Sunday 16 August 2009

Manusia Indonesia Menggugat

Manusia Indonesia Menggugat
Melawan Manusia Suhartorian

- Sebuah Orasi -

ANTON DJAKARTA


Saat ini Alam Pemikiran Manusia Indonesia hanya pada hak milik, zeigeist kita bukan lagi pada kemajuan bersama, tapi pada persaingan individu, pada ketidaksadaran hedonis. Indonesia sekarang bukanlah bagian dari garis lurus cita-cita idealisme Proklamasi Pegangsaan.

Lalu untuk apa Proklamasi Pegangsaan dengan gemetar Sukarno laksanakan? Lalu untuk apa anak-anak muda macam Wikana, Sukarni, DN Aidit, Chaerul Saleh, Subadio Sastrosatomo, Subianto Djojohadikusumo, Jusuf Kunto dan puluhan anak-anak muda pergerakan mempertaruhkan nyawanya untuk Proklamasi Pegangsaan? Untuk apa? Bila kemudian semuanya ditelan gelombang sejarah dan berakhir dengan berdarah-darah. Pendek kata, untuk apa kita merdeka bila kita tidak tau untuk apa kita hidup merdeka .......

Proklamasi Pegangsaan hanyalah satu puncak dari sekian puncak kerja sejarah. Satu puncak dari kerja politik yang dimulai tahun 1895. Saat Wahidin dengan bersepeda mendekati elite-elite pribumi dan menyadarkan bahwa arah dunia ke depan adalah arah pembaratan, arah pemikiran rasional barat dengan metode pendidikan barat. Wahidin menyadarkan bahwa satu-satunya agar bangsa ini maju adalah dengan menyadari bahwa pendidikan dan berpikir cara barat. Wahidin melihat elite-lah yang bakal mendorong berkembangnya kesadaran pendidikan. Maka Wahidin mendatangi banyak pangeran Jawa, para Bupati dan penggede. Namun mereka para penggede pribumi Jawa tidak sadar apa yang diinginkan Wahidin. Dan sejarah adalah proses dari satu titik tindakan kecil menjadi tindakan besar. Setelah Wahidin bertemu dengan para pelajar dokter Jawa. Lalu muncullah sebuah awal dari gerakan besar itu : Budi Oetomo.

Dan Boedi Oetomo, yang dikemudian hari dikritik oleh dokter Tjipto sebagai Patron elite yang tidak mengerti arah perjuangan menjadi sebuah senja bagi terbitnya beberapa pergerakan pemikiran politik tentang sebuah Ke-Indonesiaan. Lalu Digoel menjadi saksi bahwa sebuah impian, sebuah perubahan dan sebuah gagasan bisa dimatikan oleh kekuasaan. Lalu Digoel menjadi saksi bahwa toch kemanusiaan bisa diberangus demi mimpi melawan mimpi. Mimpi kekuasaan melawan mimpi merdeka. Manusia Merdeka bukan lagi menjadi tujuan tunggal seperti Impian Wahidin, dimana pendidikan adalah kunci, tapi Manusia Merdeka memiliki banyak dimensi, ketika kaum pergerakan mengenal Karl Marx, mengenal Stokvis, mengenal Rosa Luxemburg, mengenal Lenin, mengenal Abduh, mengenal Kemal Pasya dan mengenal Jefferson. Kemerdekaan bukanlah tujuan tunggal tapi sebuah arah yang memiliki banyak titik henti dan titik henti itu melahirkan : Sukarno, Tan Malaka, Hatta, Sjahrir, Muso, Amir, lalu Suharto. Dimanakah letak merdeka dalam dimensi Indonesia. Sebuah peradabankah?, sebuah imaji-kah? Atau sebuah gagasan bisu tentang Manusia Baru?

Manusia Baru

Proklamasi Pegangsaan adalah puncak kerja formal dari sebuah gerak panjang Indonesia. Sebuah gerak menuju idealisme. Idealisme kemerdekaan adalah idealisme menjadi manusia baru, menjadi alam pikir baru dan menjadi penggagas dari sebuah habitat kemanusiaan yang bisa menyumbang dalam taman sarinya dunia. Tapi sejarah kita adalah sejarah yang bisa saja bergerak tanpa makna. Dimanakah letak menjadi manusia Indonesia? Apakah Manusia Indonesia itu?

Sejarah Indonesia adalah sejarah pembentukan mentalitas, pembentukan watak dan karakter ideologis. Kemudian setelah era Suharto berakhir, sejarah itu kemudian bergerak mengarah pertarungan pada modal. Ideologis dan Watak bukan lagi menjadi hal penting. Karena watak dari Kapitalisme adalah bisa meresap segalanya dimana 'teori milik' menjadi pusat dari segala-galanya di dalam alam pikir kita. Dan Manusia Indonesia paling mutakhir saat ini adalah Manusia yang berpusat pada 'Milik' bukan lagi 'Hak' apalagi 'idealisme'.

Menjadi Indonesia dipengaruhi gagasan-gagasan penting, namun dari semuanya hanyalah segelintir dari pelaku sejarah yang berhasil menanamkan apa itu “Manusia Indonesia”. KeIndonesiaan adalah sebuah proses membentuk peradaban baru, tapi sadar atau tidak sadar pembentu-pembentuk manusia Indonesia menafikan realitas, bahwa Indonesia merupakan pertarungan empirisme masyarakat yang tidak pernah berhenti dan perekat-perekat itu hanya ada dua : Imaji dan Kekerasan.

Bila Tan Malaka berseru bahwa menjadi Indonesia adalah memahami sebuah proses dengan bidikan Madilog : Materialisme, Dialektika dan Logika.Lalu Tan Malaka menyerang pelaku-pelaku Tahayul maka Tan Malaka lupa bahwa bangsa ini didirikan dengan Tahayul-Tahayul, adalah Suharto yang berhasil membangun dengan baik Manusia berdasarkan Tahayul. Tahayul PKI, Tahayul Ekstrim Kanan dan Tahayul Subversif. Suharto-lah yang berhasil membangun Indonesia dibawah landasan paling kuatnya : Curang, Instan dan Berpusar pada Hak Milik.

Tan Malaka dikenang sebagai tokoh paling misterius sepanjang sejarah Indonesia modern. Namun ditengah misteri hidupnya. Sesungguhnya Tan Malaka memberikan pada kita sebuah babak pembuka dan penyadaran sejarah kenapa Indonesia harus merdeka. Kemerdekaan bagi Tan Malaka yang menurut banyak kalangan sejarawan sudah digugatnya dalam bentuk pertanyaan pada Sukarno di Bajah, Banten tatkala Sukarno sebagai pemimpin masyarakat mengunjungi habitat Romusha. “Apakah kemerdekaan itu merupakan awal dari sebuah permulaan bentuk peradaban ataukah hanya sebuah prasyarat peralihan kekuasaan”..... ini adalah pertanyaan Substantif yang kebetulan juga gagal dijawab Sukarno.

Dan kemudian sejarah mengantarkan pada kita cerita tentang Sukarno yang dipaksa oleh pemuda memproklamasikan kemerdekaan di Pegangsaan. Proklamasi ini adalah salah satu surat lamaran pekerjaan politik kepada rakyat Indonesia yang nyatanya diterima dengan gemuruh. Sebuah gerakan besar terjadi menjadi Revolusi Bersenjata. Dan Revolusi itu kemudian menjadi tahun kunci dalam pertarungan menuju siapakah “Manusia Indonesia”?

Suatu malam yang gerah di Cililitan Tan Malaka menuangkan idee bahwa rasionalitas barat adalah persyaratan mutlak membentuk Indonesia. Manusia Indonesia menjadi sasaran pemikiran perjuangan Tan Malaka hanya kemudian Tan Malaka mendapat tantangan realitas bahwa peta politik bukan lagi sepenuhnya milik kaum Revolusioner, peta politik mengarah pada kaum elite bordjuis dimana Sukarno menjadi Bank Garantie atas proses pemborjuisan perjuangan politik Indonesia. Proses kemerdekaan 100% yang digagas Tan Malaka sebagai pintu pembuka menuju manusia Indonesia Baru dipandang sebagai sebab musabab kerusuhan, tidak realistis dan hanya memperpanjang perang. Lalu Tan Malaka ditembak mati di Kediri. Lalu Indonesia menjalani sejarahnya tanpa mengerti kenapa harus merdeka. Tan Malaka mati dan Indonesia diam tidak menggugat.

Tahun-tahun 1950-an diwarnai oleh pesta pora kemenangan Sjahrir cs atas jalannya sejarah Indonesia. Konferensi Meja Bundar 1949 yang ditandatangani Hatta disamping Ratu Belanda bercerita dengan gamblang “Bahwa Indonesia bukanlah sebuah sebuah negara baru yang dibangun atas nilai-nilai radikalisme, tidaklah dibangun untuk melawan sebuah hegemoni barat atas timur, tapi Indonesia yang baru adalah bentuk pengalihan kekuasaan yang dibangun dengan nilai-nilai moderat dan tidak terus terusan secara frontal melawan barat”. Inilah kemerdekaan yang dirujuk pada Konferensi Medja Bundar dan sampai saat ini Belanda memandang bahwa Indonesia merdeka adalah tahun 1949 bukan 1945 sekaligus secara tersirat hanya mengakui peran Hatta.

Penafsiran sejarah adalah ruang penuh konflik namun pada hakikatnya dalam malam renungan kemerdekaan ini kita harus menyadari bahwa ruang sejarah adalah alat paling lugas dalam melihat Indonesia ke belakang dan membacai Indonesia ke depan. Maka kenapa saya menyebut Tan Malaka sebagai sebuah awal dari memikirkan manusia Indonesia lalu menjadi Tragedi. Karena Tragedi Tan Malaka adalah tragedi Indonesia sesungguhnya. Indonesia yang kita pijak adalah Indonesia yang gagal menjadi bangsa yang berhasil melepaskan diri dari jebakan feodal, jebakan penghisapan atas manusia dan gagal menjadi sebuah bangsa yang membentuk manusia baru. Indonesia yang kita hadapi sekarang adalah Indonesia yang tanpa bentuk. Bentuk-bentuk manusia Indonesia yang digagasi oleh tiga tokoh paling besar dalam pemikiran tentang Manusia Indonesia : Tan Malaka, Sukarno dan Suharto menjadi sebuah teori acak sejarah yang membingungkan kita. Sebagai sebuah random atas ketidakjelasan kita menjadi sebuah Indonesia. Ketidakjelasan kita menjadi bagaimanakah susunan masyarakat terbentuk, apakah setelah kemerdekaan 1945 pembaharuan terjadi, keadilan terwujud dan rakyat menjadi senang tertawa.

Feodal, Modal dan Pusaran pada Hak Milik kemudian menggagalkan cita-cita menjadi negara besar tersebut. Naiknya Sukarno pada tahun 1959 dengan menggusur semua pemimpin-pemimpin yang melawan Sukarno termasuk pada tahun 1960 membredel dua partai : PSI dan Masjumi adalah sebuah langkah awal merevisi ulang sebuah bentuk Indonesia. Tapi sejarah mengantarkan pada kita bahwa usaha ini sekali lagi gagal menjadi Indonesia. Karena watak yang ingin dibangun oleh Sukarno tentang definisi manusia Indonesia dimentahkan. Surut Sukarno ini disebabkan oleh langkah maju Sukarno dalam menggalang kesadaran bahwa untuk membentuk Manusia Indonesia Baru, Peradaban Baru adalah “Kesadaran Kapital” Bila Tan Malaka menyebut alam berpikir sebagai salah satu landasan penting menuju Manusia Indonesia Baru, Maka Sukarno menitik beratkan pada 'Kesadaran Hak Milik Kapital” Kesadaran hak milik Kapital inilah yang kemudian membuat Sukarno berani melawan Amerika, menciptakan konsep baru permusuhan dan merumuskan perebutan kapital dari negara berkembang terhadap negara maju.

Adalah satu malam gelap di bulan September, lars-lars tentara mendepak pintu para Jenderal. Dan sebuah gerakan dilancarkan. Impian Manusia Indonesia Sukarno gagal total dan Sukarno sendiri dipenjara di rumahnya dan hanya dirawat dokter hewan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai pahlawannya, tapi dimata rezim Militer Sukarno bukanlah lagi seorang pemimpin dia hanya binatang politik yang harus lekas mati, Sukarno sekarat dan hanya dirawat oleh dokter hewan. Bangsa ini adalah tragedi terus menerus dan Manusia Indonesia adalah tragedi yang diam. Sukarno mati, Suharto menjadi bintang pedoman dan meletakkan akar paling kuat dalam membentuk Manusia Indonesia Baru.

Dalam paham Toynbee mengenai sejarah diceritakan bahwa Peradaban mirip sebuah siklus, ia bangun, mapan dan kemudian hancur. Peradaban adalah gerak dari ketiadaan, mengada lalu menjadi hilang. Apakah kemudian manusia Indonesia 1945-1965 menjadi hilang. Inilah yang dikatakan Toynbee itu. Sesungguhnya manusia Indonesia gagasan-gagasan yang dimulai dari Wahidin sampai pada Sukarno di tahun 1965 benar-benar tamat.

Walaupun gagasan manusia Indonesia era pertama (1895-1965) ingin dihidupkan kembali melalui era Malari 1974 sampai pada Gerakan Politik 1998. Namun kesadaran tunggal Suhartorian sudah menjadi bahan baku beku manusia Indonesia. Bahan baku yang kemudian menjadikan kita menjauh terhadap tujuan Manusia Indonesia (1895-1965).


Manusia Suhartorian
Manusia Suhartorian adalah siklus terendah dari fluktuasi kesadaran sejarah Manusia Indonesia Baru. Namun Siklus terendah ini menjadi akar paling kuat dalam menanamkan gerak KeIndonesiaan. Siklus ini adalah basis dari kesadaran Manusia Indonesia sekarang.

Susunan Masyarakat Suhartorian :

1.Negara Personal
2.Hak Milik
3.Modal

Pusat dari seluruh perhatian Negara Suhartorian adalah : Terpusatnya Kekuasaan pada person Suharto. Disini Suharto menyempurnakan kerja Sukarno dari arah negatifnya. Pada proses kerja politik Sukarno 1959-1965, ia melakukan pemusatan kekuasaan formal pada dua bentuk : Sukarno dan Angkatan Darat. - saya tekankan orang sering salah mengira bahwa PKI adalah variabel penting dalam kekuasaan 1959-1965, namun bagi saya PKI bukanlah pemain penting dalam kekuasaan itu, PKI hanyalah alat dari politik Sukarno – Dua kekuatan yang dipancangkan pada rezim Sukarno adalah proses reifikasi pelan-pelan terhadap pergerakan rakyat yang justru berakhir pada gerakan Untung. Dan reifikasi inilah yang kemudian memuncak pada terbentuknya Negara Militer Suhartorian.

Negara Militer Suhartorian yang dengan selubung dustanya menyebutkan sebagai Negara Orde Baru dan didukung oleh kelompok Sosdem, Agama dan Militer menjadikan Negara bukan lagi ruang publik, tapi ruang pejabat. Negara bukan lagi ruang idealisme komunal tapi menjadi Ruang Milik antara penguasa dan yang dikuasai.

Mentalitas ini kemudian menyusun masyarakatnya. Negara adalah Rumah nyaman bagi pemegang akses kekuasaan, sementara di lain tempat Negara adalah rumah menyakitkan bagi kelompok yang terpinggirkan. Untuk mewujudkan Negara Suhartorian maka tiga juta nyawa disembelih dan ribuan orang dibuang ke Pulau Buru, sementara jutaan keluarga dicerai beraikan, anak-anak pariah politik dibuang hak hidupnya. Disinilah Suhartorian melandasi keIndonesiaan.

Manusia Suhartorian adalah Manusia Pejabat. Kemanusiaan yang hanya bisa menjadi manusia apabila memiliki status di depan negara. Manusia tidak lagi menjadi alat proses, menjadi subjektivitas yang sempurna atas kemanusiaannya. Manusia Suhartorian adalah bentuk paling dangkal dalam proses kemanusiaan dan menghambat peradaban Indonesia.

Lalu ketika kesempatan datang dan Suharto dikalahkan oleh umur, maka Suhartorian tidaklah serta merta mati. Suhartorian adalah kredo kebangsaan Indonesia sekarang yang satu-satunya cara hanyalah bisa diakhiri dengan Revolusi kebudayaan. Demokrasi sekalipun tidak akan bisa menghentikan identitas substantif Manusia Suhartorian.

