Monday, 14 November 2011

Cerita Soal BUMN......

Indonesia ini selalu punya starter BUMN yang bagus. Dulu sebelum perusahaan telekomunikasi marak di dunia, Indonesia udah punya namanya BUMN telekomunikasi terbesar di Asia, dan nomor empat di dunia namanya Indosat. Jadi ceritanya gini pas waktu Sukarno jatuh, muncullah triumvirat Suharto, Sri Sultan dan Adam Malik. Untuk merevitalisasi perekonomian Indonesia, Sri Sultan keliling ke luar negeri, disana ia mendapatkan banyak saluran modal asing untuk membantu Indonesia salah satunya adalah dari ITT. Dari sekian banyak modal asing yang masuk itu, didirikanlah Indosat. Kemudian di tahun 1977, perkembangan telekomunikasi luar biasa, suatu saat Suharto lagi duduk-duduk di beranda rumahnya di Cendana, ia berpikir tentang proyek satelit Indonesia, Harto ngelamun tentang pendaratan manusia ke bulan, tentang masa depan dunia yang amat bergantung pada hubungan satu negara dengan negara lainnya. Lalu esoknya ia panggil Ali ke bina graha dan bertemu dengannya.


“Ali, kira-kira Industri terbesar di Indonesia itu apa yang prospektif ? selain jual minyak atau teknologi pesawat yang sekarang sedang dikembangkan oleh Habibie?”

Ali menjawab singkat “Telekomunikasi Pak”, mungkin karena background Ali ini intel jadi ia menganggap penting telekomunikasi, lalu Suharto tanya lagi “Perusahaan apa yang bisa dijadikan perusahaan terbesar negara untuk menguasai telekomunikasi” Ali ketawa sambil ngerokok “Ya Indosat”. Ketika Suharto terpilih jadi Presiden RI tahun 1978 Ali Murtopo diangkat jadi Menteri Penerangan dan Suharto mulai berkonsentrasi pada Indosat. Suatu saat di awal tahun 1980 ada catatan di meja kerjanya Suharto catatan itu adalah profil Jonathan L Parapak. Suharto suka dengan profil Parapak yang benar-benar anak desa tapi menaklukan dunia, masa kecil Parapak sama persis dengan Suharto penggembala sapi, Parapak menggembalakan sapi di Tana Toraja, di gunung yang jauh. Karena adanya program Kolombo Plan dimana negara Non Blok mengadakan program beasiswa, Parapak ikut beasiswa ke Amerika Serikat dan belajar ilmu telekomunikasi. Setelah selesai kuliah telekomunikasi Parapak kerja di ITT, disana karirnya nanjak terus, kemudian tak lama ia jadi boss di ITT. Suharto suka dengan orang ini lalu ia suruh anak buahnya memanggil Parapak pulang ke Indonesia.

Parapak diperintahkan Suharto memimpin Indosat. Dengan jenius saat itu Suharto menasionalisasi perusahaan Indosat yang tadinya milik asing dan dijadikan BUMN. Parapak sendiri berkata pada Suharto “masa depan dunia itu ada di telekomunikasi, setidak-tidaknya Indonesia harus memiliki perusahaan negara yang bisa menguasai dunia melalui telekomunikasi” Suharto manggut-manggut sambil memandang mata Parapak tajam, lalu ia tersenyum “kamu bisa memajukan Indosat?”

“Siap Pak” jawab Parapak singkat.

Ternyata Parapak bisa memajukan Indosat dengan luar biasa gilanya, di tahun 1985 dengan omset 146 milyar, Parapak bisa menciptakan laba sebesar 100 milyar. Indosat diliat banyak pengamat bisnis akan jadi mesin bisnis telekomunikasi nomor satu di dunia, bila dikelola dengan tepat.

Estimasi Suharto ataupun Ali Murtopo ternyata benar masa depan dunia adalah telekomunikasi tapi sayang sekarang Indosat bukan lagi milik Pemerintah, sahamnya sudah dilego ke Temasek (Holding BUMN Singapura) lalu Temasek menjual mayoritas saham Indosat ke Perusahaan Telekomunikasi Qatar, -Qtel-. Padahal Indosat adalah salah satu BUMN yang kemungkinan bisa membangun jaringan telekomunikasi menyeluruh di Indonesia, dengan Indosat setidak-tidaknya kota-kota besar Indonesia terjaring oleh WIFI dengan gratis. Laba perusahaan itu bisa disalurkan untuk membangun fungsi-fungsi umum masyarakat seperti sekolah, puskesmas dan percepatan pembangunan ekonomi di daerah.

Dulu di tahun 1957 keadaan ekonomi Indonesia kacau, para politisi berantem dengan pemerintah di Parlemen. Soal-soal ekonomi jadi rebutan diantara mereka, sumber-sumber daya alam sama sekali tak tergarap. Pusing dengan soal beginian kemudian pemerintah nunjuk Angkatan Darat kelola sumber daya alam. Nasution ketumpuan kerjaan, dia bingung kemudian dia nunjuk Kolonel Ibnu Sutowo yang udah pengalaman ngelola minyak di Palembang. Saat itu Indonesia nggak ada modal, nggak ada tenaga ahli, apalagi orang-orang bule diusirin semua karena agenda perebutan Irian Barat. Ibnu Sutowo lalu puter otak untuk ngembangin apa yang dikasih tugas Nasution, lalu Ibnu manggil anak buahnya : Mayor Geudong, Mayor Harjono dan Kapten Affan. “Beginilah kita hanya modal lima meja, dua sepeda kita disuruh bangun perusahaan minyak” kata Ibnu sambil matanya menerawang kosong ke muka. Tapi kemudian Ibnu bergerak cepat, dia ketemu dengan Insinyur Andono ahli minyak Indonesia didikan Belanda. Lewat Andono pula disarankan bikin legalitas perusahaan, Ibnu menamai perusahaan minyaknya Permina, singkatan dari Perusahaan Minyak Negara . Lalu Ibnu mendaftarkan perusahaan minyak negara itu lewat namanya. Setelah urusan legalitas selesai Ibnu duduk bengong ia tak tau harus berbuat apa. Tak sengaja ia membaca buku Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 : “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat” Ibnu tercenung lalu ia berpikir pasti ada jalan. Benar saja seminggu kemudian ada permintaan minyak dari Singapur, dari permintaan kecil ini kemudian berkembang Ibnu Sutowo mampu menyusun armada tanker minyak milik Permina, lalu Ibnu dengan cerdas membeli asset Shell yang kelak kemudian Asset itu digunakan dalam tawar menawar pengambilalihan konsesi Shell di Indonesia. Sukarno kagum lalu ia meminta Ibnu duduk menjadi Menteri Energi dalam kabinet Sukarno, sepeninggal Djuanda tahun 1963. Sukarno memimpin kabinetnya sendiri dia didampingi tiga Waperdam yaitu : Chaerul Saleh, Leimena dan Subandrio. Chaerul Saleh mengurusi masalah ekonomi. Chaerul Saleh ini ambisinya mengakhiri seluruh konsesi minyak asing di Indonesia, dan membangun dengan modal sendiri. Ibnu Sutowo melarang untuk melakukan itu karena memang modal belum kuat, Ibnu minta Cherul maen cantik “Kita akan mengakuisisi perusahaan minyak asing satu persatu, tapi manfaatkan modal mereka dulu” hal ini kemudian disampaikan Sukarno. Saat itu Sukarno membaca laporan perkiraan potensi kekayaan alam Indonesia, Sukarno amat yakin Indonesia adalah negara terkaya di dunia, ia juga percaya suatu saat perusahaan minyaknya akan mencaplok satu persatu perusahaan minyak asing. Setelah membaca laporan ini Sukarno lalu bertindak menantang negara Imperialis. Karena Inggris dan Amerika Serikat ngiler dengan banyaknya sumber alam di Indonesia, mereka ingin caplok Indonesia satu per satu wilayah yang kaya sumber daya alam. Beruntung rasa nasionalisme Indonesia begitu kuat, banyak pertimbangan dari CIA dan masukan dari Inggris bahwa susah menyerang Indonesia, pasti kalah. Rakyat negeri ini terkenal gila perang bahkan salah seorang intel Inggris berkata pada agen CIA “Sebenarnya Belanda itu bukan menguasai Indonesia 350 tahun, tapi perang dengan orang-orang Indonesia selama 350 tahun”. Setelah perebutan Irian Barat berhasil, Inggris menggunakan senjata paling mematikan untuk menghadapi Indonesia yaitu : Operasi Intelijen. Lewat pembentukan Federasi Malaysia, Inggris mulai mengecoh Indonesia. Inggris tau, sejak awal milisi-milisi sabah dan sarawak punya hubungan dengan Indonesia kalau Sarawak, Brunai dan Sabah itu dikitik-kitik maka Sukarno akan terpancing. Awalnya Sukarno tak begitu peduli soal Federasi Malaysia, tapi kemudian Malaysia mancing kemarahan Sukarno dengan amat sinting, beberapa pemuda Malaysia memaksa Tunku Abdulrachman menginjak foto Sukarno dan lambang negara Garuda Pancasila. Provokasi ini ternyata berhasil memancing kemarahan Sukarno, sementara dilapangan Angkatan Darat dan PKI semakin meruncing pertarungannya. Dan terjadilah Gestapu 65 yang kemudian menyudahi seluruh rencana Sukarno untuk mengakuisisi seluruh