Wednesday, 3 October 2007

Persekutuan Suci : PDIP- PKS

Persekutuan Suci : PDIP- PKS
Sebuah Alternatif Kongsi Politik Ideal
Untuk Membangun Kekuatan
Anti Imperialisme � Kapitalisme Amerika

Oleh ANTON

Jembatan Golkar-PDIP dengan mediatornya Surya Paloh sudah menjadi
keniscayaan politik. Kita tinggal tunggu waktu melihat penyusunan
bangunan persekutuannya. Namun Golkar sekali lagi harus diingatkan
tidak memiliki basis ideologi yang kuat. Nasionalisme Golkar sejauh
ini adalah : nasionalisme Suhartorian, yang berbasis pada : semata-
mata kepentingan kekuasaan, nasionalisme berwatak PNI gaya baru dan
bukan Nasionalisme Sukarnois yang berwatak Marxist dan Merdeka
(baca : Anti Kapitalisme dan Imperialisme). PDIP bagaimanapun
penyimpangannya dari ajaran Sukarnois yang terjadi di tubuh PDIP
masih bisa dieliminir karena PDIP memiliki massa fanatik yang
memiliki dasar kecintaan pada Bung Karno ini artinya massa itu
berpotensial dengan setia mempelajari ajaran Bung Karno dan mengerti
maksud Bung Karno dengan Nasakom dan jargon-jargon lain yang
dibelanya sampai mati.

Sementara Indonesia juga terpengaruh globalisasi dengan tumbuhnya
partai Islam modern yang begitu fenomenal PKS. Partai Keadilan
Sejahtera merupakan puncak dari keberhasilan modernisasi Islam di
Indonesia lewat generasi mudanya. PKS adalah partai politik besar
yang tidak mengidentifikasi dengan sejarah masa lalu. Tidak juga
dengan Masyumi, yang sudah diklaim masuk wilayah Partai Bulan
Bintang yang ternyata kinerja PBB lebih menunjukkan tidak kuatnya
basis ideologi Islam modern seperti yang pernah ditunjukkan dengan
hebat oleh Natsir-Prawito Mangkusasmito-Roem. Sementara Partai
Kebangkitan Bangsa pimpinan Gus Dur tetap bermain di wilayah Jawa
Timur dan mengusung kekuatan budaya Indonesia serta menjaga tradisi
Indonesia tidak retak namun secara skala PKB belum terbukti
mengalami perluasan pengaruh sebagaimana halnya dengan PKS yang
semangkin hari, semangkin memperluas basis-basis politiknya. Namun
PKB harus tetap diakui sebagai Partai yang memiliki warna ideologi
jelas, anak kandung kebudayaan modern bila dilihat dari kesetiaan
mereka menjaga pemikiran Gus Dur, dan menjadi partai perekat
diantara partai-partai besar. Yang mengenaskan adalah Partai Amanat
Nasional (PAN) yang sempat begitu kuat mewarnai peta politik
Indonesia namun sejarah membuktikan PAN bukan anak kandung
Muhammadiyah, di tahun-tahun depan warna ideologis PAN semangkin
kabur. PAN juga gagal menempatkan dirinya sebagai motor pembaharuan,
kiprah generasi muda PAN kurang berbunyi ketimbang Angkatan Muda
Muhammadiyah yang sudah mulai mengimbangi progresivitas intelektual
kaum muda NU. ( dulu generasi Amen Rais cs ketinggalan jauh dengan
Gus Dur cs dalam memahami revitalisasi ideologi dalam gagasan post
modernisme, Amien Rais cs di tahun 80-an malah terjebak pada
kekaguman Islam fundamentalisme terutama tumbuhnya Revolusi Iran,
sementara Gus Dur sudah bermain pada penolakannya terhadap rekayasa-
rekayasa budaya bentukan Kapital, maka dulu terkenal ungkapan `NU
dibawah Gus Dur adalah Modern, yang tradisionalis malah
Muhammadiyah') Generasi muda PAN hanyalah sebarisan artis-artis
spectacle, sementara generasi muda PKB adalah macan-macan
intelektual yang tahu persoalan masyarakat dan kerap berhadapan
dengan sikap ekslusifitas Islam.

Sementara PPP di Pemilu-Pemilu mendatang sudah layak masuk laci
sejarah dan menjadi kenangan manis bahwa dulu PPP pernah ada
keberanian melawan kekuasaan Orde Baru lewat tangan Rhoma Irama di
lapangan banteng, atau kenekatan John Naro yang pernah mau jadi
Wakil Presiden. PPP adalah masa lalu partai Islam dan PKS adalah
masa depan partai Islam, masa depan adalah tanah liat yang rupanya
bisa dibentuk hari demi hari, sementara masa lampau adalah batu
cadas yang tak bisa kita rubah apapun.

PKS sendiri jarang masuk ke wilayah sensitif dimana sering terjadi
benturan antara NU dengan kelompok fanatik garis keras. Untuk
menyalurkan energi PKS terus menerus menyoroti masalah Palestina,
hal ini merupakan pendidikan politik yang sangat cantik dari
pemimpin PKS bagi kadernya, karena dengan melihat masalah Palestina
kader-kader PKS diberi tahu bagaimana sikap Amerika sesungguhnya
bila kepentingan Kapital-nya tersentuh. Palestina adalah aquarium
raksasa untuk melihat contoh kebiadaban Amerika dalam menegakkan
imperium kapitalisnya.

Sejarah selalu mengajarkan kita pada banyak hal dan sejarah
Indonesia memberi kita banyak pelajaran tentang penjajahan bangsa
kita yang sampai saat ini belum selesai. Imperialisme Amerika
Serikat dengan ideologi pasar bebas dan pemikiran Neo Liberal
merupakan pembodohan luar biasa ini sama saja dengan pertarungan
antara : Tukang Buah Pondok Labu dengan Carrefour dalam lomba
bisnis. Jelas kita akan diperbudak seraya kekayaan alam kita
dikuras habis-habisan. Yang kita lakukan saat ini sebagai anak
bangsa Indonesia adalah melakukan cara terbaik untuk mengusir
Imperialisme Amerika dan Kapitalisme-nya lalu membangun bangunan
bawah Indonesia dengan nilai-nilai yang sudah disepakati oleh
pendiri bangsa ini, Sosialisme. Lalu apakah elemen-elemen bangsa ini
bisa bersatu di bawah Sosialisme terutama kaum Islam dan Nasionalis
maka kita coba periksa sisi historisnya (menarik akar Sosialisme-
nya) lalu mencari pola-polanya kemudian membentuk sedikit gambaran
untuk masa depan Indonesia.

Kebetulan sekali saat ini Amerika Serikat dipimpin rezim dungu yang
tidak pintar mengelabui tujuan-tujuan politiknya. Dulu AS selalu
cerdik memanipulasi watak imperialisnya dibawah Lyndon B. Johnson
(LBJ), Richard Nixon, Ronald Reagan atau Clinton. Apa yang dilakukan
Bush, Jr saat ini membuka mata dunia bahwa ajaran-ajaran Amerika
tentang humanisme, demokrasi atau kebebasan merupakan subordinasi
dari kepentingan kapitalis menguasai dunia. Kebetulan sekali dengan
prinsip transisi diktatorial Komunisme demokrasi tidak diperkenankan
karena akan merusak tatanan masyarakatnya, dititik inilah Amerika
bermain. Dan dengan Glasnost hancurlah Uni Soviet yang ada adalah
Russia dengan sistem politik yang kacau dibawah Boris Yeltsin, namun
tampaknya mulai sedikit pulih dengan hadirnya Vladimir Putin
memberesi warisan kehancuran Gorbachev.

Dunia yang kita saksikan sekarang ini sudah diramalkan Sukarno jauh-
jauh hari. Imperialisme jenis baru dan kolonialisme yang modern
sudah dibaca Sukarno, Nekolim akan menjadi gelombang penindasan masa
depan. Dia-lah satu-satunya pemimpin di dunia ini yang berteriak :
Hancurkan Nekolim..Hancurkan Nekolim...!!!, Neo Kolonialisme
Imperialisme dan karena pikirannya jauh lebih maju daripada orang-
orang sejamannya maka ia ditertawakan. Sumber-sumber utama ekonomi
Nekolim tidak akan berubah yaitu : Negara-Negara dunia ketiga yang
memiliki sumber daya alam melimpah luar biasa : Afrika-Asia dan
Amerika Latin. Negara-negara inilah yang kemudian pernah dihimpun
dan dibangun imajinasinya oleh Sukarno agar kuat dan menyusun
barisan atas nama : (New Emerging Forces, gedung Nefo masih kita
saksikan yaitu; Gedung MPR/DPR). Namun coba anda perhatikan semua
negara-negara dunia ketiga selalu menjadi ajang kudeta dan
dimenangkan oleh kelompok yang berpihak pada kapitalisme Liberal
atas nama demokrasi atau kudeta bersenjata. Satu-satunya cara untuk
menghindari virus jahat harus melakukan situasi politik yang tidak
menyenangkan yaitu : Mengisolir diri seperti apa yang dilakukan
Junta Militer Myanmar dan Rezim Kim Il Sung. Di dua negara ini
libido Amerika bangkit untuk menembus negara ini. Tujuannya hanya
satu : Kuras sumber daya alamnya!.

Iran yang diuntungkan dengan Revolusi Iran 1978 dan pengaruh moderat
dari intelektual Iran warisan kejayaan Parsia tidak terjebak pada
rezim isolir malah menjadi model kekuatan melawan Amerika. Sumber
daya Iran tidak bisa dijadikan mainan kapitalis-kapitalis Amerika
karena kuatnya benteng pertahanan Iran. Isu senjata Nuklir (- dimana
pemerintahan SBY mengkhianati mayoritas rakyatnya dengan
menjadi `Pak Turut' bagi Bush dalam rencana jahatnya menghajar Iran -
) merupakan isu kuat untuk menembus Iran sembari Amerika terus
menerus menanamkan investasi minyaknya dengan pendanaan ribuan nyawa
serdadu AS di Irak yang jadi korban dan ketukan palu Kongres AS
untuk terus menyetujui Bush menghambur-hamburkan uang rakyatnya demi
masa depan kapitalis Amerika yang masih sangat tergantung pada
Minyak. Sudah enam ratus milyar dollar dana dihabiskan pemerintahan
Bush untuk proyek Irak-nya, ini berarti Bush/pemerintahan AS
berikutnya akan dikejar setoran untuk menggenjot sumber daya Irak
minimal sepuluh atau seratus kalinya dari modal yang ditanamkan.
Bila hanya mengandalkan dari Irak maka akan sulit dan lama balik
modal, untuk itu AS menginginkan sebuah negara yang telah memenuhi
syarat-syarat untuk dimusuhi namun sudah memiliki infrastruktur
bagus dan tidak yang lebih baik memenuhi syarat-syarat ini kecuali
Iran. Penyerbuan ke Iran cuma soal waktu.

Iran-Irak adalah langkah pertama Bush untuk menancapkan imperialisme
vulgar mereka. Terbukti imperialisme cara halus tidak efektif dan
malah menjadikan wilayah Timur Tengah bara ganas yang panasnya
sering menyulut kemarahan masyarakat dunia. Pembukaan agen
Imperialis Israel yang didirikan oleh Balfour dan kemudian menjadi
pusat imperialisme Amerika di Timur Tengah sudah gagal memenuhi
harapan Amerika. Karena Israel sering terjebak pada isu-isu
humanisme persaudaraan ketimbang sensitivitas kapital. Bila Israel
menjadi lunak maka kepentingan Amerika menjadi semangkin tertinggal.
Tumbuhnya kekuatan-kekuatan radikal Islam yang semangkin berani
mati, kesadaran baru di negara-negara Timur Tengah bahwa akar
konflik bukanlah Arab-Yahudi seperti propaganda terselubung Amerika
tetapi murni kepentingan kapitalis Amerika dan menguatnya jaringan
Islam modern yang klop dengan sistem demokrasi membuat Amerika terus
melakukan langkah vulgar. Bila nantinya Iran sudah dibredel maka
Turki, Lebanon dan Suriah tinggal tunggu giliran.

Tendensi Kapitalis Liberal dan keagresivitasannya dalam memperlebar
imperium jenis baru mendorong Sukarno bersekutu dengan negara-negara
kiri. Tapi perlu diingat persekutuan suci Sukarno dengan Uni Soviet
lalu RRC merupakan persekutuan yang tidak menjual harga diri bangsa.
Persekutuan itu menghasilkan bangunan-bangunan megah yang dibangun
oleh Bung Karno dan masih menjadi roh bangsa Indonesia sampai saat
ini seperti : Monas, Gelora Bung Karno, Gedung MPR/DPR dan Patung-
Patung yang bernuansa pembebasan. Bung Karno sendiri memperkuat
angkatan bersenjata yang selama sejarah Indonesia belum pernah
sekuat di jaman Bung Karno. Saat itu ada kebanggaan menjadi orang
Indonesia. Namun setelah Gerakan Untung porak poranda-lah Indonesia
Raya. Gerakan Untung lebih mirip novel-novel detektif Amerika yang
datar, penuh intrik dan ringan ketimbang Gelora Revolusi Sukarno
dimana cerita-romantikanya mengingatkan kita pada : novel-novel
bermutu Russia.

Namun Gerakan Untung itulah yang melahirkan sistem Neo Imperialisme
dan Kolonialisme yaitu : Negara Orde Baru dimana sebagai
penyokongnya adalah Junta Militer Angkatan Darat yang disponsori
Amerika. Gerakan Untung yang bertransformasi menjadi Junta Militer
kemudian bertranformasi lagi menjadi Junta Kapital menjadikan
Indonesia sebagai `sumber utama logistik Amerika'. Kekayaan yang
melimpah dan penduduknya yang senang berkelahi (Inilah kenapa Bung
Karno selalu mementingkan persatuan diatas segala-galanya)
menjadikan Amerika sangat mudah menaklukkan Indonesia semudah Negara
Belanda yang mungil itu menaklukkan Nusantara. Satu-satunya musuh
besar kepentingan Imperialisme Amerika adalah `kesadaran dari bangsa
ini bahwa mereka masih dijajah' dan kesadaran-kesadaran itu dibangun
dengan mengkoreksi dari awal mula akar masalahnya, yaitu : Kapital.


Angin Pembaharuan Dari Kaum Sosialis-Intelektuial

Kaum yang paling banyak memperoleh penyadaran Kapital sebagai akar
masalah di Indonesia adalah intelektual-intelektual yang sangat
memahami kritik atas Kapital murni yang dicetuskan oleh Karl Marx,
mereka ini dibesarkan dalam kultur barat dan dulu pernah menjadi
penentang otoriter Sukarno dan mendukung Orde Baru. Namun saat
mereka menentang pemerintahan Otoriter Sukarno mereka belum
tersadarkan bahwa jalan otoriter harus ditempuh untuk membentengi
dari pengaruh liar barat. Amerika selalu menggunakan Pasukan Marinir
Kapitalis, Pendarat-Pemukul Kapitalis dan Infanteri Organik
Kapitalis. Yang dimaksud Marinir Kapitalis adalah pasukan bermusik,
kebudayaan massa, kebebasan berpendapat dan gaya hidup. Inilah
pasukan yang mendarat duluan di ranah dunia ketiga yang dicap
tertutup. Pengaruh-pengaruh liar kebebasan barat menjadi penggoda
kaum muda Indonesia dan menghasilkan kesadaran palsu bahwa : Di
bawah Sukarno mereka merasa terjajah. Setelah kaum Marinir
Kapitalis selesai melakukan pendaratan dan menguasai pantai, maka
masuklah pasukan pemukul dan pengejut (Stuurmtroops) mereka ini
adalah Agen-Agen CIA terlatih, negosiator-negosiator ekonomi dan
antek-antek IMF. Merekalah yang dengan cepat dan mengejutkan memukul
kekuatan anti Amerika juga merekayasa segala bentuk konflik politik.
Misi utama pasukan pemukul adalah mendirikan pemerintahan baru yang
pro kapitalis liberal dan berorientasi Amerika. Setelah tugas
pasukan pemukul selesai barulah datang ribuan ekpatriat kapitalis
dengan tumpukan kontrak menekan pemerintahan yang sudah jadi boneka
CIA untuk teken kontrak maka : dikuraslah sumber-sumber kekayaan
Negara korban. Perusahaan-perusahaan asing ini adalah Pasukan
Infanteri organik yang mengontrol kolonialisasi tanah jajahan. Dan
Indonesia menjadi korban yang sering dicontohkan oleh CIA dan
Washington sebagai buah manis perjuangan politik luar negeri Amerika.

Coba anda perhatikan dan terus pelajari deretan tambang-tambang kita
yang sudah kita hapal sejak SD dalam mata pelajaran IPS. Semuanya
punya asing, kalaupun dimiliki oleh Negara sebagai BUMN
keuntungannya hanya disalurkan kepada kaum komprador kapitalis
ya..pejabat-pejabat BUMN itu yang kekayaannya Aujubilah..!!

Nah, kelompok intelektual tadi yang sudah mengerti akar
permasalahannya adalah : kapital, semangkin disadarkan kembali oleh
gerakan pembaharuan di Amerika dan Eropa dimana timbul protes Perang
Anti Vietnam oleh The Flower Generation dan Revolusi Mahasiswa Paris
1968 yang dimotori New Left Movement (Gerakan Kiri Baru). New Left
sendiri berdiri dengan mengkoreksi sistem komunis stalinis dan
menggali filsafat Karl Marx dengan lebih hati-hati lalu mereka
menemukan bahwa inti ajaran Karl Marx adalah pembebasan manusia. Apa
yang dilakukan Amerika terhadap Vietnam merupakan contoh bahwa
Amerika ingin menembus satu-satunya benteng Nasionalis di Asia
Tenggara yang tidak takluk setelah mereka berhasil menghancurkan
benteng Nasionalis raksasa Sukarno lewat tangan Suharto dan
komplotannya. Namun malang bagi Amerika, Vietnam tidak memiliki
pengkhianat seperti Komplotan Suharto. Vietnam adalah Benteng Alamo
di Asia Tenggara yang tak pernah takluk satu centimeter pun. Para
pemimpin Vietnam dengan cermat mempelajari kegagalan-kegagalan
Indonesia yang tunduk kepada Amerika setelah kejatuhan Bung Karno.
Terbukti tidak satupun tambang-tambang kekayaan Vietnam dikangkangi
Amerika. Perang Vietnam semangkin memperkuat keyakinan bahwa
Imperialisme Amerika merupakan bahaya masa depan maka untuk itu
perlu di rem atau dihancurkan pelan-pelan oleh gerakan intelektual
kiri. Namun sayang selama dekade 1975-2001 kemenangan mutlak ada di
tangan kaum kapitalis liberalis.

Tapi tidak selamanya kaum penentang Imperialis-Kapitalis itu
terkubur dalam makam-makam sejarah. Mereka bangkit kembali. Bangkit
bukan karena adanya pendidikan jenis baru anti Kapital, tapi mereka
bangkit ternyata Kapitalis-Liberal membawa penindasan yang dahsyat
bagi kemanusiaan �kebanyakan generasi baru anti Kapitalis Amerika
bukan merupakan kader kekuatan anti Kapital seperti Komunisme, namun
mereka anak kandung Kapitalis Liberalis yang melihat dengan langsung
kebrutalan kaum kapitalis mengeksploitasi kemanusiaan - . Seandainya
ada kabar bahwa Kapitalis-Liberal itu ideologi bermutu yang membawa
kemakmuran, harus diperiksa dulu darimana kabar itu berada. Di era
1980-an, puncak kejayaan Kapitalis Liberal kuncinya terletak pada
kemampuan mereka mengendalikan dunia informasi. (Ini seperti kisah
pada hari-hari setelah 1 Oktober 1965, dimana semua surat kabar
dibredel tapi tidak Harian Angkatan Bersenjata dan Harian Rakyat
koran afiliasi PKI (!) � hal ini ditunjukkan agar PKI menjadi jelas
mendukung Gerakan Untung dengan editorial Harian Rakyat sementara
Angkatan Darat menolak Untung, jadi tidak ada warna abu-abu atau
warna netral seperti misalnya dari Harian Kompas seandainya Kompas
dibolehkan terbit). Propaganda CIA dan kapitalisme jauh lebih maju
dari mesin propaganda Komunisme atau propaganda kelompok anti
Kapitalis. Pidato-Pidato Bung Karno sempat menjadi benteng terbesar
melawan propaganda barat, tapi suara Bung Karno lamat-lamat hilang
dilawan oleh piringan-piringan hitam lagu Beatles. Kaum kelas
menengah-atas kemudian menguasai dunia informasi, mereka adalah kaum
yang diuntungkan oleh kapitalis barat yang semangkin menyempurnakan
dirinya. Pelan-pelan identifikasi kebangsaan luntur digantikan
menjadi identifikasi ke-Amerika-an (ini sama saja dengan kakek
nenek kita dulu yang merasa terdidik lalu menjadi ke-Belanda-
Belandaan-), namun ketika orang kita masuk ke negara Amerika
ironisnya kita hanyalah warga negara kelas dua. Transformasi
identifikasi menjadi manusia-manusia barat merupakan langkah cuci
otak kaum kapitalis untuk menjadikan mereka leluasa terus menerus
mengeruk kekayaan sumber daya alam Indonesia. Adalah suatu yang
janggal bila kita tidak merasakan negara ini dikuras habis-habisan.
Lihat saja Kalimantan, begitu giat pengurasan Sumber daya alamnya,
tapi kehidupan ekonomi masyarakat Kalimantan sungguh terkebelakang.
Ini beda misalnya ketika ditemukan tambang batu bara di Texas atau
sumber kayu di Dakota maka yang terjadi adalah modernisasi luar
biasa wilayah-wilayah tambang. Tapi bila itu terjadi di negara dunia
ketiga haram hukumnya menjadikan modernisasi di wilayah tambang,
kalau perlu wilayah itu dibiarkan rusak (hal ini dilakukan agar
tidak ada kesadaran politis bagi kaum pribumi bahwa tambang itu
menguntungkan malah membawa bencana juga tidak adanya kesadaran
untuk mengklaim wilayah-wilayah yang sesungguhnya hak waris mereka).
Modernisasi hanya terjadi dimana terdapat sarang komprador
kapitalis, dalam hal ini di Indonesia sarangnya ada di Jakarta.
Sarang itu dimodernisir agar timbul kesadaran palsu bahwa yang
membawa kemakmuran adalah kapitalis barat bukan Nasionalis Sukarno.

Namun apapun niat jahat selalu akan menghasilkan kontradiksi yang
bisa menghancurkan aplikasi dari niat jahat itu. Kapitalisme
mengandung kontradiksi-kontradiksinya. Yang pertama, sistem
Kapitalis hanya menguntungkan kaum kapitalis diluar kelas kapitalis
adalah objek-objek sejarah. Sehingga kemiskinan massal, pembodohan
dan kelaparan seperti buah cinta Orde Baru dengan Kapitalis Liberal
yang terjadi di Indonesia. Yang kedua, Kapitalis Liberal menciptakan
kemajuan-kemajuan teknologi yang dahsyat. Salah satu kemajuannya
adalah Teknologi Informasi termasuk Internet. Revolusi Teknologi
Bill Gates dan Jaringan Internet membawa dunia pada realitas baru,
realitas tidak adanya peluang penyembunyian informasi. Keterbukaan
informasi inilah yang kemudian semangkin menyadarkan bahwa Kapitalis
adalah sistem busuk yang harus segera dihancurkan. Katalisator
penjatuhan rezim Suharto sendiri berawal dari gerakan-gerakan
penyadaran kebohongan Suharto terhadap peristiwa G 30 S dan
konspirasinya yang membawa kematian terhadap jutaan nyawa bangsa
Indonesia hanya untuk membangun sistem Nekolim. Penyadaran ini
banyak di baca pada Milis-Milis internet (yang mulai marak tahun
1996) dan melahirkan dimensi tokoh-tokoh sejarah baru diluar
sejarawan resmi Orde Baru. Penutur Milis seperti : Sobron Aidit,
Umar Said, Harsutedjo, Hersri, Ben Anderson, Ruth Mc Vey atau
tulisan-tulisan diluar mainstream sejarah resmi yang ditulis ke
dalam website seperti tulisan-tulisan : Pramoedya Ananta Toer,
Soebandrio, AM Hanafi, Asahan Aidit, Oey Han Djoen, Siauw Giok
Tjhan, Oei Tjoe Tat, Chaerul Saleh, Tan Malaka dan banyak penulis
yang dulunya mengalami pengurungan di jaman Orde Baru melengkapi
perlawanan intelektual muda berwawasan luas yang tidak dikurung Orde
Baru seperti : Arif Budiman, Dawam Rahardjo, Nurcholis Madjid, Gus
Dur, Sri Bintang Pamungkas, Ignas Kleden, Goenawan Mohammad, Wimar
Witoelar, Daniel Dhakidae, Sjahrir, Onghokham dan tentunya Soe Hok
Gie. Dimensi yang semangkin luas inilah yang kemudian menyadarkan
pada generasi muda Indonesia di akhir abad 20 bahwa Orde Baru
bukanlah satu-satunya kebenaran (ini mengejutkan mereka karena sejak
usia 9-10 tahun mereka sudah di doktrin kebenaran Orde Baru lewat
mata pelajaran PMP). Orde Baru semangkin tahun semangkin kelihatan
busuknya puncaknya adalah penghancuran PDI Megawati dengan
melibatkan militer.

New Left Dalam Nasionalisme Indonesia

Gerakan Kiri Baru berkembang dalam negara-negara yang bukan penganut
komunisme. Mereka disadarkan bahwa tujuan Karl Marx sudah disalah
artikan oleh diktator proletariat yang berkuasa terlalu lama dan
terjebak pada etatisme dengan kata lain diktator proletariat yang
diciptakan Stalin merupakan sisi mata uang yang sama dengan
Pemerintahan Diktator Kapitalis kanan. Angin pembebasan namun tidak
terjebak lagi pada kapitalisme dan Stalinis menjadi agenda utama
gerakan pembaharuan di Indonesia yang juga berorientasi Kiri Baru
(New Left) sebagai dampak pengaruh revolusi mahasiswa di Paris 1968.
Gerakan ini dimulai pada tahun 1970 dan puncaknya meledak pada
peristiwa Malari 1974 dimana Agen-Agen Ali Murtopo kemudian
memancing gerakan ke arah kekacauan sosial sehingga bibit-bibit
intelektualitas bisa dipadamkan dengan kekuatan senjata. Selama
bibit-bibit intelektualitas itu masih dalam taraf persemaian
intelektual junta militer tidak berhak melibas mereka karena pasti
dapat tekanan dunia internasional. Maka dengan lihai para agen-agen
Opsus mengembangkan sebuah opini seakan-akan gerakan mahasiswa yang
menolak korupsi dan penyelundupan merupakan gong pembuka pertarungan
kekuasaan di level atas. Dalam opini yang berkembang pada awal tahun
70-an Suharto terancam oleh Jenderal yang kurang begitu ngerti
politik namun jago tempur dan loyal, Jenderal Sumitro yang juga
didukung oleh Jenderal Sutopo Juwono (Kabakin) dan sederetan mantan
elite militer yang tidak puas terhadap Suharto. Untuk mengeliminir
kekuatan itu Suharto justru terkesan berdiam diri dan yang ribut
adalah Ali Murtopo, disinilah Suharto dengan kecerdikannya bersih
dari pertarungan yang tidak pantas dimasukinya, sekaligus
menghancurkan tiga kekuatan yang sesungguhnya merupakan ancaman
besar bagi dirinya : Gerakan Mahasiswa-Sumitro dan Ali Murtopo
mereka terjebak dalam permainan yang sesungguhnya dimulai oleh
mereka sendiri dan menuding ke arah Suharto.

Setelah Malari 1974 kekuatan Sumitro habis terbantai, kekuatan Ali
Murtopo tinggal menunggu kehancurannya dan kemudian diganti oleh LB
Moerdani yang kelak juga merupakan kekuatan ancaman bagi Suharto
sementara gerakan mahasiswa pasca Malari mundur lima puluh tahun
kebelakang.

Dimasa-masa inilah gerakan penyadaran masuk ke fase gerilya.
Penyadaran kepada rakyat pada saat Orde Baru adalah penyadaran bahwa
Orde Baru merupakan sistem yang tidak benar, sistem yang tidak
melahirkan masa depan untuk itu harus segera dijatuhkan. Dan memang
dengan kekuatan besar akhirnya Suharto runtuh. Tapi keruntuhan
Suharto bukanlah semata-mata dari kerja politik kaum intelektual dan
aktivis pemberani tapi lebih dipengaruhi oleh ketidakinginan Amerika
melihat Suharto melanjutkan kekuasaannya, ini dibuktikan ketika
Madeleine Albright Menlu Amerika mengucapkan : "Agar Suharto
mengikuti kehendak sejarahnya..." maka besoknya Suharto turun tahta
dengan tidak terhormat dan separuh memalukan.

Kaum Sosialis yang terpengaruh oleh Post Marxism dalam menyusun
masyarakat baru terperangah melihat begitu besarnya bangunan
kekuasaan Amerika di Indonesia. Namun tidak ada yang tidak bisa di
dunia ini, perjuangan harus terus dilanjutkan. Pada hakikatnya apa
yang Amerika lakukan di Indonesia beserta komprador-kompradornya
(Inggris, Jepang, Australia dan Singapura) merupakan warisan sejarah
kekalahan bangsa kita menahan Imperialisme. Para Imperialis itu
menggunakan tangan-tangan konglomerat yang dipelihara Suharto yang
memegang harta nyaris sama dengan APBN Indonesia, dan terus menerus
mengakumulasi serta mengkonsentrasikan modal sehingga pada suatu
saat nanti bila kaum intelektual, politisi sejati, dan aktivis-
aktivis pemberani tidak waspada maka mutlak Indonesia bisa jatuh ke
tangan saudagar-saudagar. Saat ini sindikasi saudagar sudah mampu
menggunakan figur boneka politik SBY yang berkarakter lemah di
hadapan sindikasi pengusaha yang sesungguhnya merupakan sindikasi
pengusaha kelas menengah (pendukung SBY saat ini hanya dari kelompok
papan menengah yang terafiliasi dengan Kadin dan Jaringan Kalla).
Konglomerasi kelas kakap yang merupakan anak kandung Orde Baru masih
berdiam diri, sebagian dari mereka memang mengharamkan untuk masuk
ke dunia politik namun bila di Indonesia sudah hidup tendensi
Marxisme serta mulai menggugat keberadaan kapital mereka atau mulai
datang barisan-barisan manusia Sosialis berduyun-duyun ke Parlemen
maka kekuatan mereka yang besar akan turun dengan pasukannya
politiknya dan benteng-benteng penolakan untuk masuk ke dalam
susunan masyarakat baru.

Perjuangan generasi muda Sosialisme merupakan kelanjutan perjuangan
yang diwariskan oleh Tan Malaka dan Jenderal Sudirman pada saat
perang kemerdekaan Indonesia 1945-1949 pada saat itu ada sebuah
ikatan bernama Persatuan Perjuangan (PP) yang menghendaki
kemerdekaan 100% bebas dari pengaruh Amerika Serikat dan menolak
campur tangan Sovjet Uni di tanah merdeka Indonesia. Namun
kepentingan politik berkata lain kelompok-kelompok yang dekat dengan
barat dalam hal ini Bung Hatta dan Bung Sjahrir menghendaki agar
segera diselesaikan penyelesaian sengketa politik dengan Belanda
lewat serangkaian perundingan, puncaknya adalah KMB (Konferensi
Medja Boendar) KMB ini memang praktis menghentikan perang tapi
secara politis jangka panjang Indonesia dihadapkan sebuah kenyataan
bahwa kita adalah bangsa yang gampang menyerah. Hal ini membuat
Amerika dan Inggris menelan ludahnya nafsu untuk menguasai Indonesia
dengan cara apapun juga. Dan gerak laju sejarah membuktikan bahwa
pasca 1 Oktober 1965 negara kita jatuh ke tangan asing.

Namun roh perjuangan PP masih hidup di dada anak-anak muda
Indonesia. Kaum Malari 1974 telah mengajarkan pada kita bahwa mereka
bergerak menghancurkan kekuatan asing dalam hal ini Jepang namun
mereka kalah karena terjebak dalam provokasi tingkat tinggi dan
Suharto makin menggila. Namun situasi politik sekarang telah
berubah, politik Indonesia sudah sedemikian terfragmentasi tidak
ada lagi Mahaprabu Suharto dengan kekuasaan absolut, yang ada adalah
segerombolan demagog dengan kekuatan politik yang terpecah-pecah.
Niccolo Machiavelli pernah berkata : - Menguasai negara dimana
sistemnya absolut seperti Turki sangat sulit dan butuh perjuangan
panjang, namun bila dikuasai maka untuk menjalankan pemerintahan
sangatlah mudah, namun menguasai negara dimana sistemnya tidak
absolut karena kekuatannya menyebar di tangan banyak bangsawan
politik seperti di Perancis, menguasainya sangat mudah namun ketika
menjalankan pemerintahannya sungguh sulit -. Inilah yang terjadi di
Indonesia, kekuatan politik sekarang bukan bertumpu pada Suharto dan
Angkatan Darat tapi menyebar kemana-mana. Kaum Nasionalis harus bisa
bekerja sama dengan siapa saja yang memiliki kekuatan politik dan
bercita-cita sama yaitu : berani berhadapan dengan Amerika dan agen-
agen kapital asing yang secara rakus menjarah bumi persada. Termasuk
bersekutu dengan kelompok Islam yang pada dasarnya merupakan agama
yang memiliki watak Sosialisme yang kuat, egaliter, menempatkan
keadilan sebagai prinsip utama menjalani kehidupan dan berani. Islam
juga memiliki warisan sejarah peradaban yang tinggi termasuk
diaspora peradabannya tersebar di Indonesia dan menjadi arus budaya
dominan dalam kehidupan bangsa Indonesia. Islam (Agama),
Nasionalisme dan Sosialisme adalah tiga kekuatan dasar untuk menolak
Kapitalisme asing di Indonesia. Dan menegakkan kemandirian bangsa
untuk tidak tergantung pada bangsa-bangsa lain dan tidak menjadi
bangsa kuli diantara bangsa-bangsa.

Menarik Akar Sejarah Islam dan Sosialisme

Pergerakan politik Islam modern tidak bisa dilepaskan dari akar
persoalannya yaitu : masalah ekonomi. Kekuasaan kolonialis Belanda
yang menerapkan segregasi ras sebagai landasan membentuk jaringan-
jaringan dagang telah menyulitkan tumbuhnya pedagang-pedagang
pribumi yang tangguh juga mengasingkan proses akulturasi budaya
niaga antara bangsa-bangsa di Asia yang sejak lama sudah dilakukan
di Nusantara. Gubernemen Hindia Belanda dengan licik menggunakan
politik `Apartheid' di dalam jaringan niaga Indonesia, dengan
politik ini pula Hindia Belanda secara efektif menghancurkan tiga
anasir yang sudah lama menjadi osmosis budaya di Nusantara : Jawa-
Indonesia, Islam dan Cina. Ketiga anasir inilah yang membentuk
Nusantara sedari mulanya sebagai sebuah wilayah silang budaya. Kaum
Cina diasingkan oleh Belanda dari pergumulan kebangsaan Indonesia,
sementara orang-orang Jawa dibuat sibuk dengan dunianya sendiri yang
agraris dan melahirkan penindasan kelas lewat feodalisme berbasis
kepemilikan tanah sementara Islam diarahkan (atas nasihat Snouck
Horgrounje) hanya jadi `agama masjid' bukan sumber pergerakan
rakyat. �kelak pengarahan Islam yang hanya sebagai `agama masjid'
melahirkan Islam ekslusif yang asing dari persoalan-persoalan
masyarakat -

Islam memang kerap menjadi sumber gerakan radikalisasi namun sebelum
berdirinya Sarekat Islam, Islam hanya dijadikan rujukan gerakan-
gerakan yang sifatnya mesianisme, milenarisme,nativisme, revivalisme
dan suksesi-suksesi Keraton bukan sebagai gerakan berlandasan
rasional-empiris sebagai zeitgeist (jiwa zaman) modern. Barulah
ketika ada kesadaran bahwa sistem perekonomian Hindia Belanda
melahirkan sistem yang menindas gerakan Islam masuk ke dalam
modernisasi-nya. Adalah pengusaha batik dari Laweyan Solo, Haji
Samanhoedi (tokoh ini masa tua-nya sangat mengenaskan hidup dalam
kemiskinan) sewaktu jayanya berhasil mendirikan banyak cabang-cabang
perusahaan di Surabaya, Banyuwangi, Tulungagung, Bandung dan Tarakan
secara tidak sengaja memasukkan gerakan Islam ke dalam dunia modern.
Haji Samanhudi bersama dengan partner dagangnya : Mas Asmodiredjo,
Mas Kertotaruno, Mas Soemowerdojo dan Mas Haji Abdul Radjak
mendirikan Sarekat Islam (SI) di kota Solo pada tahun 1911. Gerakan
SI ini mengikuti contoh SDI (Sarekat Dagang Islam) yang sudah
berdiri di kota lain seperti : SDI Batavia dan SDI Bogor dimana
pendirinya adalah seorang intelektual muda, eks pegawai gubernemen
dan menerbitken madjalah `Medan Prijaji' (tokoh ini yang
menginspirasikan karakter Minke dalam tetralogi Novel Pram). Sarekat
Islam Solo sendiri berdiri bukan bertujuan mengkonsolidasi kekuatan
dagang pribumi atau masuk ke dalam arena politik, awalnya malah SI
ini hanya sekumpulan `orang-orang yang tidak terdidik' yang
bergabung dalam koempoelan `Rekso Roemekso' (bhs. Jw artinya :
Saling Menjaga), Rekso Roemekso ini merupakan kumpulan ronda untuk
menjaga lingkungan sekitar Laweyan yang pada saat itu merupakan
lingkungan orang-orang kaya di Kota Solo. Anggota-anggota dari Rekso
Roemekso merupakan kerabat, teman-teman dan pengikut Haji Samanhudi
juga terlibat beberapa pegawai rendahan Kasunanan Surakarta yang
sering bertandang ke Pasar Laweyan dan mengenal Haji Samanhudi. Haji
Samanhudi sendiri belum sadar bahwa sebuah perkumpulan harus
memiliki badan hukumnya agar tidak jadi sasaran kecurigaan
gubernemen. Hal itu dinasihatkan oleh Raden Ngabehi Djojomargoso
pegawai Kepatihan kawan dekat Haji Samanhudi ketika bertandang ke
rumah Haji Samanhudi, dia juga menyarankan agar perkumpulan itu
diarahkan menjadi koperasi dagang dan membantu untuk menyusun
anggaran dasar untuk itu Haji Samanhudi dikenalken ke Raden
Marthodarsono eks redaktur Medan Prijaji dan kawan dekat
Tirtoadisoerjo, Raden Martho menyetujui untuk membantu legalisasi
Rekso Roemekso. Suatu saat Polisi datang dan menanyakan tentang
keberadaan Rekso Roemekso, yang menghadap ke Polisi adalah Raden
Marthodarsono dan mengataken Rekso Roemekso merupakan cabang dari
SDI Bogor, barulah pada tahun 1912 Mas Tirtoadisoerjo datang ke Solo
dan membuatkan Anggaran Dasar bagi Sarekat Islam.

Berdirinya SI di Solo dengan didahului Perkumpulan Rekso Roemekso
sesungguhnya merupakan sebuah proses dialektis antara pengusaha Jawa
dengan Pengusaha keturunan Cina. Pada tahun 1911 berdiri Kong Sing
yang beranggotakan orang Jawa dan Cina (tapi mayoritas orang Jawa).
Kemudian Kong Sing pecah menjadi Kong Sing Tjina dan Kong Sing
Djawa. Namun Belanda tidak menyukai adanya persatuan diantara
kalangan Jawa dan Cina. Sesungguhnya kaum peranakan Cina di
Indonesia, hati mereka adalah Indonesia. Mereka bersimpati pada kaum
pribumi. Tapi gejolak di negeri Cina sana masih terus memanggil-
manggil bahwa kaum Cina dimanapun harus bersatu melawan kezaliman.
Perbedaan inilah yang kemudian terus-menerus didengungkan oleh agen-
agen intel Hindia Belanda bahwa kaum Cina bukanlah bagian dari kaum
pribumi, kedudukan mereka lebih tinggi. Namun oleh pemerintah Hindia
Belanda orang-orang Cina ditempatkan pada bidang-bidang yang
dipandang rendah oleh kaum pribumi seperti : Penarik tarif jalan
toll, pajak tanah bahkan pembunga uang yang dikenal secara sinis
oleh kaum pribumi sebagai `Cino Mindring'. Di area kebencian inilah
Belanda bermain. Bermula pada insiden Toko `Sie Dhian Ho' lalu
menjadi bara keributan antara pribumi dan Cina di sekitar Pasar Gede
terjadi perkelahian besar, bahkan 90 prajurit Mangkunegaran menyerbu
pasar Gede untuk mencari orang-orang Cina dan menghantamnya. Hal ini
membuat prihatin Haji Samanhudi dan kawan-kawannya. Maka berdirilah
Rekso Roemekso untuk mengantisipasi keamanan.

Pertikaian Cina-Pribumi pada dunia dagang harus dicari akarnya oleh
Mas Tirtoadisoerjo ditemukan bahwa pertikaian itu dihasilkan karena
sistem masyarakat yang tidak benar. Lalu sekitar tahun 1912 Mas
Tirto ke Pasar Laweyan dan berjumpa dengan Raden Marthodarsono dan
Haji Samanhudi. Pada satu sore di beranda rumah Haji Samanhudi, Mas
Tirto berpendapat bahwa kalangan Islam dalam hal ini adalah Pribumi
harus memiliki organisasinya sendiri yang sadar politik. Pada saat
itu dalam pengertian logika Mas Tirto yang tidak bisa lepas dari
dialektis susunan masyarakat di jamannya, untuk membedakan kalangan
pribumi atau bukan digunakan identifikasi Islam. Islam disini bukan
berpengertian sebagai agama, tapi sebuah identifikasi komunal.
Memang ada pribumi yang beragama kristen. Namun Kekristenan pada
saat itu juga berarti `pembaratan' walaupun dalam kerukunan dan
kebajikan masyarakat Jawa tidak ada perbedaan mencolok antara Islam
dan Kristen. Homogenitas budaya mereka sangat kuat.

Maka berdirilah Sarekat Islam (SI) berdirinya SI ini juga tak lepas
dari semangatnya kaum Cina yang juga merasa tertindas kedudukannya
oleh Belanda. Mereka melihat orang-orang Jepang disamakan
kedudukannnya dengan Belanda, dan anak-anak Cina dilarang sekolah di
sekolah milik Belanda. Untuk itu mereka mendirikan Tiong Hoa Hwee
Koan (THHK) dimana pendidikan dijadikan program utama. THHK inilah
yang menjadi pelopor dan pembawa masyarakat Cina-Indonesia lebih
mengalami modernisasi ketimbang orang-orang pribumi. THHK juga
menjadi inspirasi berdirinya Boedi Oetomo di tahun 1908. Pendirian
Boedi Oetomo membuka jalan untuk berdirinya banyak organisasi
radikal seperti : Indische Partij dimana Doewes Dekker menjadi
tokohnya dan mengangkat harkat kaum mestizo (peranakan Belanda-
Indonesia) yang selama ini dimarginalkan untuk bersatu dengan semua
kalangan. Tapi gerakan-gerakan diatas masih dalam tataran lokal,
hanya SI-lah yang kemudian mendapatkan realitas kemandirian
politiknya dan banyak pengikutnya di seluruh tanah Hindia Belanda.
Sarekat Islam yang dicetuskan pada sore hari di beranda rumah Haji
Samanhudi melahirkan HOS Tjokroaminoto, pemimpin pergerakan terbesar
dalam sejarah Indonesia.

HOS Tjokroaminoto Bapak Sosialisme Indonesia

Tjokroaminoto bukan saja membidani gerakan politik terbesar di
Hindia Belanda, tetapi juga mengenalkan konsep pembebasan bagi
Indonesia dari tangan Belanda. Tjokro mempelajari sejarah
ketertindasan manusia, direnunginya susunan masyarakat Hindia
Belanda dan bagaimana Indonesia ke depan. Kesimpulannya adalah perlu
dilakukan pengkajian yang mendalam tentang Sosialisme. Satu-satunya
jalan melawan penjajahan Belanda adalah menggunakan senjata
Sosialisme. Sosialisme adalah antitesis dari sistem Kapitalisme yang
memperbudak bangsa Indonesia. Kapitalisme telah membawa keberanian
bagi orang-orang Belanda untuk mengarungi samudera dan menindas
bangsa-bangsa lain. Kapitalisme telah meracuni pikiran orang untuk
menjadi kaya dengan cara memperbudak orang lain. Kapitalisme merusak
jiwa manusia dan menjadikan manusia diperbudak oleh benda. Disinilah
lalu Tjokro mencoba menyusun pemikirannya maka lahirlah buku : Islam
dan Sosialisme.

Sebelum lahir buku : Islam dan Sosialisme, Tjokro mempelajari dulu
lebih tekun agama Islam ia membaca : The Spirit of Islam karya Sayid
Ameer Ali, The Ideal Prophet dan Tafsir Al Qur'an karangan Muhammad
Ali, dari kedua buku inilah Tjokro mampu membuat buku `Tarekh
Islam'. Pemikiran-pemikiran Islam ini kemudian direnungi oleh Tjokro
melalui medan dialektika dengan sejarah di jamannya. Ia mencoba
untuk menganalisa sistem Kapitalisme yang menjadi akar penjajahan
bagi bangsanya. Dan ia menemukan untuk merobohkan kapitalisme hanya
dengan sosialisme, seandainya Indonesia merdeka dari Belanda-pun
bila sistem Kapitalisme masih dijalankan dengan sewenang-wenang maka
penjajahan belumlah selesai. Pelaku penjajahan bisa berbeda tapi
intinya sama : Pemilik Modal.

Menjelang kongres Al Islam di Garut, Tjokro menuliskan
artikel : "Apakah Socialisme itu?" dan "Socialisme berdasarkan
Islam". Dari sinilah kemudian Tjokro benar-benar tekun mendalami
Sosialisme dan dari pendalaman itu lahirlah buku fenomenal dari
Tjokro, yaitu : "Islam dan Sosialisme" buku ini menjadi pegangan
bagi anak didik Tjokro dalam memahami makna kemerdekaan terutama
sekali Bung Karno anak didik Tjokro, paling gemilang dan berbintang
terang di masa depan. Untuk meng-upgrade pemahaman kader-kader
partai terhadap kesadaran politik, sosial dan budaya maka dilakukan
kursus-kursus politik bagi kader Partai. Kursus itu bertujuan :
pertama, mempelajari masyarakat Indonesia sendiri dan kedua,
memperdalam pengetahuan mengenai ajaran-ajaran Islam dan mengalami
proses Islamisasi lebih lanjut dan mengetahui lebih baik apa
sebenarnya sosialisme itu. Untuk itu dipanggillah Soerjopranoto
(kakak kandung Ki Hadjar Dewantoro, yang dikenal sebagai `Si Radja
Mogok' karena keberhasilannya mengorganisir pemogokan kaum buruh
untuk memprotes kebijakan pemerintah) untuk mengajarkan sosiologi
bagi kader partai. Lalu ada KH Fachroedin yang membimbing pemahaman
Islam bagi para kader. HOS Tjokroaminoto sendiri memberikan kursus
Sosialisme. Salah satu murid HOS Tjokroaminoto yang kelak menjadi
pemimpin umat besar Islam di Indonesia Buya Hamka mengenang kursus
itu dalam biografi `HOS Tjokroaminoto : Hidup dan Perjuangannnja',
yang disusun oleh Amelz dan diterbitkan Penerbit Bulan Bintang, pada
hal.37 :

"Beliau dalam kursusnya tidak mencela Marx dan Engels, bahkan
berterima kasih pada keduanya, sebab teori Historis Materialisme dan
Engels, -kata beliau-, telah membawa jelasnya bagaimana kesatuan
Sosialisme yang dibawa Nabi Muhammad".

Walaupun dalam buku itu ada pemahaman yang kurang terhadap
Historisme-Materialisme, hal ini karena Tjokro tidak langsung
membaca buku Karl Marx yang saat itu hanya berbahasa asing dan
bahasanya sulit dimengerti. Tjokro membaca dari interpretator-
interpretator Marxian, dalam pendapat Tjokro pemahaman Tjokro bahwa
Historis-Materialisme itu menafikan `semuanya tertuju pada Allah'
dan juga `bertuhankan benda' disini Tjokro agak kurang tepat
memahami Karl Marx tentang apa yang dimaksud Karl Marx. Historis
Materialisme tidak berurusan dengan lapisan-lapisan Metafisika yang
memang di luar pikiran Karl Marx, Marx hanya memusatkan pada sejarah
terbentuknya masyarakat. Metode Materialisme Historis digunakan oleh
Marx sebagai alat analisa untuk memahami hukum-hukum dan realitas
perkembangan masyarakat dari tahap komunal-primitif hingga ke tahap
sosialis berdasarkan postulat bahwa bukanlah kesadaran masyarakat
(yang berwujud paham Metafisik, hukum, negara, dan berbagai
kelembagaan masyarakat) yang menentukan kondisi hidup. Sebaliknya
kondisi masyarakatlah yang coraknya berintikan moda produksi atau
cara berproduksi yang ditandai oleh hubungan sosial dari produksi
(social relation of product) dan tahap perkembangan ekonomilah yang
pada dasarnya menentukan struktur kesadaran masyarakat yang
tercermin pada ideologi mereka.

Tujuan filsafat Marxisme yang terpenting dan berulang-ulang
ditekankan oleh pemikir-pemikir Marxian adalah : Realitas itu ada
karena objektief dan bukan ada karena ide-ide dan kesadaran manusia.
Disinilah titik perseberangan terpenting dengan konsep idealisme
Hegelian yang menentukan ide penentu kesadaran. Dalam Marx :
Realitas-lah yang menentukan ide dan kesadaran manusia.

Tjokro memang agak naif untuk mencampurkan Materialisme Historis ke
dalam sungai Metafisika sehingga menafikan spiritualitas dalam
membentuk sejarah. Bagi Marx sejarah adalah pembentukan masyarakat
dan Marx tidak mencampurkan urusan Metafisika sebagai pembentuk
sejarah karena Metafisika adalah `bangunan atas' masyarakat yang
sama dengan hukum, negara, lembaga-lembaga masyarakat dan segala
bentuk kompartemen-kompartemen pembentuk masyarakat. Yang
diperhatikan oleh Marx adalah bangunan bawahnya. Bangunan bawah dari
pembentuk masyarakat yang pada abad 19 adalah bangunan :
Kapitalisme. Kapitalisme-lah yang melahirkan penindasan dimana
sebagian besar umat manusia diperbudak untuk membuat sekelompok
kecil manusia kaya raya bahkan menguasai dunia. Untuk membebaskan
kapitalisme harus ada sistem alternatif dan oleh Marx sistem itu
adalah Sosialisme. Sistem yang berpihak pada keadilan distribusi,
menolak perbudakan kemanusiaan atas nama benda, dan membebaskan
manusia untuk menemukan kemanusiaannya dimana manusia tidak lagi
terasing dalam lingkungannya sendiri.

Namun harus diakui diantara kelemahan-kelemahan Tjokro dalam
memahami Marx, bahwa beliau sudah memulai memperhatikan sistem
Sosialisme sebagai alternatif. Materialisme yang dipahami Tjokro
juga bukan pengertian Materialisme sehari-hari dimana pemahaman
dangkal Materialisme adalah keserakahan untuk mendapatkan sebanyak-
banyaknya harta benda. Tjokro melihat Karl Marx sebagai pahlawan
dalam menolak keserakahan dan mendukung keadilan distribusi kekayaan
agar tidak lagi terjadi perbudakan antara satu manusia dengan
manusia lainnya sebagai pemilik modal. Sikap terbuka Tjokro dalam
ketekunannya belajar Sosialisme diucapkan sendiri : Wie, goed
Mohammedaan is, is van zelf socialist en wij zijn Mohammedanen, dus
zijn wij socialisten. (Seorang Islam sejati dengan sendirinya
menjadi sosialis dan kita kaum muslimin, jadi kita kaum sosialisten).

Sosialisme, sebagai cita-cita kemasyarakatan, bagi Tjokro sejalan
dengan Islam, sepanjang Sosialisme bertujuan untuk : Memperbaiki
nasibnya golongan manusia termiskin dan terbanyak bilangannya, agar
supaya mereka bisa mendapatkan nasib yang sesuai dengan derajat
manusia."

Islam dan Sosialisme bukan saja dekat tapi merupakan sejalan. Namun
dalam konteks sejarah politik Indonesia kemudian pemikiran
Sosialisme seakan-akan dimonopoli kepada kaum terdidik intelektual
yang paham pemikiran barat, bahkan sepanjang 1960-1965 ajaran Karl
Marx di stelsel hanya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) saja dan
menempatkan kelompok Islam sebagai bagian dari Kapitalis. Penekanan
yang salah kaprah ini bukan saja mengasingkan umat muslim Indonesia
pada konsep Sosialisme juga membangun pengertian bahwa Sosialisme
hanya bagian dari moral Komunisme Marxisme-Leninisme dan kemudian
kaum kapitalisme semakin menipu umat Muslim bahwa ajaran Sosialisme
adalah ajaran Haram. Ini dilakukan oleh Negara Orde Baru. Dimana
sejarah pendirian Orde Baru adalah sejarah penghancuran terhadap
cita-cita bersama Indonesia Raya, membuat segelintir kelompok
menjadi kaya raya dan memegang kekuasaan dengan mengelabui sejarah.
Penipuan yang dilakukan Orde Baru sedemikian efektifnya sehingga
masyarakat Indonesia sulit berpikir terbuka. Karl Marx menjadi salah
satu korban kekejian Orde Baru terhadap intelektualitas. Bukan saja
kalangan akar rumput Islam dan akar rumput bangsa Indonesia yang
diperbodoh oleh kekuasaan Orde Baru dan mengasingkan pada konsep-
konsep Sosialisme, tapi juga kaum intelektualitasnya. Maka tidak
heran kata-kata `kiri, Gerakan Islam, sosialisme, keadilan sosial
dan komunisme' menjadi semacam penyakit dahsyat yang harus dihindari
bukan dipelajari dengan detil. Hatta sendiri di tahun-tahun Orde
Baru mengingatkan agar bangsanya mendalami Karl Marx dan tidak
memusuhinya secara membabi buta, Hatta menulis dalam sebuah
artikel : "Apa yang saya lakukan pada dalam beberapa karangan saya
adalah menganjurkan kepada bangsaku agar terbuka terhadap ajaran-
ajaran Marx dan Engels, karena bangsaku sering mendapat gambaran
yang pincang terhadap Marxisme itu, lewat tulisan-tulisan politik
dan buku-buku pelajaran".

Hatta bukan saja tokoh intelektual besar Indonesia, ia adalah
aktivitis dan ko-proklamator Indonesia. Walaupun kerap dituding
sebagai biang dari penghancuran FDR/PKI pada peristiwa Madiun 1948.
Namun penghancuran itu harus dipisahkan dari konteks Sosialisme.
Penghancuran FDR tahun 1948 hanyalah konstelasi politik dan bagian
dari strategi untuk memendekkan perang kemerdekaan yang
dikhawatirkan berlarut-larut. Hatta dan Musso masih berpanji pada
satu bendera pemikiran Sosialisme, hanya saja memang Musso berdogma
pada Marxisme-Leninisme yang berpusar di Moskow dan dikomandoi
Stalin. Hatta tidak. Ia seperti Tan Malaka, yang menolak kekejaman
Stalin. Hanya saja Hatta jauh lebih moderat untuk tidak terjebak
pada kekerasan dimana memang salah satu jalan mewujudkan Sosialisme
sesuai dengan alur pemikiran Lenin, "Bahwa merubah sejarah harus
dengan Revolusi" dan Revolusi dalam Leninisme bisa berarti `darah
dan besi'. Pada titik inilah split terjadi antara Sosialisme garis
keras dan Sosialisme garis moderat. Hatta bersama Sjahrir berada
paling moderat, Tan Malaka berpihak pada Nasionalisme Indonesia yang
bercirikan masyarakat Komunisme sementara Sukarno bermain untuk
mengatur sirkulasi politik yang terjadi, dia melompat kesana kemari
untuk mengatur jalannya sejarah.

Namun diakui atau tidak tokoh yang paling ahli mendalami Sosialisme
secara ilmiah adalah Hatta. Hatta tidak terjebak pada pemahaman
sosialisme emosional yang kemudian kerap menjadi `Penyakit kekanak-
kanakan' untuk langsung berkelahi dengan kapitalisme pakai cara
kekerasan dan tidak simpatik. Sesungguhnya sosialisme itu juga harus
dan mutlak menggunakan kemanusiaan sebagai prinsip. Tanpa
menggunakan kemanusiaan maka Sosialisme terjebak pada kekerasan yang
kerap melahirkan sejarah tragis. Dan kaum kapitalisme dengan
kekuatan modalnya bisa membangun apa saja untuk menyerang ide-ide
Sosialisme. Ini yang terjadi pada sejarah terbentuknya Orde Baru.
Orde Baru yang merupakan pertemuan kepentingan-kepentingan negara
Imperialisme Amerika, petinggi Angkatan Darat anti Sukarno, dan
kekuatan politik anti PKI terperangkap dalam mainan Amerika untuk
membantai bangsanya sendiri. Namun oleh mesin propaganda
Kapitalisme, pembantaian manusia yang dilakukan Orde Baru dijadikan
alat tudingan bahwa : PKI kejam, PKI-lah yang membantai manusia Di
titik inilah penipuan perspektif sejarah terjadi. Pembantaian
dilakukan oleh pihak yang anti Komunisme tapi seakan-akan dengan
pengelabuan sejarah Komunisme-lah yang membantai manusia Indonesia,
jadi dengan logika yang ngawur ini : Komunisme membantai Komunisme.
Ini sama saja dengan logika ngawur tudingan Orde Baru pada G 30 S
yaitu : Presiden Sukarno mengkudeta dirinya sendiri. Itulah cara
kapitalisme mengelabui sejarah dan membangun doktrin penipuan
terhadap manusia Indonesia.

Dan Hatta sudah mendahului dan membaca sejarah yang akan terjadi
pada bangsanya agar janganlah terlalu menggunakan kekerasan dalam
memaksakan ajaran Sosialisme dan meruntuhkan komunisme, karena ini
bisa menjadi senjata bagi kaum pemodal dalam hal ini Imperialisme
asing untuk merebut dan menghancurkan Indonesia. Namun Sukarno di
tahun 1960-an berani bermain-main di titik ini dan dia menjadi
korban atas Macan yang memang sudah mengintainya.

Sejak muda Hatta mendalami Sosialisme dengan tekun. Pada umur 18
tahun dia sudah membaca empat jilid dari enam jilid buku `De
Socialisten' karangan Quack yang dijadikan referensi utama bagi
Tjokro dalam menyusun `Islam dan Sosialisme'. Baik Hatta dan Tjokro
memahami kesejarahan Sosialisme tidak hanya berhenti pada titik masa
hidup Karl Marx tapi jauh sebelumnya. Ajaran Sosialisme sudah hidup
di jaman Yunani, kemudian timbul pemikiran-pemikiran Sosialisme di
masa-masa Romawi, bangsa-bangsa Yahudi jauh sebelum masa Yesus sudah
mengenal konsep Sosialisme, lalu di Asia Kecil juga tidak asing
dengan Sosialisme. Jadi secara kesejarahan bangsa-bangsa masa lalu
juga menerapkan ajaran Sosialisme, bahkan pada abad pertengahan di
Eropa dikenal sebagai masa Gilden Socialism dimana semua masyarakat
diatur kekayaannya yang kemudian melahirkan pemberontakan
Renaissance untuk melawan ketidakbebasan akibat Gilden Socialism.
Gerak sejarah yang terus melahirkan konflik, kontradiksi dan
dialektisnya sampai pada Revolusi Industri di Inggris pada abad 19,
yang melahirkan sintesa Marxisme. Dengan mempelajari sejarah
Sosialisme yang sudah berlangsung selama puluhan abad maka Tjokro
sendiri berani mengambil kesimpulan bahwa : masyarakat Muslim pada
zaman Nabi Muhammad saw pada dasarnya bercorak sosialis. Karena itu
baik Tjokro maupun Hatta tidak mau terikat pada gagasan Sosialisme-
Marxis saja, tapi mencoba memperluas bagaimana sistem Sosialisme
bekerja.

Perlu dicatat sejaman dengan Tjokro-Hatta juga muncul Paul Tillich,
walaupun besar kemungkinan baik Hatta ataupun Tjokro tidak
mengetahuinya. Paul Tillich adalah seorang teolog Kristen Jerman
yang terkemuka, pada tahun 1933, mengeluarkan teorinya tentang
sosialisme religius berdasarkan ajaran Kristen dalam bukunya `Die
Sozialistiche Entscheidung (The Socialist Decision) yang hingga
sekarang mewariskan masalah hubungan antara Kristiani dan Marxisme
dalam bidang teologi maupun teori sosial dimana salah satunya adalah
Teologi Pembebasan yang banyak dianut pastor-pastor revolusioner di
Amerika Latin.

Namun sayang akar pemikiran Tjokroaminoto jadi kehilangan konteksnya
di kalangan umat Islam sendiri. Sosialisme yang dikumandangkan
Tjokro gagal memasuki medan pemikiran gerakan-gerakan pemuda Islam
yang marak di tahun 1930-an. Jong Islamienten Bond maupun Studenten
Islam Studieclub, yang berdiri pada tahun 1936, tidak serius
menggali ajaran Sosialisme yang berhubungan dengan Islam.

Hatta sendiri pernah menyinggung keterkaitan Islam dengan
Sosialisme. Dikatakan dalam ceramahnya di RRC tahun 1957 dalam
kedudukannya sebagai Wakil Presiden RI, bahwa cita-cita Sosialisme
yang menyemangati seluruh pergerakan nasional di Indonesia mempunyai
tiga sumber :
1. Ajaran Marx yang yang diajarkan oleh kaum sosialis barat,
kemudian diperkuat oleh kejadian besar di Rusia Revolusi Oktober
1917.

2. Ajaran Islam yang menuntut keadilan yang merata ke seluruh
masyarakat dan persamaan serta persaudaraan antara manusia.

3. Masyarakat Indonesia yang asli yang berdasarkan milik
bersama atas tanah sebagai alat produksi yang pada dasarnya adalah
masyarakat kolektivis.


Tentang hubungan Islam dan Sosialisme Hatta menjelaskan lebih
lanjut. "Keadilan Islam adalah keadilan sosial, yang baru tercapai
apabila manusia terlepas dari segala penindasan. Oleh karena
persaudaraan antara sesama manusia dan atas dasar tolong menolong
hanya tercapai di dalam masyarakat Sosialis, maka penganjur-
penganjur Islam berpendapat, bahwa menegakkan suatu masyarakat
Sosialis Indonesia adalah suruhan agama.
(Mohammad Hatta, Kumpulan Pidato II, Idayu Press, Jakarta 1982,
hal.91)
Kenapa kemudian gerakan politik Islam pada masa lalu tidak lagi
giat menyuarakan Sosialisme. Hal ini lebih disebabkan pada sokongan
dana politik Islam lebih pada pengusaha-pengusaha dan pedagang yang
juga terasingkan dari perekonomian rakyat namun musti berhadapan
dengan kapitalisme raksasa asing yang mengintegrasikan Indonesia ke
dalam sistem ekonomi kapitalis, juga peran negara yang sudah
menunjukkan keberpihakannya pada kapitalisme negara tahap awal, lalu
muncul kapitalisme kroni yang dimulai pada tahap nasionalisasi usaha-
usaha Belanda akibat warisan KMB yang gagal diselesaikan. Dalam hal
ini Masyumi sebagai partai terbesar Islam tidak lagi bersuara keras
menggerakkan sistem Sosialisme. Dengan layunya suara Masyumi maka
Sosialisme hanya dikunyah pada partai-partai Sekuler seperti : PKI,
PSI, Murba dan PNI. Padahal dalam kerangka cita-cita Indonesia baik
Islam maupun Nasionalis ataupun partai bercorak sosialisme
menjunjung tinggi konsepsi negara Sosialisme. Tidak ada cita-cita
menjadikan Indonesia ini sebagai negara Kapitalis.

Hal ini diteguhkan oleh Bung Karno setelah membubarkan PSI dan
Masyumi lalu menggerakkan bandul politik Indonesia ke arah kiri.
Walaupun politik Bung Karno didukung Nadhlatul Ulama namun kelompok
Islam eks Masyumi menolak mentah-mentah banting setir Bung Karno ke
kiri. Disinilah kemudian gerakan politik Islam semangkin asing
dengan Sosialisme. Dianggapnya Sosialisme adalah warisan PKI atau
Komunisme Stalin yang anti agama. Namun selain ketakutan-ketakutan
itu yang juga dikompor-kompori oleh Orde Baru ada yang sangat sulit
lepas dari kerangka pemikiran aktivis-aktivis politik Islam dalam
membangun konsep ekonomi alternatif yaitu : ekonomi Islam. Ekonomi
Islam alternatif dibangun dengan tetap menjadikan kapitalisme
sebagai bangunan bawahnya. Hal ini tidak aneh karena setelah
kemenangan mutlak kapitalisme sangat sulit melepaskan diri dari
kerangka berpikir kapitalisme, mengkritiknya-pun menjadi sesuatu
yang rumit. Ini seperti kita melihat kedua belah mata kita tanpa
cermin, karena kita sendiri berada dalam ruang dan waktu
kapitalisme. Saat ini manusia hidup dalam tahapan sejarah, bekerja,
bergerak, serta berpikir dalam kerangka sistem kapitalisme.

Kapitalisme (dalam sistem pemikiran ekonomi yang netral) memiliki
pandangan ekonominya pada tiga gagasan pokok yaitu : usaha untuk
mendapatkan atau memiliki, sikap persaingan dan rasionalitas.
Disini kapital, sebagai hasil dari realisasi kerja secara historis
dipergunakan dengan cara yang khusus yang tujuan utamanya adalah
berkembang dengan sendirinya (Self Expansion), tanpa batas atau
akhir. Dititik inilah akumulasi dan ekspansi merupakan logika dan
watak hakiki dari kapital. Kapital kemudian menjadi suatu yang
kongkrit, terikat waktu dan ruang dari sini kemudian lahir :
Kapitalisme Historis, bahwa kapital berkembang, berakumulasi dan
berekspansi tanpa batas. Kapitalisme memang tidak selalu
menghasilkan watak destruktifnya tetapi juga melahirkan proses-
proses kreatif. Kreatifitas kapitalisme inilah yang melahirkan :
demokrasi, emansipasi dan kenyamanan-kenyamanan hidup. Namun untuk
mendapatkan kenyamanan tadi manusia harus bertarung dalam tiga
syarat-syarat kapitalisme tadi : usaha untuk mendapatkan atau
memiliki, sikap persaingan dan rasionalitas. Ketiga syarat pokok
tadi secara licik diakali oleh penguasa yang berhasil menghancurkan
pergerakan rakyat dan merekayasa bentuk-bentuk kapitalisme untuk
keuntungan dirinya sendiri. Salah satunya adalah lewat pintu
Friedman yang pada dasawarsa 70 dan 80-an menginginkan lahirnya
negara-negara demokrasi di dunia ketiga namun justru melahirkan
pemerintahan yang represif dimana-mana termasuk Indonesia dengan
komplotan Mafia Berkeley-nya dimana para ekonom dibawah komando
Widjojo Nitisastro sembah sungkem dihadapan Prabu Suharto tanpa bisa
merasionalisasi langkah-langkah pembaharuan ekonomi bila bertabrakan
dengan kepentingan kapitalis kroni Suharto.

Pergerakan Politik Islam Indonesia

Lalu apakah gerakan Islam di Indonesia kemudian kembali lagi pada
watak Sosialisnya, pada watak kebangsaannya. Apa yang ada pada
kongres Khilafah Hizbut Tahrir di Gelora Bung Karno yang ingin
mengeliminasi konsep negara-bangsa menjadi konsep Internasionalisme
tidak perlu ditanggapi serius. Karena itu sesuatu yang asing dalam
laju gerak sejarah. Pan Islamisme memang pernah menjadi pokok
pemikiran dan idee dasar perjuangan kalangan Islam di tahun 1930-an.
Namun semuanya mentah ketika dunia bergerak dalam pembentukan sistem
negara nasional. Dan sistem negara nasional adalah sebuah realitas
yang sulit dijungkir balikkan dengan ideologi apapun termasuk
Marxisme-Leninisme itu sendiri yang tidak menghendaki batas-batas
negara. Dalam konsep Marxisme-Leninisme sendiri negara dituding
sebagai alat untuk melampiaskan nafsu kapitalisme namun perlu
diingat tudingan Marx pada peran negara adalah tudingkan khas abad
19. Realitas negara pada abad 21 ini adalah sebuah sistem modern
yang bertujuan tunggal : Melayani kepentingan warga. Di luar tugas
melayani negara tidak bermain secara berlebihan karena itu bisa
menjadi alat untuk mencaplok kebebasan masyarakat. Negara harus
memiliki sumber kekayaan yang kuat untuk menjadi mesin katalisator
kesejahteraan bangsanya. Hal inilah yang jadi masalah di Indonesia.
Karena negara kita sudah dijajah oleh Amerika sejak dijatuhkannya
Bung Karno. Apakah Islam bisa menjadi kekuatan pokok yang membantu
Indonesia melepaskan dirinya pada belenggu Imperialisme di
Indonesia. Jawabannya justru kekuatan Islam Indonesia merupakan
barisan terdepan kelompok yang paling disadarkan akan kesewenang-
wenangan kaum kapitalisme. Terlepas dari prasangka rekayasa
permusuhan antara Bush dengan dunia Islam. Bisa kita tarik
kesimpulan bahwa Amerika Serikat memang takut sekali dengan kekuatan
Islam yang dalam sejarahnya memiliki peradaban yang mandiri hanya
saja kemudian setelah abad 17 mengalami kemunduran total.

Apa yang kemudian menjadi persoalan-persoalan masyarakat akan
tumbuhnya organisasi-organisasi Islam yang radikal di jalan-jalan
Indonesia yang kemudian memancing kebencian kelompok bertendensi
sekuler merupakan riak kecil yang tidak usah dipedulikan. Akar
persoalannya bukan disitu, tapi pada persatuan bangsa. Semangkin ada
perseteruan antara radikalisme Islam dengan kelompok sekuler-
nasionalis semangkin berjingkrak-jingkraklah Amerika. Kaum komprador
kapitalis-Imperialisme tidak takut dengan Islam berwajah sangar
dengan mengacung-acungkan golok di jalan-jalan kota di Indonesia
atau melakukan bom disana sini. Itu gampang diselesaikan karena kaum
kapitalisme memiliki pertahanan militer terbaik di dunia. Justru
yang ditakutkan kaum kapitalisme adalah `kesadaran dari kelompok
Islam bahwa bangsa mereka dijajah' kesadaran inilah yang bisa
membuka peluang bersatunya Islam dengan Nasionalisme untuk berdiri
paling depan menghadapi Imperialisme Amerika.

Dan dari akar sejarahnya Islam di Indonesia terpisah dari bentuk-
bentuk khilafiyah yang dulu berpusat di Timur Tengah, Turki dan
Wilayah Maghribi (Afrika Utara), dan tidak akan terpengaruh oleh
paham-paham yang menghendaki ekslusifitas wilayah Islam karena itu
merupakan kontradiksi terhadap Islam Indonesia sebagai produk
sejarah. Tendensi Islam berwatak Nasionalisme sangat kuat hanya saja
konsepsi Nasionalisme saat ini seakan-akan dimonopoli oleh kelompok
politik berbasis sekuler. Sehingga ada rasa enggan dari kelompok
Islam untuk terang-terangan berdiri di bawah panji Merah Putih,
kecuali organisasi Islam yang memiliki ikatan emosionil dan historis
dengan kemerdekaan Indonesia seperti :Muhammadiyah dan Nadhlatul
Ulama.

Apakah PKS tidak memiliki rasa kebangsaan seperti yang dituduhkan
oleh kelompok Nasionalis, bahkan pada pencalonan gubernur kemarin
PKS seakan-akan dikutuk sebagai `sesuatu yang beda' pembawa gada
Islam ekslusif sehingga harus dikeroyok ramai-ramai. Menuduh bahwa
PKS tidak nasionalis justru mematikan kekuatan besar intelektual
progresif bangsa Indonesia. Ada sesuatu yang perlu disayangkan, dari
kelompok sekuler dengan melihat PKS kemudian disamakan dengan ormas-
ormas Islam garis keras yang tidak berwatak jelas. Justru PKS
memiliki watak paling jelas dalam melihat problem-problem di
masyarakat. Ketika kaum Nasionalis bermain politik di tingkat elite,
PKS membangun akarnya di kalangan akar rumput dan menyemai gagasan
ideologi alternatif untuk membongkar bangunan kapitalis yang sudah
sedemikian rupa mengungkung Indonesia. Di titik inilah kaum
Nasionalis dan Sosialis yang sadar bahwa perjuangan utama bangsa
Indonesia saat ini adalah melepaskan diri dari pengaruh Imperialisme
Amerika dan membongkar bangunan bawah kapitalisme menggantikan
Sosialisme yang berwatak kemanusiaan bisa menemukan momentumnya.

PKS adalah sebuah partai yang harus diberi hormat setinggi-tingginya
karena mereka membawa pesan moral yang jelas. Hal ini tidak dimiliki
partai-partai lain di Indonesia. Warna sektarian yang kerap
dituduhkan tidak mungkin bisa berkembang dalam tubuh PKS karena
pemuda-pemuda intelektual yang tergabung dalam PKS tidak bisa
melepaskan konteks ke-Indonesiaan dalam diri mereka. Namun mereka
sering merasa terstigmatisasi oleh perkembangan politik global yang
memojokkan Islam dan menjadi bahan mainan bagi Imperialisme Amerika.
Kelompok PKS harus dijadikan kawan seiring dalam perjuangan mengusir
Imperialisme Amerika. Walaupun Hizbut Tahrir meneriakkan Khilafiyah,
konsep mereka belum jelas di kalangan akar rumputnya pasti juga akan
sulit melepaskan ke-Indonesiaan mereka karena faktor : budaya, adat
istiadat dan alam bawah sadar mereka sudah `Indonesia banget' tidak
mungkin bisa `di Arabkan atau di Turki-kan. Namun Hizbut Tahrir
perlu diberi rasa hormat karena mereka berani secara jelas-jelas
menelanjangi sistem Imperialisme Amerika sementara Intelektual-
intelektual lainnya bercumbu rayu dengan Amerika. Saya lebih
mengagumi Ismail Yusanto dari Hizbut Tahrir daripada Rizal
Mallarangeng saat berdialog mengamati kedatangan Bush di Istana
Bogor. Walaupun Ismail memiliki argumentasi lemah, namun bersikap
melawan Amerika sudah menunjukkan keberanian. Dan dari keberanian
itu kita pelan-pelan menelanjangi bagaimana sistem kapitalisme ini
bekerja. Demonstrasi yang sayup-sayup dari Hizbut Tahrir tentang RUU
Penanaman modal asing harus diacungi jempol dan diberi hormat karena
mereka tanpa berteriak sebagai kaum Sukarnois telah berjuang di
jalan Sukarno untuk menentang kapitalisme asing.

Persekutuan Suci politik Nasionalisme-Islam (Agama)

Warna bendera Indonesia adalah Merah dan Putih. Merah adalah lambang
dari gerakan-gerakan sekuler sedangkan putih adalah simbol yang
sering digunakan sebagai simbol relijius. Dalam Negara Orde Baru
kedua warna ini dipisahkan secara tegas dan dipermainkan dengan cara
yang memalukan. Kaum Nasionalis dibuang ke dalam PDI hasil fusi 1973
sementara kelompok Islam dikandangkan dalam PPP. Orde Baru sendiri
memilih organisasi bentukan militer di era AH Nasution. Golkar.
Namun mesin politik tetap bertumpu pada lingkaran dalam Suharto dan
Angkatan Darat. Orde Baru terus menerus membangun stigma bahwa Islam
adalah ekstrim kanan, sementara Sosialisme adalah ekstrim kiri.
Dengan demikin Orde Baru mengunci sejarah Indonesia dan menutup
rapat-rapat tujuan pembentukan : Manusia Indonesia. Disinilah
kemudian melahirkan banyak problem-problem penemuan jati diri bangsa
sehingga bangsa ini berubah menjadi bangsa pengecut, serakah dan
tidak mau memikirkan kelanjutan nasib bangsa Indonesia. Keengganan
mengadili Suharto saja sudah menunjukkan bagaimana kualitas
kepemimpinan yang dihasilkan reformasi tidak membuahkan sistem hukum
yang jelas. Hukum masih berpihak pada pihak yang kuat sehingga pihak
yang kuat masih menjadi raja di negeri ini, bahkan Presiden pun
kalau bisa dikentuti oleh sekelompok komprador Kapitalis.

Globalisasi Kapitalisme Yang Harus Dilawan

Dimulai dari kesalahan Hitler untuk menyerang Rusia di musim dingin
dimana sebenarnya sudah ditolak oleh Jenderal-Jenderal Angkatan
Darat. Pada tahun 1943, namun Hitler tetap kepala batu untuk menjadi
penguasa Eropa Barat pertama yang menjadi Raja di Moskow. Stalin
bisa menahan Hitler dan menjadikan Stalingrad neraka bagi tentara
Jerman. Andai Hitler tidak bernafsu merebut Rusia dan berkonsentrasi
pada wilayah barat serta menghilangkan paranoid bahwa Stalin akan
mencaplok eropa timur maka kemungkinan perang akan dimenangkan
Hitler karena dia sudah menguasai Perancis, energi yang ada untuk
menyerang Rusia bisa dikonsentrasikan untuk melabrak Inggris dan
bersekutu dengan Amerika Serikat. Tapi memang sejarah berjalan
demikian dan Amerika yang mencuri kemenangan dari perang dunia kedua.

Salah satu ciri terpenting orang Amerika bisa maju adalah
kemampuannya melakukan prediksi masa depan. Orang-orang Amerika
sejak awal sudah dihadapkan pada lingkungan yang buas, namun mereka
bisa menata lewat peramalan-peramalan dan perencanaan yang matang.
Kata `Plan' (Rencana) sangat penting bagi ideologi orang Amerika.
Dengan kata itulah mereka menguasai dunia.

Tidak terkecuali memprediksi tatanan dunia baru (New Order) setelah
perang dunia selesai. Sebelum Amerika Serikat masuk ke dalam perang
dunia kedua di Eropa. Mereka menunggu siapa yang kemungkinan
memenangkan perang, lambannya Amerika Serikat masuk ke dalam kancah
perang dunia kedua dikritik habis-habisan oleh media massa dan
masyarakat Amerika. Namun Roosevelt tetap bergeming untuk menahan
diri. Pilihannya adalah dua : Mendukung Jerman, melakukan mediasi
perdamaian antara Jerman-Inggris dan bersama-sama menghancurkan
Soviet atau bersekutu dengan Inggris, Perancis De Gaulle dan Soviet
untuk menghancurkan Hitler kemudian setelah Hitler hancur dunia
dibagi dua antara Barat dan Timur. Dan Roosevelt memilih yang kedua.

Tahun 1944 sebulan setelah operasi D-Day di pantai barat Perancis.
Di New Hampshire terjadi pertemuan untuk membahas tatanan dunia baru
setelah Amerika Serikat memenangkan perang dunia ini. Pertemuan itu
resminya bernama `the United Nations Monetary and Financial
Conference' namun karena berlangsung pertemuan itu di kota Bretton
Woods, NH maka sering disebut Bretton Woods Conference. Konferensi
ini sesungguhnya merupakan hasil dari pertemuan setahun sebelumnya
April, 1943 dimana bertemu Harry D. White US assistant secretary of
treasury dengan ekonom terkemuka John Maynard Keynes untuk membahas
bagaimana tatanan dunia masa depan.

Tapi hakikat terpenting adalah Pertemuan Bretton Woods membuka jalan
agar kepentingan-kepentingan akumulasi kapital bisa meluas dan
terakumulasi tanpa batas. Untuk mendukung ini didirikanlah IMF, Bank
Dunia dan General Agreement on Tariffs and Trade(GATT)/ World Trade
Organization(WTO). Ketiga senjata ini adalah imperialisme bentuk
baru yang digunakan oleh Amerika Serikat menggantikan sistem
Imperialisme Inggris Raya yang sudah pudar pamornya. Globalisasi
Bretton Woods ini mengandung tiga tujuan prinsip :
1. Menciptakan dunia dalam sistem yang satu dan homogen
berdasarkan Kapitalisme Liberalisme, dengan sistem yang semangkin
tidak menghiraukan batas negara maka akan tercipta efektivitas
pertumbuhan ekonomi. (Internasionalisme)

2. Mempercepat proses globalisasi ekonomi `lewat
developmentalism process' dimana pertumbuhan adalah panglima
sehingga tercipta trickle down effect. Di Indonesia dengan cara
menjatuhkan Bung Karno lalu membuka pintu ekonomi Indonesia dengan
sistem yang diciptakan Mafia Berkeley dimana Don Capo di Capi-nya
adalah Suharto.

3. Setelah perekonomian matang dan bertumbuh juga perusahaan-
perusahaan negara telah mampu berdiri sendiri dengan akumulasi modal
yang tinggi maka dilakukanlah privatisasi-privatisasi. Peran negara
disingkirkan untuk membangun efektifitas pertumbuhan modal.

4. Menggenjot aktifitas produksi terutama yang berorientasi
ekspor.


Keempat prinsip ini diciptakan lebih dari enampuluh tahun yang lalu.
Namun hasilnya bisa kita rasakan sekarang dan menjadi bukti realitas
bahwa kapitalisme telah memenangkan perangnya. Globalisasi Amerika
memang belum sepenuhnya memenangkan dunia terbukti pusat-pusat
perlawanan baru masih berlangsung dimana-mana. Vladimir Putin sejauh
ini masih menolak campur tangan AS terhadap perekonomian Rusia,
Beijing belum sepenuhnya membuka tirai terhadap perdagangan bebas,
dan yang mengejutkan Venezuela dan Bolivia menjadi pelopor terhadap
perlawanan globalisasi Amerika. Dunia Islam dengan karakteristik
budayanya juga resisten dengan ekonomi buas gaya koboy Bretton Woods.

Kaum Nasionalisme harus menjadi sosialisme dulu sebelum menolak
globalisasi Bretton Woods. Dengan watak sosialis dan kekayaan
sepenuhnya dimiliki oleh negara, maka permusuhan yang oportunis
tidak ada lagi. Kaum Nasionalis yang berlagak melawan Bretton Woods
adalah Orde Baru, mereka menyingkirkan kelompok Pro Pasar Bebas
Widjojo dan dengan kedok nasionalisme mereka memproteksi pasar, tapi
sesungguhnya proteksi itu buat kepentingan kroni-kroninya bukan
kesejahteraan rakyat. Memang kaum Nasionalis sering diuntungkan
dengan gelombang globalisasi sehingga dapat menciptakan musuh
bersama namun yang terjadi adalah pengelabuan pada rakyatnya hanya
untuk menggelembungkan pundi-pundi kroninya. Inilah yang dilakukan
oleh sekelompok orang kepercayaan Suharto di pertengahan tahun 80-an
sampai kejatuhan Suharto. Untuk itu guna menghantam globalisasi
Imperialisme Amerika diperlukan cara Sosialisme agar terhindar
praktek-praktek penuh dosa seperti apa yang dilakukan Suharto dan
kroni-kroninya.

Selain itu Globalisasi Amerika Serikat menghasilkan akumulasi
kapital yang tanpa batas. Sebagai contoh Bill Gates orang terkaya di
AS telah mengakumulasi modal sebesar 59 milyar US$. Seandainya Bill
Gates melemparkan seperduapuluh dananya ke pasar Valas Indonesia
maka dengan cepat mata uang Indonesia akan hancur. Microsoft sebagai
barang dagangan Bill Gates mendapatkan proteksi terselubung yang
kita kenal sebagai hak paten. Sementara dunia teknologi informasi
tergantung sekali dengan Microsoft. Belum lagi jutawan-jutawan muda
seperti : Sergey Brin dan Larry Page dengan google-nya mereka
berhasil menggelembungkan nilai pasarnya di Pasar Modal AS
kekayaannya pun masing-masing sekitar 18.5 milyar US$. Itu dari
barisan terbaru, belum orang-orang kaya lama yang sudah sekian tahun
mendominasi akumulasi kapital, konglomerasi Amerika Serikat yang
mencengkeram dunia yang diuntungkan oleh sistem globalisasi Amerika.

Jika sistem ini didiamkan terus menerus dan kita tidak mampu melawan
maka siklus peradaban akan membawa kita pada perbudakan jenis baru
dimana Tuannya adalah penguasa modal yang akumulasinya sudah gila-
gilaan. Sementara bangsa Indonesia tetap menjadi bangsa budak.

Bisakah dimasa depan kita bersatu melawan Imperialisme?

Martabat Indonesia memang sudah turun pada titik terendahnya. Bila
dulu Bung Karno berpidato di PBB mengumandangkan ayat-ayat suci Al
Qur'an dan berkata : "bahwa diciptakan bagimu berbangsa-bangsa agar
kalian saling mengenal" kemudian beliau menguraikan Pancasila
sebagai realitas tahap lanjut Sosialisme yang dianggap nilainya
lebih tinggi dari Manifesto Komunis 1848 dan terinspirasi dari
Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat 1776. Dan mendapat aplaus
berupa standing ovation. Lalu Bung Karno mengkuliahi para anggota
Kongres di Washington DC. Bahkan dia berani memutuskan keluar dari
PBB ketika organisasi itu menerima Federasi Malaysia sebagai anggota
DK PBB dimana Inggris ikut campur dalam masalah ini. Sukarno merasa
martabat Indonesia diatas segala-galanya. Suharto sendiri merupakan
boneka mainan Amerika yang tak tahu malu. Dulu dia didukung oleh CIA
untuk menumbangkan Bung Karno, saat ia jatuh dia dikentuti oleh
Amerika yang tidak mau membela dia lagi. Namanya kini menjadi daftar
penjahat bagi PBB. Betapa bedanya Bung Karno dan Suharto. Ini
menjadi pelajaran sejarah bagi generasi muda yang akan datang.

Pemilu 2009 sebentar lagi sudah akan datang. Pemain-pemain politik
dipastikan tidak berubah masih yang dulu-dulu. Regenerasi menurut
Tamrin Amal Tomagola. Sosiolog UI baru terjadi sekitar tahun 2020.
Namun menjadi pertanyaan apakah tahun 2020 Globalisasi sudah menjadi
bentuk yang sempurna ataukah ada kekuatan baru yang bisa menghancur
leburkannya untuk digantikan tatanan dunia yang lebih adil.

Kita tidak bisa berharap banyak dengan pemimpin-pemimpin masa kini
yang memang tercipta dari alam pikiran kapitalisme. Tapi mereka bisa
diharapkan untuk membuka jalan bagi terbentuknya generasi baru yang
lebih berani. Generasi-generasi orang tua kita (lahir tahun antara
1935-1955) merupakan generasi lama yang mengalami pahitnya
permusuhan antar anak bangsa dan menyaksikan pembantaian-pembantaian
pasca G 30 S, mereka menyimpan kenangan kolektif yang buruk itu
dibawah alam sadar mereka apalagi mereka telah mengalami
indoktrinisasi oleh rezim Orde Baru. Kita pernah menyaksikan orang
tua-orang tua kita mengenakan seragam Korpri dan membawa koran Suara
Karya, mereka dipaksa menjadi generasi yang membebek bukan elang
pemberani yang mendobrak cakrawala. Kitalah generasi muda yang harus
menghapus rasa berdosa orang-orang tua kita dari kegagalan mereka
mengurus warisan kebobrokan Suharto.

Dan dari pelajaran masa lalu, kita ingin mematahkan semuanya. Tidak
ada lagi stigma-stigma yang mencap ini itu untuk kepentingan
kekuasaan dan modal. Tugas generasi muda sangat berat karena harus
mematahkan permusuhan lama yang dibangun oleh Orde Baru. Marilah
kita jangan mencap Islam sebagai Radikal tukang ngebom, Komunisme
sebagai mahluk kafir atau Nasionalis yang abai terhadap agama. Semua
dipersatukan dalam Indonesia Raya. Dan semua harus sejahtera di
dalam bangsa Indonesia Raya, tidak boleh ada sistem penindasan maka
untuk itu kita harus menggali pemikiran-pemikiran orang-orang
terdahulu yang pernah merasa kejamnya Boven Digul dan penjara-
penjara penindasan. Tidak boleh ada lagi hegemoni kebenaran atas
nama kebenaran lainnya, semua harus sepakat Pancasila sebagai
landasan untuk rumah bersama. Pancasila jangan hanya jatuh jadi azas
tunggal partai yang simbolik. Biarlah Islam dengan Ke-Islamannya,
Kristen dengan KeKristenannya, atau Nasionalisme dengan kebanggaan
Merah Putihnya. Yang penting kita satu bangsa, bangsa Indonesia.

Megawati, Sutiyoso, SBY, Wiranto, JK, Akbar Tandjung dan Sri Sultan
HB IX serta tokoh-tokoh lain yang saat ini pegang role kepemimpinan
harus bersikap terbuka untuk membuka jalan bagi generasi baru,
generasi yang saling mengenal, bukan saling menuduh, generasi yang
gandrung persatuan bukan generasi yang merusak persatuan. PKS dan
PDIP adalah dua partai besar ditambah Golkar dan NU yang pasti mau
bila bersekutu dengan PDIP.

Generasi muda PDIP dibawah Budiman Sudjatmiko harus membuka dialog
dengan tokoh-tokoh PKS seperti : Igo Ilham atau Hidayat Nurwahid
mereka harus sering banyak berdiskusi, hilangkan segala prasangka
ideologi. Yang terpenting satukan visi untuk membuka jalan persatuan
substansial Indonesia Raya.

Persatuan dari kalangan Nasionalis dan Islam sangatlah penting dan
mutlak dilakukan bila kita ingin melawan Imperialisme dan
Kapitalisme Amerika serta antek-anteknya yang melingkari negara
kita : Australia dan Singapura. Kaum Kapitalis Imperialisme-lah yang
memecah saling kebencian diantara saudara-saudara sebangsa kita.
Kaum Sosialis dianggap sebagai pewaris ideologi Komunisme yang dekat
dengan PKI, sementara kaum Islam dicap sebagai pembawa musibah
terorisme dan dekat dengan paham DI/TII. Politik Devide et Empera
masih terus dilakukan dengan efektif pada bangunan atas Indonesia,
sementara bangunan bawah Indonesia terus menerus dilakukan politik
pemadatan terhadap penerimaan Kapitalisme-Imperialisme. Pada
dasarnya negara kita didirikan dengan hakekat persatuan, dimaksudkan
untuk : Memerdekakan Indonesia dari kapitalis-kapitalis asing yang
sudah berkoloni sekian ratus tahun di Indonesia kemudian dilanjutkan
dengan komplotan IMF. Namun perjalanan sejarah membuktikan bahwa
pengkhianat-pengkhianat cita-cita Indonesia telah berpesta pora
selama 32 tahun di Indonesia, mengeruk sumber daya alam, membangun
sistem negara korup, mengantarkan susunan masyarakat yang tidak
benar dan mengembangkan mentalitas saling memusuhi dengan
menyebarkan teror dan rasa takut hanya untuk memperteguh kekuasaan.
Saat inilah yang terbaik untuk bersama-sama mencari kebersamaan
kita, agar Indonesia Raya bisa lagi tegak tanpa saling memusuhi satu
sama lain, tanpa saling mencurigai satu sama lain. Akuilah bahwa
Abubakar Ba'asyir juga bagian dari anak bangsa, Budiman Sudjatmiko
juga bagian dari bangsa kita. Mereka lahir dari keprihatinan akan
bobroknya bangsa ini. Janganlah kemudian saling memusuhi,
Bersatu...Bersatu...Sekali lagi Bersatu dalam Panji Indonesia Raya
untuk membangun bangsa ini, melawan Imperialisme dan Mensejahterakan
Rakyat.

Sekian......

ANTON

1 comment:

meedjo said...

terima kasih om, aku tau blog ini berawal dari lihat status Om Anton di FB, isinya bener2 mengedukasi & membuka wawasan ku. sekali lagi terima kasih om..