Inilah ciri-ciri Manusia Suhartorian

1.Keberpihakan bukanlah pada idee, tapi pada pragmatis dan siapa yang menang
2.Hak Milik adalah pusat dari segala alam pikir, mendapatkan hak milik tidak diperlukan etika.
3.Pelanggaran terhadap etika haruslah ditopengi dengan sikap-sikap sempurna adat manusia.
4.Kemunafikan adalah kunci dari segala tindakan.
5.Bersikap instan.
6.Tidak memahami apa itu ideologi dan apa itu idealisme.
7.Kekerasan diperlukan dalam mencapai tujuan.
8.Hukum hanyalah milik pemegang modal dan kekuasaan.
9.Kekuasaan adalah pusat dari segala tujuan hidup manusia Suhartorian
10.Negara adalah Pejabat, dan Pejabat adalah Negara.
11.Tidak adanya peran masyarakat independen.
12.Kekuasaan tidaklah berdasarkan hukum tapi berdasarkan tawar menawar kekuatan.

Dua belas ciri dasar inilah yang menjadi sangat khas dalam manusia Suhartorian sehingga hal inilah yang menjadi latar belakang pembentuk susunan masyarakat kita sekarang. Untuk menghancurkan sistem masyarakat Suhartorian bukanlah hal mudah. Benteng terbesar mereka adalah mesin birokrasi, sementara benteng birokrasi ini hanya bisa diruntuhkan bila terjadi kekuatan cerdas dalam meruntuhkan susunan masyarakat. Benteng birokrasi inilah yang menjadi rumah kuat dua belas landasan dasar Manusia Suhartorian.

Marilah dalam renungan kemerdekaan ini kita bertanya dalam diri kita :

1.Apa artinya proklamasi bila rakyat masih miskin
2.Apa artinya kemerdekaan bila keyakinan yang berbeda menggiring manusia pada penjaranya.
3.Apa artinya merdeka bila modal dikuasai Pejabat.

Untuk membakar front pertempuran baru cobalah kita renungi Manusia Suhartorian ini. Karena ketika kita ingin mengembalikan lagi idee dasar manusia Indonesia ideal 1895-1965 tanpa mengetahui idee dasar manusia Suhartorian maka kita akan selalu gagal dalam merumuskan perjuangan kaum muda Indonesia ke depan.

Gugatan kita terhadap manusia Suhartorian adalah sebuah langkah awal menelanjangi diri kita. Adakah kita adalah Manusia Suhartorian ataukah kita menghendaki kembalinya Manusia Indonesia sebagai sebuah idealisme yang dirumuskan dalam proses sejarah (1895-1965). Pilihan terletak pada kemampuan kita menafsirkan Manusia Indonesia apa yang ingin kita kehendaki.

Manusia Suhartorian adalah barisan yang paling kuat di Indonesia. Mereka adalah tembok penghalang kerja sejarah yang mengarah pada idealisme Manusia Indonesia sesuai rumusan para pendiri bangsa. Manusia Indonesia yang didasarkan pada cita-cita sosialisme, pada gotong royong dan tidak ada yang lapar sementara yang lain bermewah-mewah. Manusia Indonesia yang bisa bersama dalam kesejahteraan bukan bersama dalam iklim penindasan. Dalam alam demokrasi ini, kita juga masih terus menerus dibohongi oleh tembok-tembok Suhartorian dan mulailah dari sekarang kita membangun perlawanan, membangun penyadaran bahwa menuju masyarakat Indonesia yang sosialis, yang makmur bersama dan tidak ada kluster-kluster kekuasaan ditangan pejabat, untuk itu kita haruslah bertindak. Seperti ungkapan Wiji Thukul ini
Bunga dan Tembok

seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kauhendaki tumbuh
engkau lebih suka membangun
rumah dan merampas tanah

seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kauhendaki adanya
engkau lebih suka membangun
jalan raya dan pagar besi

seumpama bunga
kami adalah bunga yang
dirontokkan di bumi kami sendiri

jika kami bunga engkau adalah tembok
tapi di tubuh tembok itu
telah kami sebar biji-biji
suatu saat kami akan tumbuh bersama
dengan keyakinan : engkau harus hancur

dalam keyakinan kami
di mana pun- tirani harus tumbang!
(WIJI THUKUL).


Jakarta 17 Agustus 2009.

No comments: