Wednesday, 3 October 2007

Antara Samuelson dan Marx.


Oleh Anton

Membaca buku-buku tua memiliki nilai kelebihan tersendiri kita bisa
menikmati pemikiran yang dulu pernah mendisain masa depan dunia dan
kemudian disain pikiran itu menjadi alat untuk mengubah sejarah di
tangan politisi, militer dan elite politik. Dan kita sebagai
generasi sesudah mereka dapat melihat sejarah mana yang dimenangkan.

Buku Samuelson `Economics' edisi Asia terbitan 1958 menjadi cukup
menarik bila diamati dari hal-hal kecil seperti kutipan chapter
misalnya. Saya tak menyangka Paul Samuelson yang dikenang orang
sebagai ekonom kering, arogan, narsis dan mathematic oriented
ternyata memiliki kedalaman sastra yang luar biasa dalam menyusun
masterpiece-nya itu. Setiap bab diberikan pengantar yang berisi
cuplikan kata-kata terkenal baik dari opera, novel atau komentar
singkat tokoh sejarah. Contohnya pada chapter 13 yang membahas
business cycle and forecasting cuplikan yang diambil adalah dari
novel William Shakespeare `Caesar' yang isinya ` The Fault dear
Brutus, is not our stars � but in ourselves. Kata-kata ini diucapkan
Julius Caesar kepada kemenakannya � yang kelak menikamnya dengan
pisau dari belakang- sesaat ia baru pulang bertempur dan meraih
kemenangan di Perancis. Saat itu Julius Caesar dipanggil pulang
senat Romawi untuk memecahkan persoalan republic yang kemudian
diputuskan sendiri oleh Julius Caesar bahwa dialah yang akan menjadi
kaisar dan bentuk negara republik dihapuskan. Kata cuplikan itu
menunjukkan bagaimana sebuah perkiraan/ramalan tentang sesuatu
adalah mempelajari kesalahan-kesalahan di masa lalu dan menentukan
nilai dari rata-rata kemungkinan. Dan sebuah forecasting tentunya
tak lepas dari kesalahan yang merupakan bagian paling elementer
dalam pikiran manusia �the fault in ourselves. Pada pembukaan
bukunya di chapter 1 (introduction) ini Samuelson mengutip Edmund
Burke, negarawan dan filosof-politik Inggris yang banyak mengulas
ekonomi Inggris dan anak jajahannya India. ` The age is chivalry is
gone, that of sophisters, economist, and calculators has suceeded'.
Kutipan Edmund Burke ini diambil untuk melihat bagaimana ekonomi
sejak era kolonialisme menjadi alasan utama transaksi politik global
yang akhirnya membentuk sejarah. Pada bab akhir (ch.38) yang
membahas Alternative economics system, mengutip dari kata-kata Kitab
Perjanjian Lama (Old Testament) `Your old men shall dream dreams,
your young men shall see visions' jelas ini pengantar yang jenius
untuk menunjukkan bahwa orang tua hanya punya mimpi dan kaum muda
adalah pemilik penglihatan masa depan (Visi) yang akan merubah
sejarah. Dan economics memang disusun Paul Samuelson saat usianya
masih 35 tahun. Buku cetakan pertama diterbitkan McGraw Hill dan
laku 120.000 eksemplar, kemudian setelah edisi pertamanya dicetaklah
buku itu ke dalam berbagai bahasa. Sekitar 40 bahasa sudah dicetak
dan terjual 4 juta eksemplar hingga hari ini. Samuelson juga
memperbaharui edisinya tiga tahun sekali. Kelak cara ini diikuti
banyak ekonom penulis buku teks.

Samuelson adalah orang muda yang mampu menaklukkan generasi tua,
sikapnya yang angkuh membuat ia tidak disenangi oleh rektor Harvard
dan merasa tidak nyaman Samuelson pindah ke Massachusets Institute
Technology (MIT) tahun 1947- sejak meledaknya buku `Economics' MIT
menjadi kampus yang lebih ternama dalam bidang ekonomi ketimbang
Harvard. Pada usianya yang ke 32 Samuelson mendapat anugerah `John
Bates Clark' anugerah yang diberikan pada ekonom berprestasi di
bawah umur 40 tahun. Optimisme Samuelson terhadap masa muda
tergambar dalam kutipannya terhadap stanza The Prelude di ch. 3 yang
diambil dari puisi William Wordsworth (kali ini tercantum pada edisi
pertama bukunya).

`Bliss was it in that dawn to be alive'
`but to be young was very heaven'


Samuelson adalah ilmuwan yang dianugerahi umur panjang, hidup
kecukupan dan tinggal di negara bebas yang makmur. Nasib berbeda
dialami Karl Marx yang hidup dalam kekurangan, dikejar-kejar aparat
Inggris, Jerman dan Belgia hidupnya juga tergantung dari kiriman
uang pengusaha Inggris keturunan Jerman Friedrich Engels. Pertemuan
dengan Engels terjadi tahun saat Marx tinggal di Paris dan mengarang
tulisannya yang berjudul `The Economist and Philosphocal Manuscript
of 1844". Tulisannya ini tak pernah diterbitkan sampai ia wafat
tahun 1881. Saat di Jerman ia terlibat gerakan radikal yang membuat
jalur pembuka bagi organisasi liberal untuk mengkritik monarki dan
mempercepat proses industri di Jerman. Suatu saat saat ia membaca
artikel Friedrich Engels yang bertajuk ` The Condition of the
Working Class in England in 1844' Marx merasa tertarik akan gagasan
Engels. Di titik inilah kemudian hari ahli sejarah
memperdebatkan `siapa mengkomuniskan siapa' Marx mengkomuniskan
Engels atau Engels mengkomuniskan Marx?. Hanya saja sejak
perkenalannya dengan F. Engels, Marx diarahkan oleh Engels untuk
mempelajari ekonomi politik. Marx dan Engels adalah ahli polemik.
Mereka berdua bekerjasama menyusun buku Critique of critical critic
(judul aslinya `The Holy family'). Awal menuju puncak karyanya
adalah tulisan Marx yang berjudul `The Communist Manifesto' yang
versi Inggrisnya berjumlah 150 halaman. Di Baris terakhir dari
tulisannya itu adalah yang paling terkenal di dunia dan merupakan
kata-kata yang paling banyak memiliki inspirasi bagi gerakan
penentangan Kapitalis, bunyinya begini :

"Hantu sedang membayangi Eropa � Hantu Komunisme. Sejarah masyarakat
sekarang adalah sejarah perjuangan kelas. Jadikanlah kelas borjuis
tergetar ketakutan menghadapi kebangkitan kaum proletar yang bersiap
dengan revolusinya. Proletariat tak akan kehilangan apapun selain
belenggu mereka. Mereka akan menang. KAUM BURUH DUNIA BERSATULAH.
(The Communist Manifesto 1848)". Kata-kata paling akhir menjadi
jargon terkenal dan membuat orang terinspirasi untuk menghilangkan
penindasan.

Di Indonesia sendiri pemikiran Marx menjadi landasan penting dalam
menentang kolonialisme yang ujung-ujungnya adalah kapitalisme.
Sukarno sering berkata dalam pidatonya "Fase terakhir kolonialisme
adalah kapitalisme" atau " Exploitation des l'homme par l'homme"
jelas pemikiran Sukarno sangat dipengaruhi Marx begitu juga dengan
tokoh pergerakan kemerdekaan yang lain seperti : Hatta, Sjahrir, Tan
Malaka dll. Hanya saja pemikiran Marxian di Indonesia selalu
disamakan dengan Komunisme baik versi Stalin atau Mao Tse Tung yang
dijewantahkan dalam PKI - sebuah nama notorius dalam sejarah
Indonesia modern. Padahal Marxism itu mencakup bidang yang sangat
luas dan lintas disiplin ilmu. Percaya atau tidak buku Das Kapital
jarang sekali dibaca oleh kaum komunis orthodox yang doyan nindas
dan membasmi lawan-lawan politiknya. Kaum komunis di Uni Soviet
malah jarang sekali membahas buku Marx, Das Kapital yang isinya
rumit itu justru menjadi barang sakral. Di RRC malah Das Kapital
tidak dikenal, para petani disana cukup Baca buku saku merah `The
Red Book' karangan ketua Mao maka hop..labu panenan menjadi besar.
Petani-petani di RRC seakan-akan menganggap buku merah merupakan
jimat ketimbang dasar-dasar filsafat inilah akibatnya sistem
dogmatis dan tidak menghargai kemanusiaan sehingga manusia dijauhkan
dalam hal-hal yang rasional (Di Indonesia sendiri pembahasan Das
Kapital hanya masuk di dalam catatan kaki tulisan DN Aidit). Das
Kapital malah ramai pembahasannya di negara bebas seperti Amerika
Serikat dan Inggris. Malah di Inggris studi ilmu politik yang
membahas pemikiran Marx adalah yang paling maju sedunia, inilah
kenapa Budiman Sudjatmiko aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD)
yang kini meloncat ke PDI-P melanjutkan pendidikan di Inggris untuk
mempelajari Marxism. Ada kejadian lucu terhadap sikap dogmatis kaum
komunis terhadap ajaran Marx, yaitu sifatnya yang anti revisi. Kaum
komunis garis keras justru lebih membenci orang-orang revisionis
ketimbang borjuis komprador. Dalam sejarah Komunisme kaum revisionis
kerap ditudingkan pada Trotsky, Liu Shao Chi, Tan Malaka dan Tito.
Kedua nama terakhir menerapkan apa yang disebut Komunisme Nasional
inilah kenapa Partai Murba yang berdasarkan komunisme nasional yang
didirikan Tan Malaka (dengan tokoh-tokohnya yang lain seperti :
Mohammad Yamin, Adam Malik, dan Chaerul Saleh) jauh lebih dibenci
PKI ketimbang Partai Agama seperti Masjumi atau NU. Marx sendiri di
akhir hidupnya mendapat kritikan karena dianggap revisionis. Kata-
Katanya yang terkenal ketika dia bingung tentang serangan orang akan
pendapatnya...dia berkata "Kalo begitu aku bukan Marxis" .....

Saya sendiri membaca buku Das Kapital edisi bahasa Inggris yang
berjudul `Capital' sudah lama sekali sekitar akhir tahun 80-an. Buku
kalau tak salah terbitan Amerika Serikat, penerbitnya `Penguin'
tahun 1976. Jujur saja mungkin karena masih SMP pikiran Marx tidak
masuk ke otak, jadi bacanya ndak selesai-selesai. Saya masih ingat
saingan Das Kapital untuk bacaan saya yang jauh lebih impresif waktu
itu `Di Bawah Bendera Revolusi' sebuah buku kumpulan karya Presiden
Sukarno sejak ia masih muda. Yang menarik dalam DBBR itu adalah
bab `Indonesia Menggugat', Sukarno menuliskan detil angka-angka
statistik tanpa referensi rupanya ingatan Sukarno seperti
fotografis, ia menulis `Indonesia Menggugat' saat di penjara
Banceuy, Bandung. Dengan alasnya kaleng tempat buang air. Dan
menulis sambil duduk bersila. Ingatan Bung Karno sama persis dengan
ingatan Tan Malaka yang merinci detil daftar statistik untuk argumen-
argumennya dalam Madilog di sebuah kampung becek pojok Cililitan.

Kembali ke Das Kapital tadi, terjemahan Das Kapital dalam bahasa
Indonesia baru ada tahun 2004 penterjemahnya temannya Pram di
penjara Buru Oey Hay Djoen, rupanya ndak Indonesia... ndak Inggris
isinya sama-sama rumit. Dijamin jauh lebih mudah memahami textbook
kapitalis daripada textbook Marxisme itu. Apalagi bab pertamanya
yang mambahas hakikat benda, nilai surplus, dan nilai mata uang yang
sangat-sangat abstrak. Tapi selepas dari bagian pertama, isi Das
Kapital justru membahas kejadian sehari-hari kehidupan buruh di
Inggris. Marx adalah penulis dengan kualitas sastra yang bagus,
detil dan memiliki banyak referensi di kepalanya yang sanggup ia
hubung-hubungkan satu sama lain dan membentuk suatu kesimpulan baru.
Namun diluar konteks sastranya yang luar biasa menurut saya ada
kelemahan dalam Das Kapital, pernyataannya sederhana saja `Bila
konsepnya susah bagaimana menjalankannya?' Rupanya perenungan ala
Eropa (apalagi Jerman dikenal kaum filsafatnya gemar berpikir
terlalu rumit) jauh lebih berpengaruh pada isi Das Kapital.
Bandingkan dengan pragmatisme Amerika yang ada pada buku textbook
Samuelson. Terlepas dari rumit dan utopisnya karya Marx ini, setidak-
tidaknya Marx menciptakan kata-kata yang paling berpengaruh dalam
pemikiran ekonomi seperti : nilai surplus, kapitalisme, proletariat,
borjuis, vulgar economics (yang kerap dinisbahkan pada Bastiat),
monopoli dan banyak lagi termasuk reproduksi.

- Segui il lo corso , e lascia dir le genti
(Jalan terus, Biarkan mereka menggerutu !!!!)
(dante alighieri,sastrawan Italia 1261-1321)
Itulah kata pembuka Marx untuk bukunya `Das Kapital'.


ANTON

No comments: