Wednesday 10 February 2010
Adversity
Adversity secara arti kamus adalah kemalangan, artinya bahwa manusia mempunyai kecerdasan dalam menghadapi kemalangan yang menimpa dirinya.
Adversity Quotient adalah orang-orang yang memiliki ketangguhan tinggi dalam menghadapi hambatan.
Dimensi Kecerdasan Ketangguhan
kita perlu mengenal dimensi-dimensi kecerdasan ketangguhan (AQ) Dimensi AQ dapat diringkas dalam kata CO2RE
C adalah Control
Seberapa besar control yang anda rasakan saat anda dihadapkan pada persoalan yang sulit, bermusuhan dan berlawanan? Perhatikan, kata kunci disini adalah merasakan. Kendali sebenarnya, dalam suatu situasi, hampir pasti tidak dapat diukur. kendali yang dirasakan jauh lebih penting.
Kehidupan penuh dengan situasi di mana mungkin orang mengatakan dengan penuh keyakinan "Tidak ada yang dapat kamu lakukan terhadap masalah ini". tetapi seseorang telah mengubah wajah sejarah. Ketika Mahatma Gandhi memutuskan untuk menggulingkan imperium inggris melalui perlawanan pasif, ia tidak memiliki kekuasaan resmi. Dia hanyalah "pria kecil berkulit coklat" dengan pendirian yang sangat kukuh dan memiliki tekad yang tak kenal lelah untuk mencari keadilan bagi rakyatnya. Penjajahan selama berabad-abad telah memunculkan perasaan tidak berdaya yang luas. Rakyat pada masa Gandhi hidup, menerima keadaan mereka sebagai nasib malang belaka.
Seluruh kampanye Gandhi melawan Inggris bergantung pada suatu hal : Kemampuannya mengubah kendali yang dirasakan oleh orang India atas penjajahan-penjajahan mereka. Meskipun tidak ada yang berani memastikan bahwa Gandhi akan berhasil pada tahun-tahun awal perjuangannya, dia membuktikan bahwa kemerdekaan dapat diperoleh dan keadilan akan menang. Dia membalikan persepsi-persepsi, kemudian mengubah persepsi menjadi kenyataan.
Sulit untuk menaksir terlalu tinggi kekuatan dari kendali yang dirasakan itu. Namun tanpa kendali semacam itu, harapan dan tindakan akan hancur. Dengan kendali semacam itu, hidup dapat diubah dan tujuan-tujuan dapat terlaksana. Seandainya Gandhi tidak merasakan kendali tersebut pada waktu itu, india serta penduduknya yang hampir satu miliar itu mungkin sampai sekarang masih dibawah kekuasaan Inggris.
Perbedaan antara Respons AQ yang rendah dan yang tinggi dalam hal kendali ini sangat dramatis. Mereka yang ber AQ-nya lebih tinggi merasakan kendali yang lebih besar atas peristiwa-peristiwa dalam hidup dari pada yang AQ-nya lebih rendah. Akibatnya, mereka akan mengambil tindakan, yang akan menghasilkan lebih banyak kendali lagi. Mereka yang memiliki AQ lebih tinggi cenderung melakukan pendakian (Climbers), sementara orang-orang yang AQ-nya lebih rendah cenderung untuk mendirikan kemah (Campers) atau berhenti (Quitters).
Sangat menarik bila kita bandingkan pendekatan Paul G.Stoltz dengan pendekatan Stephen R.Covey mengenai "Lingkaran Kepedulian" dan "Lingkaran Pengaruh". Behubungan dengan sikap Proaktif, Covey menyebutkan satu cara lain yang sangat bagus untuk lebih sadar diri sehubungan dengan tingkat proaktivitas kita adalah dengan melihat dimana kita memfokuskan waktu dan energi kita. Masing-masing dari kita memiliki jangkauan luas hal-hal yang kita pedulikan-kesehatan kita, anak-anak kita, masalah ditempat kerja, utang negara, perang nuklir. Kita dapat mengisahkan hal-hal yang tidak melibatkan kita secara mental atau emosional dengan menciptakan "Lingkaran Kepedulian".
Ketika kita melihat ke dalam hal-hal dilingkaran kepedulian, tampak jelas ada beberapa hal yang tidak dapat kita kontrol secara nyata dan ada beberapa hal yang kita dapat perbuat sesuatu terhadapnya. kita kemudian dapat mengelompokkan bagian yang terakhir ini kedalam "Lingkaran pengaruh".
Dengan menentukan mana dari kedua lingkaran ini yang merupakan fokus dari sebagian besar waktu dan energi kita, kita dapat menemukan banyak hal tentang tingkat Proaktivitas kita.
Orang Proaktif memfokuskan upaya mereka didalam lingkaran pengaruhnya. Mereka mengerjakan hal-hal yang terhadapnya mereka dapat berbuat sesuatu. Sifat dari energi mereka adalah positif, yang menyebabkan lingkaran pengaruh mereka membesar.
Sebaliknya, orang Reaktif--bukan Proaktif--memfokuskan upaya mereka pada lingkaran kepedulian. Mereka berfokus pada kelemahan orang lain, masalah di lingkungan, dan keadaan yang mereka tidak bisa kendalikan. Fokus mereka menyebabkan sikap menyalahkan dan menuduh, bahasa reaktif, dan meningkatnya perasaan jadi korban. Energi negatif yang dihasilkan oleh fokus ini, digabungkan dengan tidak kepedulian meeka terhadap hal-hal yang mampu mereka perbuat, menyebabkan lingkaran pengaruh mereka semakin mengecil.
O adalah Origin dan Ownership
Siapa atau apa yang menjadi muasal suatu kesulitan? Dan sejauh mana Anda berperan memunculkan kesulitan? Di permukaan kedua pertanyaan mengenai asal-usul dan pengakuan ini tampaknya mirip. Namun, kalau dicermati lagi, kita akan menemukan bahwa ada perbedaan yang sangat besar diantara keduanya. Mari kita mulai dengan asal-usul atau origin, yang ada kaitannya dengan rasa bersalah.
Orang-orang yang ber AQ-nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi dalam banyak hal, mereka melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya asal-usul kesulitan tersebut.
Rasa bersalah memiliki dua fungsi penting. Pertama, rasa bersalah itu membantu kita untuk belajar. Dengan menyalahkan diri sendiri, kita akan cenderung merenung, belajar, dan menyesuaikan tingkah laku kita. Inilah yang namanya perbaikan. Yang kedua, rasa bersalah itu menjurus kepada penyesalan. Penyesalan dapat memaksa kita untuk memeriksa batin kita dan mempertimbangkan apakah ada hal-hal yang kita lakukan, telah melukai orang lain. Penyesalan merupakan motivator yang sangat kuat. Bila digunakan dengan sewajarnya, penyesalan dapat membantu menyembuhkan kerusakan yang nyata, dirasakan, atau yang mungkin timbul dalam suatu hubungan antar manusia.
Suatu kadar rasa bersalah yang adil dan tepat diperlukan untuk menciptakan pembelajaran yang kritis atau umpan balik yang dibutuhkan untuk melakukan perbaikan secara terus menerus. kemampuan menilai apa yang kita lakukan dengan benar atau salah dan bagaimana kita dapat memperbaikinya merupakan hal yang mendasar untuk mengembangkan diri kita sebagai Pribadi.
Seperti kritik, rasa bersalah hanya bermanfaat dalam dosis yang terukur. Jika terlalu banyak, dapat sangat melemahkan semangat dan menjadi Destruktif. Sekali rasa bersalah menjadi destruktif, rasa bersalah dapat menghancurkan energi, harapan, harga diri, dan system kekebalan kita. Rasa bersalah dalam ukuran harga diri, dan system kekebalan kita. Rasa bersalah dalam ukuran yang tepat akan menggugah seseorang untuk bertindak. Rasa bersalah yang terlampau besar menyebabkan kelumpuhan.
Barangkali ketika kita membaca bagian ini kita berpikir, "Ya, tetapi bukankah mempersalahkan diri sendiri merupakan suatu yang baik?" Ingat, mempersalahkan diri sendiri itu baik dan efektif, tapi hanya sampai tahap tertentu. Terlalu berlebihan mempersalahkan diri sendiri, sampai melampaui peran seseorang dalam menimbulkan kesulitan, bisa menjadi Destruktif, yang jauh lebih penting adalah sampai sejauh manakah kita bersedia memikul tanggung jawab.
Orang dengan AQ tinggi hanya akan mengakui bahwa sumber (origin) kesalahan dan kesulitan itu sebagian besar berasal dari orang lain atau dari luar. Artinya, peran diri sendiri sebagai sumber kesulitan hanya kecil dan sewajarnya. Namun, orang dengan AQ tinggi akan mengambil tangung jawab (ownership) atas masalah yang timbul.
AQ mengajarkan untuk membatasi penyalahan diri secara berlebihan yang destruktif. Di saat yang bersamaan, AQ mengajar orang untuk meningkatkan rasa tanggung jawab mereka sebagai salah satu cara memperluas kendali, pemberdayaan, dan motivasi dalam mengambil tindakan.
