Sunday 1 November 2009

Aku, Masa Lalu dan Pelajaran Sejarah




Aku, Masa Lalu dan Pelajaran Sejarah

By.Anton Djakarta

Aku adalah orang yang hidup soliter, mungkin ini karena pengaruh zodiak macan yang mempengaruhi tahun kelahiranku. Soliter itu penyendiri dan melakukan apa-apa sendiri. Selain sikap soliter, dari kecil aku paling benci kumpul-kumpul acara yang sifatnya sosial, hal yang paling aku ingat dalam acara kumpul sosial yang pernah aku jalani hanya saat aku disuruh mewakili kelas pada acara potong kambing Idul Adha di SMP tahun 1987 habis itu aku tak ingat lagi acara sosial yang aku mau, semua konstruksi-konstruksi acara sama sekali tidak pernah aku suka. Teman-teman berkumpul untuk Valentine, aku malah menyibukkan diri di kamar entah menggambar atau membaca buku. Dan setiap teman dekatku tau, bahwa aku sangat membenci acara pesta pernikahan, hanya bisa dihitung dengan jari pesta pernikahan siapa yang aku datangi. Aku membenci sekali dengan pesta pernikahan yang merepotkan itu.

Selain sifat soliter ini aku sangat menyukai sejarah. Ini dimulai saat aku berusia 8 tahun. Aku dilarang baca komik oleh bapakku karena itu tidak menambah kepintaran, dia memaksa bahwa orang pintar adalah orang yang bisa Matematika. Ini adalah ajaran dungu yang memang dibentuk oleh paradigma masa lalu, dikiranya sastra, seni dan hal-hal lain diluar Matematika bukanlah kecerdasan, bahkan aku ingat dia mencemooh olahraga yang dibilangnya sebagai kegiatan orang-orang idiot. Padahal aku sangat suka membaca komik, komik yang paling aku suka aku masih ingat adalah komik Mahabharata Kosasih. Lain itu banyak sekali, di jaman aku SD aku suka sekali membaca Musashi yang tiap hari dimuat di Kompas. Karena dilarang baca Komik, aku malah membaca buku “Tahta Untuk Rakyat” Sri Sultan HB X yang aku ingat tahun terbitnya adalah 1982, dari buku inilah aku memulai petualangan untuk membacai sejarah. Aku ingat di umurku yang 10 tahun aku sudah ke Gramedia Blok M untuk membeli buku Socrates, lalu sejarah filsafat Yunani dan Machiavelli. Di usiaku yang 12 tahun aku sudah menamatkan ensiklopedi Amerika, tapi aku menyesal tidak pernah membiasakan diri untuk berpikir dan menulis dalam bahasa Inggris. Rupanya hal ini sangat berpengaruh dalam penulisan, tapi aku ingat NEM saat lulus SMP, bahasa Inggrisku adalah 8 sementara NEM Matematika cuman 3.5 inilah yang membuat bapakku marah besar, dicapnya aku anak bodoh.

Jaman SMP aku sudah menamatkan banyak buku sejarah termasuk buku Das Kapital dalam bahasa Inggris yang aku dapat dari seorang temanku yang bapaknya jadi diplomat, suatu saat aku melihat buku itu diatas meja dekat televisi ruang keluarganya, aku melihat-lihat kemudian dari kamar mandi bapaknya temanku muncul dan nanya ini itu, lalu kami berdiskusi tentang Marx, dia suka sekali dengan cara aku bicara dan dipinjamilah aku buku itu. Tak lama kemudian buku itu sah jadi milikku karena Bapaknya temanku pindah ke luar negeri, dan lupa menanyakan buku yang aku pinjam. Rupanya memang buku Das Kapital dalam bahasa Inggris itu rumit, barulah pada tahun 2004 Oey Han Djoen menerjemahkan buku Das Kapital kebetulan aku sama pacarku Cici pergi ke toko buku Gramedia di Kramat Raya, dan aku membeli buku itu. Cici ini juga rajin menanyai buku-buku baru ke toko-toko gramedia kalau aku sedang membutuhkan. Tapi dia sama sekali tidak suka baca buku berat, yang disukainya hanya membaca buku ringan dan novel-novel bergaya Amerika. Palingan dia hanya menyukai Totto Chan, padahal menurutku dia orang yang teramat pintar. Kecerdasannya memang kecerdasan tukang, artinya kecerdasan yang dilakukan karena berulang kali melakukan itu, maklum dia akuntan, bukan kecerdasan abstraksi atau kecerdasan kreatif. Kecerdasan tukang adalah kecerdasan dalam melakukan tindakan pengulangan sehingga mampu secara sistemik melakukan pekerjaan yang menurut standar aturan awam sangat rumit, kecerdasan cici dalam memahami angka luar biasa. Tapi dia tidak kreatif, tidak bisa menghubungkan satu konsepsi menjadi satu konsepsi sehingga membuat satu rangkaian yang bisa diambil kesimpulan, karena kecerdasan itu adalah kecerdasan abstraksi. Aku sendiri sangat bodoh dalam ilmu keterampilan tukang, walaupun jaman kuliah nilai akuntansi-ku rata-rata A tapi aku tidak suka akuntansi, aku lebih suka Manajemen Keuangan. Dan aku masih ingat dalam kuliah-kuliah Pasar Modal aku sangat menonjol, banyak teman-teman kuliahku yang mengingat ini. Tapi dari dulu Matematika adalah macam hantu yang menyebalkan.

Di Jaman SMP itu pula aku sangat rajin membeli buku-buku sejarah. Tapi jaman itu jaman Orde Baru, tentu buku sejarah adalah buku yang diijinkan. Kalau tidak salah bulan April 1988 aku berkenalan dengan orang yang lupa aku namanya siapa di LIPI, dia mengenalkanku buku-buku yang sekarang dikenal sebagai buku kiri, roman-roman Pram banyak kubacai saat itu, tapi itu sangat rahasia aku takut sekali kalau ketahuan baca buku ini, mendingan ketahuan baca buku Enny Arrow daripada baca buku yang dicap sebagai PKI. Aku masih ingat jaman SMP aku sangat menyenangi sejarah, pelajaran sejarah aku menguasai sekali. Banyak temanku SMP yang ingat akan hal ini, rata-rata nilai sejarah dari SMP sampai lulus SMA kalau ndak 9 ya 10. Sempurna.

Hanya saja kelebihan dalam mempelajari sejarah sama sekali bukan kesadaran yang bisa membentuk masa depan. Dalam hidupku hal yang paling aku sesali adalah aku tidak berani mengambil keputusan untuk mengambil jurusan sastra dalam pendidikan tinggi. Hal ini kerna cap sastra sebagai tempat anak buangan, dan ini jujur saja pemikiran bodoh yang hinggap dikepala orang-orang Indonesia saat itu. Aku ingat jaman itu adalah jaman mendewakan Habibie, orang macam Pram pastilah dilindasi karena bersifat kritis terhadap masyarakat penjara adalah hadiahnya. Jadilah ilmu tukang menjadi dewa, ilmu teknik atau akuntansi, tapi ilmu-ilmu kemasyarakatan dikebiri habis.

Saat kelas dua SMA (tahun 1991) aku ingat pelajaran sejarah adalah hari kamis. Kenapa aku ingat ini? Pertama, adalah karena aku sangat suka sejarah. Kedua, karena Maria gacoanku yang cewek Arab itu kalau kelasnya ada pelajaran Olahraga, (kelas 1-1) pas hari kamis jam 8.00 pagi. Jadi aku memilih duduk depan bangku depan dekat pintu hanya untuk melihat Maria olahraga. Jaman itu bukan jamannya cewek pakai jilbab, dan Maria nggak jilbaban dia mengenakan celana pendek olahraga dan kakinya jenjang, memang Maria orangnya tinggi, serba panjang lehernya panjang, tungkainya juga panjang kalo jalan kayak orang kaku, mangkanya Diana temanku satu kelas bilang kalau aku mencintai wanita 'ayu mung wagu'. Nah aku ingat saat itu ada pelajaran PSPB, kalau tiada salah kami disuruh menulis essay oleh guru sejarah. Saat itu aku menulis essay tentang 'seni untuk rakyat', bagus sekali itu menurutku, tapi bagi guru sejarahku itu lain soal. Entah kenapa aku dipanggil guru lain (bukan guru sejarah) dan dia mengatakan aku adalah anak berbahaya. Sampai hari ini, hal itu masih rahasia. Tapi guru itulah yang mengenalkanku dengan buku-buku yang sampai sekarang aku masih gunakan dalam menganalisa masyarakat. Dia bilang padaku “Kamu harus hati-hati, karena disekolahpun banyak intel polisi” benar-benar negara 'rumah kaca' saat itu. Sampai sekolahpun diawasi intel polisi. Jujur sedikit banyak aku agak takut, daripada buat tulisan tentang sejarah sastra kiri, lebih baik aku menulis tentang Isaac Newton, tentang pohon apel yang jatuh menuju bumi. Toh, itu tak menggangu negara pikirku lugu.

Yang aku ingat tentang pelajaran sejarah, adalah ucapan guru SMP-ku yang pernah bilang bahwa aku lebih pintar daripada dia, jadi kamu diam aja dikelas nggak usah banyak jawab. Tapi aku bandel setiap dia bertanya kepada kelas, akulah yang pertama ngacungin tangan dan memang pertama tidak ada siapa-siapa lagi karena teman-teman sama sekali tidak tau apa-apa. Yang aku masih ingat adalah perdebatanku dengan guru SMP itu tentang Raden Mas Jolang dan Raden Mas Rangsang, keturunan Panembahan Senopati. Sehingga dari perdebatan itu aku dipanggil si Jolang, tapi aku marah dan temanku kupukul supaya dia jangan lagi memanggilku dengan nama-nama aneh. Temanku si Santi saja masih inget hal ini, bulan lalu dia komen di FB dia bilang aku kayak kakeknya kalo bicara sejarah.

Kini buku sejarahku ada ribuan jumlahnya, belum lagi transkrip-transkrip. Tak terpikir olehku untuk jadi ahli sejarah, hanya mungkin kelak aku akan serius tentang hal ini. Aku urusi dulu soal duit, inilah yang aku sesali andai aku sudah dari awal hidup untuk di sastra dan nulis buku tentunya aku bisa full di bisnis penulisan, tapi aku sudah ada pada persimpangan jalan. Dan aku harus menyelesaikan urusan duit dan bisnis yang sudah aku tekuni.

Pelajaran Sejarah memang mengasyikkan.

2 comments:

tanikota said...

kwan Anton yg tak kukenal namun kupahami...senang membaca 'sejarah' pendidikan mu. ada banyak hal yg mirip walau tak sama. bagiku sejarah amatlah penting sbg peta masadepan kalo tidak maka '...we're bound to repeat it...' Santayana bilang.

kurasa org indonesia perlu rekonsiliasi dulu dgn masalalunya[mis.sejarah kiri di indonesia]namun inilah susahnya 'software' anti-kiri masih dominan dibenak kita, di pendidikan kita - sebagai negara dgn anggota partai komunis nomor 3 terbesar sedunia di zaman soekarno sewajarnya ada yg positif dan bisa digunakan sebagai modal bernegara yg lebih baik, lebih adil [mungkin].

aku sendiri sbg pecinta LH bermimpi bernegara yg berprinsip ekologis. Dimana pembangunan bukan samadengan ukuran2 ekonomi tapi sesuai daya dukung ekologis LH kita...pembangunan yg diwarnai keramahan serta tidak congkak...sgitulah. have a nice day kwan :)

Andi Is Masbrow... said...

Salute sama bung Anton...