei . Jakarta berlumur darah. Kaum pemuda Radikal dimarahi Bung Karno agar jangan maen kokang senjata, tapi pemuda malah menertawai Bung Karno. Disini kaum muda menemui idola baru, dan idola itu adalah Tan Malaka. Diam-diam Tan Malaka datang ke Djakarta ke rumah sahabatnya Achmad Soebardjo, disana Tan Malaka juga ditengarai menjalin cinta dengan Jo Paramitha Soebardjo - kemenakan Achmad Soebardjo-. Jaringan Banten adalah titik awal Tan Malaka bergerak : Jalur Achmad Soebardjo-Tjeq Mamad.

Bila Bung Karno mencari jalur resmi, maka Tan Malaka memilih jalur perang abadi. Bagi Bung Karno semua hal adalah gertak dan diplomasi tapi bagi Tan Malaka semua soal adalah perang betulan. Dan sepanjang masa revolusi ini Tan Malaka serta Sukarno seperti dua matahari kembar yang meledak di banyak tempat. Revolusi Sosial di Solo, Penculikan Perdana Menteri Sjahrir, Penangkapan Jenderal Dharsono, Perang Srambatan sampai pada konflik Amir-Sjahrir di Madiun dimana Tan Malaka digunakan Hatta untuk hantam Amir di Solo. Tapi sekali lagi Tan Malaka tetaplah pejuang yang selalu ditinggal sendirian. Ia ditinggal PKI, ia ditinggal Sukarno, ia ditinggal Sjahrir dan terakhir ia sendirian lalu ditembak mati oleh pasukan Djawa Timur.

Tan Malaka pemimpi yang kesepian, hidup dalam kesepian dan penulis cerita yang sunyi.

ANTON

Saturday, 16 October 2010

Ketika Tuhan Menciptakan Wanita


Ketika Tuhan menciptakan WANITA,
malaikat datang dan bertanya..."Mengapa begitu lama menciptakan WANITA Tuhan???"

Tuhan
menjawab, "Sudahkah engkau melihat setiap detail yang saya ciptakan
untuk WANITA?"... " Lihatlah dua tangannya mampu menjaga banyak anak pada saat
bersamaan, punya pelukan yang dapat menyembuhkan sakit hati dan
keterpurukan, dan semua itu hanya dengan dua tangan".

Malaikat menjawab dan takjub," hanya dengan dua tangan ???????? tidak mungkin!!!!!!!"

Tuhan menjawab "tidak kah kau tau,,,dia juga mampu menyembuhkan dirinya sendiri dan bisa bekerja 18 jam sehari ".

Malaikat
mendekat dan mengamati WANITA tersebut, dan bertanya, " Tuhan,,,kenapa
wanita terlihat begitu lelah dan rapuh ??????,,, seolah-olah terlalu banyak
beban baginya...."

Tuhan menjawab " itu tidak seperti yang kau bayangkan,,, itu adalah air mata...."

"untuk apa??????" tanya malaikat....

Tuhan
melanjutkan " air mata adalah salah satu cara dia mengekspresikan
kegembiraan,, kegalauan,, cinta,,, kesepian,,, penderitaan,,, dan
kebanggaan....
serta wanita ini mempunyai kekuatan mempesona laki-laki...ini hanya beberapa kemampuan yang dimiliki WANITA....."
"dia dapat mengatasi beban lebih dari laki-laki,,,, dia mampu menyimpan kebahagiaan dan pendapatnya sendiri....."
"dia
mampu tersenyum saat hatinya menjerit,,, mampu menyanyi saat
menangis,,,menangis saat terharu,,,bahkan tertawa saat ketakutan...."
" dia berkorban demi orang yang dicintainya.."
" dia mampu berdiri melawan ketidakadilan..."
" dia menangis saat melihat anaknya adalah pemenang...."
" dia girang dan bersorak saat kawanya tertawa bahagia..."
" dia begitu bahagia mendengar suara kelahiran...."
"
dia begitu bersedih mendengar berita kesakitan dan kematian,,, tapi dia
mampu mengatasinya...dia tau bahwa sebuah ciuman dan pelukan dapat
menyembuhkan luka...."

"CINTANYA TANPA SYARAT,,,,"


" HANYA ADA SATU YANG KURANG DARI WANITA,,, DIA SERING LUPA BETAPA BERHARGANYA DIA....."

Michael Douglas, Wall Street dan Kapitalisme


Gambar atas : Gordon Gekko (diperankan Michael Douglas) berbicara di Kereta Api dengan
Jake Moore (Shia Lebouf). Film ini mungkin film terakhir Michael Douglas ditengah pertarungannya melawan kanker tenggorokan.


Hari-hari ini Michael Douglas sedang melawan kanker tenggorokan yang kemungkinan bisa menghilangkan nyawanya. Mungkin inilah yang mendorong Oliver Stone membuat film terusan Wall Street 1987, film yang melambungkan nama Michael Douglas sebagai aktor yang diakui bakatnya oleh Academy Award dengan meraih piala Oscar untuk Aktor Terbaik yang memerankan Gordon Gekko, seorang ahli investasi senior yang mampu mengintimidasi segala soal dalam dunia Pasar Modal.

"Greedy is good" adalah kalimat paling terkenal dari Gordon Gekko yang kemudian menjadi perlambang dari jiwa zaman (zeitgeist) tahun 1980-an yang amat liberal. Tahun 1980-an adalah tahun kemenangan Thatcherian dan menjadikan Amerika Serikat bukan hanya jago perang tapi membangun dunia keuangan paling raksasa sepanjang sejarahnya dibawah kepemimpinan Ronald Reagan. Anak-anak muda Amerika Serikat yang tadinya bertarung di jalan-jalan melawan polisi anti huru hara, mencemooh tentara karena keterlibatan negara dalam perang Vietnam, belajar dengan giat tentang 'New Left' sebuah impian sosial sontak berubah total di tahun 1980-an menjadi anak muda Yuppies, dari bergaya Hippie menjadi Yuppie (Young Urban Profesional). Mereka berbondong-bondong ke gedung-gedung kapitalis untuk mengakumulir modal.

Di masa inilah Gordon Gekko hidup. Dalam sebuah acara ia bertemu dengan Bud (Charlie Sheen) yang bercerita tentang karirnya di Pasar Modal yang mandeg. Tapi Gekko tidak menggubrisnya sampai pada suatu saat Gekko mencium peluang untuk melakukan insider trading. Insider Trading adalah istilah di dalam Pasar Modal untuk menggerakkan harga dengan mengetahui informasi dari orang dalam, informasi-informasi yang didapatkan haruslah signifikan terhadap nilai perusahaan dan dalam etika pasar modal ini berarti kejahatan karena 'melakukan pengelabuan informasi sehingga orang lain terjebak pada harga yang mereka tidak mengetahuinya'. Gekko mengarahkan Bud pada jenis kejahatan ini kemudian sampai pada suatu saat, Gekko mengarahkan Bud untuk membeli Blue Line Airlines sebuah maskapai penerbangan yang bisa diatur untuk harga sahamnya dijatuhkan dan bila berhasil Gekko akan menaruh Bud disana sebagai Direktur. Namun setelah harga dijatuhkan Gekko ingkar janji dan malah menginginkan maskapai itu dichopping untuk dijual kembali lalu memecat ribuan karyawan, inilah yang kemudian membuka pertengkaran antara Bud dan Gekko sehingga berujung di Pengadilan.

Itu cerita tahun 1987, pada tahun 2010 nampaknya Oliver Stone ingin mengesankan Michael Douglas sebagai orang baik dalam pengejawantahan Gordon Gekko yang menjalani hukuman penjara, sekeluarnya dari penjara Gordon Gekko malah menulis buku, namun namanya begitu melegenda di kalangan mahasiswa bisnis dan pasar modal. Ia berbicara di depan seminar dan membuka sebuah quote baru : "The Mother of all evil is Speculation" dia merevisi kata Greedy is Good dengan mengucapkan :"Was greed good, Today greed is legal" Kerakusan dalam makna Gekko dibawa ke dalam unsur filosofisnya, unsur meloncati pemahaman-pemahaman umum. "Kerakusan adalah ketika kita tahu apa yang kita kerjakan dan kita memanfaatkannya secara maksimal". Tapi kita tahu toh Gekko membawa soal kita pada satu titik bahwa Pasar Modal sekedar 'Game' dimana hanya sekelompok orang yang mengerti bagaimana arus dana bekerja.

Adalah Jack Moore (diperankan dengan bagus oleh Shia le Bouf), tokoh yang kemudian muncul dalam Wall Street 2010 ia memacari anak Gekko, Winnie Gekko (diperankan dengan amat buruk oleh Carrey Mulligan). Jake Moore menemui mentornya Louis Zabel untuk waspada terhadap pergerakan salah satu saham yang sudah dipancing turun oleh kekuatan modal besar. Zabel dipaksa untuk melepas kepemilikan sahamnya dalam Investments Banking Keller Zabel sebesar $3 oleh Bretton James salah seorang pemain besar di Wall Street namun Zabel menolak dan bertahan diangka yang ia mau, tapi James mengintimidasinya dengan tusukan ke sudut dan Louis Zabel memutuskan untuk bunuh diri di subway, tubuhnya tergiling kereta.

Jake Moore marah besar Zabel dihabisi oleh Bretton James. Namun ia mengetahui semua jalan untuk menghancurkan Bretton James lewat jalur calon mertuanya Gordon Gekko yang baru saja keluar dari penjara dan menjadi bahan tertawaan para Manajer Investasi senior. Gekko membuka adegan ini dengan sangat dramatis, ia seolah melanjutkan kuliah dari Bud di tahun 1987 ke para mahasiswa di tahun 2010. Ia membuka perkataan bahwa dirinya menjadi dewasa dan dirinya berjarak dengan pasar. Ia membangun pengertian-pengertian baru tentang dunia pasar modal dan kesimpulan besar bisa diambil untuk menjadi kaya melalui pasar modal lewat tiga suku kata : "Buy My Book".

Tapi Gordon Gekko tidak keluar penjara dengan miskin ia masih menyimpan uang 100 juta dollar US di Swiss namun uang tersebut hanya bisa dikeluarkan lewat tanda tangan Winnie. Bagi Gekko "Kenikmatan dalam permainan industri keuangan ini bukanlah uang, tapi ia permainan dan kamu tau hakikat kenikmatan besar permainan?, .......Kemenangan" Bisnis bagi kaum kapitalis sudah masuk ke dalam fase spiritual, mereka tidak lagi bersoal pada hakikat kebendaan tapi hakikat terbesar dalam spirit mereka adalah "Kebahagiaan" yang diwujudkan dari kepuasan melakukan manifestasi atas pemikirannya.

Gordon Gekko mengajari anak plonco dalam dunia Pasar Modal Jake Moore bahwa etika pasar modal bukan lagi persoalan-persoalan kasar seperti yang dilakukannya dulu di tahun 1987 semacam Insider Trading, tapi etika sudah menyangkut sejauh mana Pasar bisa bekerja dengan adil dan apa yang dilakukan Bretton James dengan menggiring pasar lewat permainan-permainan legalnya namun memanipulasi pasar sudah menjebol etika dan kapitalisme selalu saja memberi ruang untuk berlaku fair, bukan karena desakan moral tapi karena pada hakikatnya dunia ini bekerja selalu ke arah rasionalitas.

Dan toh dunia ini memang tidak sekedar diisi soal Kantata Moral atau Pamflet, dunia ini soal tindakan.........

ANTON