R adalah Reach
Seberapa jauh suatu kesulitan akan merembes ke wilayah kehidupan yang lain?Respons-respons dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan merembes ke segi-segi lain kehidupan seseorang. Rapat yang berjalan dengan tidak lancar dapat mengacaukan seluruh kegiatan pada hari itu; sebuah konflik dapat meretakkan hubungan yang sudah terjalin; suatu penilaian kinerja yang negatif akan menghambat karier, yang kemudian akan menimbulkan kepanikan secara financial, sulit tidur, kepahitan, menjaga jarak dengan orang lain, dan pengambilan keputusan yang buruk.
Jadi semakin rendah AQ seseorang, semakin dia menganggap peristiwa-peristiwa buruk sebagai bencana, membiarkannya meluas, sehingga menyedot kebahagiaan dan ketenangan hati saat prosesnya berlangsung. Menganggap suatu kesulitan sebagai bencana, yang akan menyebar dengan cepat sekali, bisa sangat berbahaya karena akan menimbulkan kerusakan bila dibiarkan tak terkendali.
Sebaliknya semakin tinggi AQ , semakin besar kemampuan untuk membatasi jangkauan masalah pada peristiwa yang sedang dihadapi. Suatu penolakan adalah sekedar--tidak kurang dan tidak lebih. Kesalahpahaman dengan orang yang dikasihi, meskipun sangat menyakitkan, adalah kesalahpahaman, dan bukan tnda kita akan hancur.
E adalah Endurance
Berapa lama kesulitan akan berlangusng?Berapa lama penyebabkesulitan akan berlangsung?semakin rendah AQ seseorang, semakin besar dia akan menganggap kesulitan akan berlangsung lama, atau bahkan selama-lamanya.
Cap-cap permanen seperti pecundang, orang bodoh yang selalu gagal, dan orang yang suka menunda-nunda, dan kata-kata seperti selalu dan tidak pernah membawa akibat yang tersembunyi dan berbahaya. Kata-kata itu membuat seseorang tidak berdaya untuk melakukan perubahan. Ada perbedaan yang amat besar antara, "Saya harus berhati-hati supaya tidak menunda segala sesuatu sampai menit terakhir", dan "saya adalah orang yang suka menunda-nunda". Yang satu menyiratkan tindakan, dan yang lain adalah merupakan cap. Yang satu mencerminkan pengetahuan tentang dirinya sendiri, dan yang lain dengan cepat menjadi sebuah dalih.
Salah seorang teman Stoltz bertengkar dengan anak tirinya yang sudah remaja, yang hanya mengangkat bahunya sewaktu dia dengan tak berdaya menjelaskan tentang nilai-nilai sekolah yang buruk. Kata remaja itu, " Harus bagaimana lagi, saya memang malas. Ayah saya mengatakan mewarisi itu memang sifat darinya'. Remaja ini telah menelan sendiri kesulitannya dalam mempelajari geometri dan, dengan bantuan ayahnya, mengubahnya menjadi penyakit.
Hal serupa berlaku pula untuk penyebab kesulitan. Berdasarkan penelitian Seligman tentang teori atribusi, sebagaimana dilakukan oleh Lorraine Johnsons dan Stuart Biddle dari University of Exetere di inggris, menunjukan bahwa ada perbedaan dramatis antara orang yang mengaitkan kesulitan dengan sesuatu yang sifatnya sementara versus sesuatu yang sifatnya permanen.
Dalam menerapkan teori atribusi dibidang olahraga, mereka menemukan bahwa orang yang melihat kemampuan sebagai penyebab kegagalan (penyebab yang stabil) cenderung kurang bertahan dibandingkan dengan orang yang mengaitkan kegagalan dengan usaha (penyebab yang sifatnya sementara) yang mereka lakukan.
Jika lamaran kita ditolak, dan kita mengaitkan penolakan itu dengan sesuatu yang sifatnya sementara--misalnya kurang berusaha, strateginya buruk, atau pekerjaaanya tidak cocok--kita akan cenderung yakin bahwa penyesuaian-penyesuaian atas kekurangan-kekurangan itu akan memperbaiki peluang kesuksesan kita dimasa depan. Tetapi, jika seseorang mengaitkan penolakan itu dengan sesuatu yang lebih stabil atau abadi--seperti kecerdasaannya. kemampuan menulis surat pengantar yang memang tidak baik, penampilannya--akan lebih besar kemungkinannya orang tersebut akan menyerah.
(Tautan Sendy Sentosa -Mentor AQ)
Sumber :
- Adversity Quotient; Turning Obstacles into Opportunities (Paul G.Stoltz)
- The Seven Habits of Highly Effective People (Stephen R.Covey)
- SEPIA (SQ,EQ,PQ,IQ,AQ) A new Model of Human Intelligence
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
Sendy Sontosa?? Mentor AQ? Yakin Mas...??
Sendy Sontosa?? Mentor AQ? Yakin Mas...??
Post a Comment