Thursday 12 November 2009

Puisi Jazz

Puisi Jazz

By.Anton Djakarta

Sepi hitam menjadi
hutan rupa-rupa dari tanaman rupa-rupa
ilalang macam tinggi, mencari waktu mencari nama
retak malam singgah pada bintang, bintang hilang kabut pecah
dalam satu tautan keriangan
mata pisau mata kalut
sepi bertaut
pelabuhan retak
dirimu menjadi maut

Kisahkan bintang melaknat malam : Kabut sunyi
hitam tidak hitam
biru menjadi api
merah seperti tembaga
laut macam singa
magenta berbunyi warna
pada angkasa gelap rupa
satu malam tanpa jiwa
menusukkan kenangan yang sakit
tentang kaca mata
tentang celana
tentang baju kusam diatas loteng tak berbuah

Namamu berbunyi pada terompet kerang
sadur satu satu irama
membentuk buah buah kehidupan
panji-panji kemarin waktu
pada jam-jam kita bertemu
pada satu langkah sepi
angin malam
udara kuburan
gang sempit
taksi putih
mobil angkutan
warung jamu
bulan terang mainkan soneta
paling jingga tak menyapa
jinga...jingga....jingga

Kejora jatuh
batu-batu hitam
rumah kayu
mata memandang
pelukan kuat-kuat
tangisan tengah malam
rengekan
keringat kerja
satu malam satu mimpi
tak pernah usai

Lautan tepian
tak terlihat
pelabuhan menjadi pulau mati
sepi
takdir
malam
pagi

Kini loyang tak lagi menjadi emas, genting suram
rumah-rumah tanpa jendela
kereta api tua
rel mati
paku hitam
palu

Debur ombak di tepi ancol
Riang rinai suara mobil
pada parkir mall tua
sepi
malam
takdir
menjauh
panggang api
gantang asap
menunggu
jam-jam waktu

Terus
jalan meradang
mata ngengat merusak bantal
buku-buku rumah kardus
isi buku tak pernah urus
malam
takdir
pisau
usai
sepi
tak ada
mata
kaca mata
rambut
bau shampoo
bau sabun
bahu
kaki
dan rindumu

Terjal jalan merusak masa lalu
robek
gagal
waktu
sunyi

Perih angsana, perih perut bumi. Galian pacul tak berliang pada kuburan-kuburan kegagalan
sepi jam mati jalan perempatan flamboyan rumah sendal celana baju kaca mata
bulan bulat menjadi topi
kepala angsa macan api
sungguh
tak
merasai
hidup
seperti
mati
berhenti

Lalu kabar
naik ke angkasa
awan-awan
urat syaraf
jingga
putih mata
kontradiksi
keluhan
cinta
rindu
benci
dendam
cinta
rindu
benci
dendam
sakit
sakit
sakit
sakit
luka
malam
penyesalan
udara api
satu hari
selesai
menyesal
meradang
mati kutu
siksa
hidup
menyesal

Desai-desai angin malam cemara bertaut, Rumput saling cumbu, embun berahi dan kaca jendela menguap
dirimu datang pada udara hantu
dalam mimpi
dalam sesal
dalam kabut
dalam rindu
meledak

hidup seperti berhenti

1 comment:

Anonymous said...

Kelam sekali puisinya pak.