Saturday, 26 September 2009
Kenangan Kecil Tentang Becak
Becak
Bagi kita yang besar di tahun 80-an, pastilah sangat mengenal kendaraan ini. Dan seperti banyak orang di Jakarta, maka kenangan saya terhadap becak sungguh membekas. Saya sedang tak ingin membicarakan sosiologi becak sebagai perlawanan politik, atau kekuatan moralitas kaum becakisme dalam melawan Orde Baru, saat ini saya hanya ingin bicara tentang romantisme Becak. Kenangan saya tentang becak kalau tiada salah pada tahun 1978, saat itu saya diajak ibu saya ke Supermarket Hero Mampang. Nah, di jaman itu razia becak sangat marak. Seingat saya pada waktu itu saya naik diatas karung beras yang ditumpangi pada sebuah becak. Entahlah ingatan saya tiba-tiba becak itu langsung lari karena dikejar Kamtibmas dan saya tertinggal di atas becak itu. Saya yang masih berusia 4 tahun segera saja terbawa sampai pada Buncit Satu. Atau sekitar 700 meter dari Hero Mampang.
Itulah pertama kali perkenalan saya dengan becak dan sejak saat itu ada perasaan takut kalau saya diajak naik becak. Tak lama kemudian kenangan saya tentang tukang becak tidak saja pada trauma naik becak dikejar kamtibmas tapi kenangan pada bau khas abang becak. Kelak 28 tahun kemudian saya paham bahwa itu jenis bau keringat manusia yang berasal dari Tegal dan Brebes. Kesadaran ini saya dapatkan saat saya naik Taksi, kebiasaan saya selalu menanyakan pada sopir taksi asal dari daerahnya, setiap daerah Tegal atau Brebes maka bau badannya dan bau aroma sekitar ruangan taksinya mirip persis dengan bau Tegal. Sejak saat itu saya mengenal jenis-jenis bau manusia dilihat dari asal-usul. Hal inilah yang memasukkan logika saya pada kemampuan orang Dayak dalam membaui jenis-jenis orang dilihat dari asal-usulnya.
Kenangan becak yang menyeramkan menjadi kenangan romantis, saat saya bersekolah di Solo. Di satu malam saya tahun 1990 saya bersama teman saya Arif, pergi ke Keprabon untuk nonton film dan minum susu sapi. Entah mengapa saat itu Arif pergi bareng temannya yang lain dan saya ditinggal, tak jauh dari tempat saya duduk ada kawan SMA saya namanya Wenny. Nah, Wenny ini hitam manis dan saya sangat suka sejak awal melihatnya namun saat itu saya tiada pernah berani mengungkapkan. Inilah penyakit lama gagal mengungkapkan sesuatu pada orang yang saya sukai (penyakit itu sembuh sejak 1998-an). Saya lupa ceritanya gimana, hanya saja saat itu cuaca sedemikian cerahnya dan bulan terang sekali. Aku dan Wenny akhirnya naik becak mengantarkan Wenny yang rumahnya di dekat kampung Punggawan. Ingatan itu samar-samar karena setelah itu saya tak begitu memperhatikan Wenny, setelah datangnya Maria sebagai adik kelas di Kelas 1 SMA. Nah, entahlah kemarin aku mengenang kejadian itu suatu kejadian yang romantis, sampai-sampai tadi siang aku ke Depok hanya untuk menumpang becak.
Di Bandung pada bulan April lalu aku-pun naik becak dari Pasar Baru menuju ke jalan Perintis Kemerdekaan. Ini hanya kenangan kecil tapi sungguh aku tiba-tiba teringat, entahlah dimana Wenny berada saat ini, terakhir aku berjumpa dan ini kutulis di catatan harianku pada tanggal 12 November 1990. Berarti itu satu hari menjelang hari Ulang Tahunku ke 16. Ah......mungkin anaknya sudah lima.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment