Monday, 19 October 2009

Sajak Kecaman

Kebohongan apa lagi yang kau ucapkan di depan Mahkamah Rakyat?
Berjuta nyawa bergantung pada kebijakanmu
tapi kau bermain api dengan Amerika menjual negaramu

Kebusukan apa yang mengalir dari penamu
ketika arah darah tinta kau tandatangani pada keputusanmu
trilyunan duit kesejahteraan rakyat kau buatkan talangan untuk konglomerat

Darah rakyat sudah lama mengering
Parang berkarat karena lama tak bertindak
Pulau buru menjadi monumen bisu betapa kekuasaan seperti tangan tuhan berlumuran darah

Bayonet-bayonet yang membunuhi mahasiswa lama tersimpan di celana para Jenderal
dengan demokrasi kau tetap tumpukkan modal
mata api, mata rakyat
tak akan pernah lekang mengawasi kau

Sajak ini adalah benih dari Reformasi yang mati muda
karena tak ada darah menggenjot perubahan
maka komprador tetap menjadi raja
kaum buruh tetap saja melarat
kaum petani dihina kehidupannya
kaum nelayan kehabisan solarnya
kaum babu masih menggeruntuk negeri tetangga

Jadikan ibukota menjadi jajahan tukang becak
bukan sarang bandit perampok duit rakyat
berlagak menjadi intelektual tapi tak punya moral
belagak menjadi kaum moral tapi melonte pada modal

Sajak ini, sajak kecaman
kepada kamu yang punya duit di bank-bank dengan aman
sedikit lagi rakyat menjajah jalan-jalan
menyeret keluar para komprador
dan menggantungnya di lapangan monas

Masihkah kau bisa kenyang?
Ketika rakyat masih jadi babu di negeri sendiri

Negeri macam apa ini
kekayaan kita yang punya
hutan, tambang batu bara, emas dan minyak
itu punya kita, karena diwariskan lewat Revolusi 45
Tapi rakyat kelaparan
bayar obat tak ada biaya
negara tak punya uang
tapi pejabat menyenggamai pelacur berharga ratusan juta dan mengendarai mobil milyaran harganya

Negara macam apa ini
rakyat disuruh menderita
Pejabat pesta pora
Rakyat mengemis di jalan-jalan raya.

Negara Macam apa ini
yang tak bisa melindungi kaum miskin
tapi hanya menjadi centeng bagi pemodal
tak bisa membiayai kesehatan rakyat
tapi memerah dana pajak untuk kesehatan

Negara macam apa ini
Moralitasnya di Pancasila kata-katanya seperti untaian para dewa
Agama dipeluknya dengan taat
Doa-doa menjadi bahasa pengantar tidur
tapi uang dihasilkan dari merampok
uang peras dan komisi
uang jago dan gratifikasi

Beras rakyat, beras aking
Beras pejabat beras rojolele

Anak rakyat dipaksa menjadi kuli
anak pejabat menjadi calo para menteri

Negara apa ini
sastra-sastra menjadi wangi, tak tau persoalan rakyat
bicara tentang bulan, bicara tentang tanah subur gembur makmur
tapi tak sadar di depannya rakyat ngantri minyak
puluhan luka membakar kaki-kaki mereka.

Satu Kata :

Buruh musti disadarkan
Petani musti bergerak
Maka Revolusi menjadi bab sejarah baru bagi pelajaran Anak SMA..............

No comments: