Sebuah Pagi Di Musim Gugur
Satu saat ketika waktu berhenti
Dan aku sendiri berjalan di jalan itu
Mengenang jejak-jejak masa silam
Seakan waktu masa depan datang sejenak ke belakang
Lalu semua menghilang
Belgia, 1996
Lima Sajak Pengukir Takdir
(i) Ada Satu Nama
Bibirmu dekat
Dan semakin manis bila dikulum
Lalu gemulai lembut pantatmu
Menerpa wajah berkabut
Batu-batu mendekam
Seperti sebulir padi yang mengetam
Hanya limpahan air setitik
Jatuh tanpa gema
Ada Satu nama
Kuucapkan
Datang lalu menghilang
Begitulah cinta
Selalu saja bikin kesal
Dari jaman demi jaman.....
(ii) Beri Aku
Satu pagi ketika bulan masih awal
Kau beri aku satu teka-teki
Tentang seribu dewi
Yang memasak cinta di dalam panci
Dimanakah panci itu disimpan
Setelah masakan cinta selesai dihidangkan
Aku hanya sedikit menggumam
Kesal tak berdaya
Karena otakku bukanlah Sokrates yang membeku di lapangan batu
Aku hanya murid biasa bersenjatakan contekan
Bila ujian tiba
Kau diam tunggu jawabku, namun matamu berputar-putar jenaka
Dengan bibir secantik Ida Mustafa
Kau tertawa, dilihatnya sejuta bego berhamburan ke udara
Lalu kau bilang dengan ucap perlahan :
Panci itu ada dihatimu, sayang...
Lalu dia berlari girang
Menjemput masa depannya yang gemilang
(iii) Ketika Aku Tak Boleh Menulis Puisi
Bila cinta hanya berlaku pada pikiran sederhana
Kenapa harus kutulis puisi
Dan seribu makna
Yang suluk katanya terikat di atas pilar-pilar istana Permeinedes
Dan bunganya tercium di pelataran makam Kadilangu
Lalu bait-bait itu kubacakan
Dan bunga-bunga kenanga tumbuh di halaman rumah
Bila cinta hanya berlaku pada pikiran sederhana
Tak mungkin matahari redup
Waktu kau bisikkan seiris rindu untukku
Seperti rinai hujan pagi ini
Atau semanis teh yang kau buat sore kemarin
Dan aku percaya
Cinta tidak pernah datang pada pikiran yang sederhana
(iv) Rambutmu
Ada satu yang kupikirkan pada ribuan malam
Begitu lembut rambutmu
Dan bau badanmu adalah dogma yang membuat berahi menjadi kencang
Kini kau datang dalam bayangan bulan
Dan mimpi-mimpi basah di waktu petang
Bau badanmu yang membeku di otakku
Tidak pernah cair
Sebab kuingin menyimpannya di dalam botol
Lalu kutuang sebentar
Sambil berkata pelan
“Beri aku sedikit jilatan”
(v) Kemari Sayang
Kemari sayang ingin kurayu sebentar
Beri kupingmu di sudut mulutku
Hingga aku bisa bilang sepatah kata-kata
Yang mungkin usang dimakan cerita
Sebuah kata pelan
Dimana dipinggirnya dirangkai hiasan
Sedikit norak tapi mengguncangkan
Tanah lapang atau ladang cinta yang kemarin kita tanam
Kemari sayang beri sedikit aku sentuhan
Di bibirmu yang berwarna merah buni
Agar aku bisa simpan kenangannya
Dalam catatan harian sang pecinta
Yang berkelana melintas putaran sejarah
Dan berhenti sebentar untuk menuangkan rindu
Mungkin saja dengan lain wanita....
Mari sayang beri aku sedikit sentuhan
Hingga aku bisa usap lehermu
Dan kau berkeriap lemas
Dalam gelap gulita
Temaram senja yang dimakan batara kala
Kadang nafsu bisa membludak
Seperti Rahwana mencumbu lima ribu wanita
Lalu setelah itu badai selesai
Dan kau bangun pelan-pelan
Sambil berhenti sebentar untuk sekedar tertawa kecil
....bukakan jendela itu, sayang
hari sudah beranjak petang
DJAKARTA DI MUSIM LEMBAB
(i) Ada Satu Nama
Bibirmu dekat
Dan semakin manis bila dikulum
Lalu gemulai lembut pantatmu
Menerpa wajah berkabut
Batu-batu mendekam
Seperti sebulir padi yang mengetam
Hanya limpahan air setitik
Jatuh tanpa gema
Ada Satu nama
Kuucapkan
Datang lalu menghilang
Begitulah cinta
Selalu saja bikin kesal
Dari jaman demi jaman.....
(ii) Beri Aku
Satu pagi ketika bulan masih awal
Kau beri aku satu teka-teki
Tentang seribu dewi
Yang memasak cinta di dalam panci
Dimanakah panci itu disimpan
Setelah masakan cinta selesai dihidangkan
Aku hanya sedikit menggumam
Kesal tak berdaya
Karena otakku bukanlah Sokrates yang membeku di lapangan batu
Aku hanya murid biasa bersenjatakan contekan
Bila ujian tiba
Kau diam tunggu jawabku, namun matamu berputar-putar jenaka
Dengan bibir secantik Ida Mustafa
Kau tertawa, dilihatnya sejuta bego berhamburan ke udara
Lalu kau bilang dengan ucap perlahan :
Panci itu ada dihatimu, sayang...
Lalu dia berlari girang
Menjemput masa depannya yang gemilang
(iii) Ketika Aku Tak Boleh Menulis Puisi
Bila cinta hanya berlaku pada pikiran sederhana
Kenapa harus kutulis puisi
Dan seribu makna
Yang suluk katanya terikat di atas pilar-pilar istana Permeinedes
Dan bunganya tercium di pelataran makam Kadilangu
Lalu bait-bait itu kubacakan
Dan bunga-bunga kenanga tumbuh di halaman rumah
Bila cinta hanya berlaku pada pikiran sederhana
Tak mungkin matahari redup
Waktu kau bisikkan seiris rindu untukku
Seperti rinai hujan pagi ini
Atau semanis teh yang kau buat sore kemarin
Dan aku percaya
Cinta tidak pernah datang pada pikiran yang sederhana
(iv) Rambutmu
Ada satu yang kupikirkan pada ribuan malam
Begitu lembut rambutmu
Dan bau badanmu adalah dogma yang membuat berahi menjadi kencang
Kini kau datang dalam bayangan bulan
Dan mimpi-mimpi basah di waktu petang
Bau badanmu yang membeku di otakku
Tidak pernah cair
Sebab kuingin menyimpannya di dalam botol
Lalu kutuang sebentar
Sambil berkata pelan
“Beri aku sedikit jilatan”
(v) Kemari Sayang
Kemari sayang ingin kurayu sebentar
Beri kupingmu di sudut mulutku
Hingga aku bisa bilang sepatah kata-kata
Yang mungkin usang dimakan cerita
Sebuah kata pelan
Dimana dipinggirnya dirangkai hiasan
Sedikit norak tapi mengguncangkan
Tanah lapang atau ladang cinta yang kemarin kita tanam
Kemari sayang beri sedikit aku sentuhan
Di bibirmu yang berwarna merah buni
Agar aku bisa simpan kenangannya
Dalam catatan harian sang pecinta
Yang berkelana melintas putaran sejarah
Dan berhenti sebentar untuk menuangkan rindu
Mungkin saja dengan lain wanita....
Mari sayang beri aku sedikit sentuhan
Hingga aku bisa usap lehermu
Dan kau berkeriap lemas
Dalam gelap gulita
Temaram senja yang dimakan batara kala
Kadang nafsu bisa membludak
Seperti Rahwana mencumbu lima ribu wanita
Lalu setelah itu badai selesai
Dan kau bangun pelan-pelan
Sambil berhenti sebentar untuk sekedar tertawa kecil
....bukakan jendela itu, sayang
hari sudah beranjak petang
DJAKARTA DI MUSIM LEMBAB
No comments:
Post a Comment