perusahaan asing dan tambang asing ke dalam perusahaan negara. Di masa inilah Ibnu Sutowo bertahan untuk tetap menghidupkan Permina. Di tahun 1966 Suharto meminta apakah Ibnu terus pegang Permina atau jadi Menteri Energi, Ibnu milih tetap jadi Direktur Permina, ia punya visi sendiri dengan konsep bagi hasil unggul. Saat itu juga Suharto ngangkat Bratanata jadi Menteri Energi. Antara Bratanata dan Ibnu saling nggak akur, Bratanata konsepnya kontrak karya sementara Ibnu punya konsep bagi hasil unggul, Ibnu berpegangan seluruh perusahaan minyak asing harus dipegang manajemennya oleh Indonesia, Pemerintah memegang seluruh lini bisnis minyak dari atas sampai paling bawah, dengan jalan ini maka diharapkan akan ada perusahaan minyak raksasa yang akan jadi pendorong tumbuhnya bisnis baru. Persaingan antara Bratanata dan Ibnu kemudian dimenangkan oleh Ibnu, lalu Ibnu meneruskan konsepnya yang kemudian amat berhasil. Tahun 1969 Menteri Bratanata diganti oleh Prof. Soemantri Brodjonegoro yang sevisi dengan Ibnu dalam membentuk satu perusahaan tunggal minyak, lalu Permina diganti jadi PN Pertamina : perusahaan ini penyatuan antara perusahaan penyalur hasil minyak ke masyarakat Pertamina dengan perusahaan tambang minyak bumi Permina, Ibnu lalu dibenci kelompok pasar bebas dibawah komando Widjojo Nitisastro, pihak Widjojo tidak suka ada perusahaan besar yang dikelola tanpa persaingan. Ibnu juga terlalu flamboyan dalam memperlihatkan kegagahan Pertamina. Dibawah Ibnu Pertamina menggurita, di tahun 1970 ditemui banyak tambang-tambang minyak baru yang bikin kelojotan mata perusahaan tambang asing, tapi Pertamina dibawah Ibnu dengan keras kepala akan mengelola sendiri tambang-tambang itu. Pertamina adalah perusahan konglomerasi pertama di Indonesia yang kemudian pola-nya diikuti oleh banyak holding company BUMN di tahun 1980-an seperti Temasek atau Petronas. Ibnu banyak membuat perusahaan dan mengakuisisi usaha-usaha yang prospektif. Taruhan terbesar Ibnu adalah saat membangun tambang gas, Ibnu melihat gas akan jadi komoditi terbesar dunia. Dengan masuk ke bisnis LNG yang saat itu teknologinya masih dikuasai negara maju seperti Jepang, Ibnu nekat ia berpikir dengan masuk ke LNG ini saja bisa melunasi hutang nasional yang saat itu berjumlah 6 milyar dollar. Bisnis LNG yang mustahil dikerjakan orang Indonesia dan ini sempat dikatakan oleh orang Jepang ternyata berhasil dilakukan. Ibnu mengerjakannya dengan baik, kelak perusahaan LNG di Kalimantan Timur jadi perusahaan gas terbesar di Asia. Pertamina mustinya memiliki itu semua. Lalu Ibnu melakukan pinjaman jangka panjang perusahaan 20 tahun untuk meneruskan proyek-proyek pemerintah yang seperti Krakatau Steel dan Otorita Batam. Yakin dengan cairnya dana pinjaman jangka panjang, Ibnu bikin kontrak pinjaman jangka pendek untuk mempercepat proyek, ia melakukan short term debt dengan jaminan long term debt udah akan keluar. Ternyata Ibnu dijegal long term debt 1,6 milyar gagal cair. Ibnu sendiri sudah diserang kanan kiri, karena tuduhan korupsi. Mochtar Lubis kupingnya gatal tiap hari kerjaannya ngetik bikin artikel untuk nyerang Ibnu di korannya Indonesia Raya. Kelompok Mafia Barkeley tidak menyukai Ibnu karena prinsip Ibnu yang keras kepala nasionalisme-nya untuk menguasai tambang-tambang di Indonesia dan ambisi Ibnu agar Pertamina menjadi satu-satunya perusahaan energi terbesar di Indonesia yang divisi kan jadi perusahaan energi terbesar di dunia. Bagi kelompok pasar bebas hal ini akan menghalangi gerak laju modal mereka, maka dengan jalan politik yang penuh intrik, rumit dan njlimet Ibnu tersingkirkan. Ia ditendang dari Pertamina dengan label cap buruk. Padahal orang inilah yang membangun Pertamina hanya dengan bermodalkan empat meja dan dua sepeda jadi perusahaan energi terbesar di Asia . Sepeninggal Ibnu Sutowo, konsep kontrak karya dijalankan, tambang-tambang alam dikuasai oleh pihak asing, manajemen bukan kita yang memegang. Pada akhirnya kita tidak berdaulat atas kekayaan alam sendiri. Pasal 33 UUD dibuang ke tempat sampah, rakyat miskin sementara di depan matanya hasil-hasil tambang diangkut ke luar negeri.

Mustinya Pertamina apabila berjalan dengan kuat visi nasionalismenya dan tidak membiarkan tambang dikuasai asing, akan jadi perusahaan minyak bumi terbesar di dunia. Pertamina mungkin bisa membeli klub sebesar Chelsea atau Arsenal atau Barcelona dengan kekayaannya. Tapi kita lihat sekarang dibandingkan dengan Petronas-pun Pertamina tidak ada apa-apanya. Yang diurusin Pertamina cuman jualan bensin, mustinya Pertamina sudah mengakuisisi dimana-mana perusahaan minyak besar di manapun disudut bumi dan hasilnya untuk kekayaan warga negara Indonesia.

Krakatau Steel adalah juga cerita suramnya jalan sejarah BUMN kita. Krakatau Steel (KS) awalnya adalah sebuah ide yang dihidupkan oleh Chaerul Saleh pada sebuah sore saat ia ngobrol-ngobrol dengan Menteri Djuanda di tahun 1957 saat itu juga hadir Semaun salah seorang eks menteri besar Stalin. Chaerul Saleh baru saja pulang dari Jerman Barat, ia disuruh sekolah oleh Sukarno karena ia dikejar-kejar oleh pasukan Nasution karena pasukan Chaerul Saleh di jaman Revolusi menolak kesepakatan KMB 1949. Chaerul Saleh lalu lari ke Gunung Bunder dan bergerilya disana sembari nembakin pos-pos milik TNI. Suatu hari Chaerul Saleh disuruh turun gunung oleh beberapa penggede Partai Murba dan lewat bantuan seseorang dibawa ke Sukarno lalu dilarikan ke Jerman Barat. Di Jerman Barat Chaerul memperhatikan bahwa masa depan dunia akan bergantung pada industri-industri raksasa, dan industri yang amati akan jadi tulang punggung kemajuan negara adalah industri baja. Semaun langsung menanggapi omongan Chaerul Saleh tentang industri baja “Asal kamu tau aja Rul, di Kalimantan itu semua tanahnya besi semua. Itulah sebabnya di Kalimantan tak ada kuda, bisa ompong kuda kalo makan tanah yang mengandung biji besi” Chaerul dengan mata membulat menyetujui omongan Semaun. Kemudian ketika Djuanda diangkat jadi Perdana Menteri pada Kabinet Kerja (Zaken Kabinet), Chaerul dipilih Djuanda untuk membidangi industri, lalu Chaerul mulai melakukan lobi-lobi ekonomi ke sejumlah negara lewat jalur Adam Malik, Chaerul mencoba mendekati Moskow. Akhirnya pada tahun 1960 lobi itu berhasil Chaerul Saleh mendapatkan modal moskow dan mendirikan Pabrik Baja Trikora Cilegon. Pemilihan Cilegon dijadikan pabrik baja karena pelabuhan Banten adalah pelabuhan terbaik di dunia, kelak Pelabuhan Banten akan jadi pelabuhan dagang paling besar di Asia dengan tumbuhnya industri baja disini maka pelabuhan Banten akan jadi pusat dari jaringan pelabuhan-pelabuhan yang ada di Indonesia. Proses pembangunan terus berlangsung, kemudian datanglah Gestapu 65. Saat itu Chaerul Saleh jadi Waperdam III Sukarno membidangi soal Ekonomi. Chaerul Saleh adalah Menteri yang diincar oleh asing karena kebijakannya selalu keras soal modal asing dan ingin mengakuisisi seluruh tambang-tambang alam hanya untuk milik Indonesia dan digunakan guna kemakmuran rakyat banyak. Kemudian Chaerul Saleh dipenjarakan karena ia tetap mendukung Sukarno, Chaerul Saleh sendiri mati secara misterius tahun 1967. Kabarnya ia meninggal di WC rumah tahanan.

Proyek Pabrik baja dilanjutkan, dengan bantuan modal Pertamina lalu Pabrik Baja PT Trikora diganti namanya jadi Krakatau Steel tahun 1970. Pabrik baja ini dibangun dengan modal raksasa tapi kita tahu hasil akhirnya BUMN ini tidak begitu mencorong value-nya, bahkan dengan perusahaan Mittal-pun kalah. Mittal adalah orang India miskin yang merantau ke Jakarta kemudian naik kereta kelas ekonomi ke Surabaya, menumpang nginap di rumah Sinivasan di Surabaya lalu dengan kerja kerasnya ia bikin pabrik baja di Waru Jawa Timur dengan modal itu ia lalu membeli pabrik-pabrik yang merugi kemudian membuatnya kinclong. Dengan kemampuan inilah ia mengakuisisi pabrik-pabrik baja besar.

Krakatau Steel tidak seperti itu ia malah jadi perusahaan BUMN yang lamban, mustinya dengan modal yang raksasa dan pengalaman yang panjang KS bisa menguasai industri baja dunia. Tapi sekarang sahamnya dijual murah di lantai bursa.

Pendahulu-pendahulu kita mewarisi modal yang amat raksasa, tapi kita selalu dikibulin asing dan tidak bervisi ke depan, peneliti harus membongkar sejarah keterpurukan BUMN kita dengan kartu mati-kartu mati yang dipegang pejabat demi kekayaan pribadi, juga meneliti soal corporate culture tiap BUMN. Sesungguhnya BUMN kita masih banyak, ratusan jumlahnya kalau itu direvitalisasi dan dijadikan satu perusahaan kuat yang efektif, BUMN kita bisa seperti Temasek dan membeli banyak perusahaan sakit lalu menyehatkannya kembali dan menjadi aset nasional kita atau memborong aset-aset negara yang sakit. Tapi ini tidak BUMN kita menjadi sarang kemunduran ekonomi bangsa ini. Kita belum terlambat, setelah berakhirnya rezim brengsek SBY generasi muda harus melihat potensi BUMN sebagai sumber terbesar kekayaan bangsa untuk dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Kelak bangsa ini tidak akan lagi mengekspor babu, tidak akan lagi ditertawakan dunia Internasional, kalau kita dari sekarang jelas arahnya mau kemana. Kekayaan bangsa ini luar biasa. Dan jalan untuk menasionalisasi aset-aset asing tak harus dengan politik, bisa juga dengan jalan ekonomi lewat kecerdikan bisnis, asal tujuannya memang untuk memperkaya bangsa.

No comments: