Sunday, 16 October 2011

Sukarno dan Irian Barat




Pada satu pagi di Bulan November 1959 Sukarno membaca laporan sebuah riset lama karya Juan Jacques Dozy yang merupakan referensi dari perpustakaan Belanda. Lalu ia mendengar adanya sebuah sinyalemen gerakan bisnis dari pengusaha Amerika Serikat Forbes Wilson yang akan mengeksplorasi Irian Barat. Sebenarnya masalah Papua Barat ini menjadi ganjalan pikiran Sukarno, karena ia merasa negaranya sudah terkepung dimana-mana, menurut analisa geopolitiknya : di utara Indonesia masih bercokol Inggris dengan Malaya dan di timur masih bercokol Belanda di Papua Barat. Ia belajar dari sejarah, pertemuan antara Inggris dan Belanda akan menjadi bentuk Kolonialisme, dan pertemuan mereka itu jelas akan mengepung pulau-pulau inti Nusantara. Lalu ketika ia mendengar bahwa pengusaha-pengusaha Amerika Serikat berminat terhadap masalah Papua Barat dan menemukan sumber cadangan raksasa di Papua Barat, insting geopolitik Sukarno bergerak cepat. Masalah Papua Barat jika didiamkan akan menjadikan Indonesia masuk ke dalam jurang penjajahan baru, yaitu tereksploitasinya Sumber Daya Alam.

Sementara di sisi lain, Bisnis bergerak cepat. Forbes Wilson pada 1 Februari 1960 melalui Freeport Sulphur dan East Burneo Company membuat kontrak kerjasama eksplorasi biji tembaga di Papua Barat. Selama beberapa bulan Wilson menjelajah kawasan Erstberg. Wilson terperancat menyaksikan kekayaan biji tembaga yang terhampar luas di permukaan tanah.

“Inilah keajaiban yang sulit ditemukan di manapun,” tulis Wilson di The Conquest of Cooper Mountain. “Sekitar 40 sampai 50 persen biji besi dan 3 persen tambang serta masih terdapat perak dan emas. Angka tiga persen itu saja sudah cukup menguntungkan bagi industri tambang. Tiga belas juta ton biji tembaga di permukaan tanah dengan kedalaman 100 meter. Jika untuk memproses 5.000 ton biji tembaga/hari dibutuhkan investasi 60 juta dollar AS, dengan rincian biaya produksi 16 sen dollar/poin.

Sementara harga jual 35 sen/poin, maka dalam tiga tahun saja inventasi itu sudah lunas,” tulis Wilson di The Conqust of Cooper Mountain. Deposit tembaga lebih besar bukan hanya Erstberg tetapi juga Gressberg. Freeport menyebut di areal Gressberg ini tersimpan cadangan tembaga sebesar 40,3 milyar pon dan emas 52, 1 juta ons. Doposit ini mempunyai nilai jual 77 milyar dollar As dan hingga 45 tahun ke depan masih menguntungkan.

Namun Freeport mengurungkan niatnya segera mengeksploitasi Erstberg. Sementara itu, hubungan Indonesia dan Belanda (yang lebih dulu menguasai Papua Barat) itu sangat genting dan mendekati perang terbuka. Pada tahun 1961 presiden AS John F Kennedy mengutus Ellsworth Bunker sebagai negosiator untuk menekan Belanda dan mengelabui PBB untuk Papua masuk ke dalam Indonesia.
Lalu Sukarno pada 19 Desember 1961 ditengah hujan deras yang mengguyur kota Yogyakarta mengumumkan rencana serangan militer untuk menguasai Papua Barat. Ia sebut Operasi itu adalah Trikora. Kemudian setelah pidato yang membakar semangat rakyat, ia kembali ke Jakarta dan memanggil Jenderal Nasution untuk menyelesaikan semua tahapan perang. Di ruang kerjanya Nasution rapat dengan staf-nya.

Akhirnya diputuskan Indonesia harus mendapat suplai senjata baru. Nasution menghubungi kontak-kontak penjualan senjata di Amerika Serikat, namun AS menolak membantu. Dinas Intelijen AS menilai, bila Indonesia berperang dengan Belanda maka Papua Barat akan jatuh ke tangan Indonesia ataupun bila Belanda berhasil mempertahankannya maka legitimasi dunia Internasional akan sah jatuh ke tangan Belanda. Diam-diam AS ingin menguasai Papua Barat melihat potensi sumber daya alamnya yang begitu luar biasa.

Pada bulan Desember 1960, Jendral Nasution pergi ke Moskwa, Uni Soviet, dan akhirnya berhasil mengadakan perjanjian jual-beli senjata dengan pemerintah Uni Soviet senilai 2,5 miliar dollar Amerika dengan persyaratan pembayaran jangka panjang. Setelah pembelian ini, TNI mengklaim bahwa Indonesia memiliki angkatan udara terkuat di belahan bumi selatan. Amerika Serikat tidak mendukung penyerahan Papua bagian barat ke Indonesia karena Bureau of European Affairs di Washington, DC menganggap hal ini akan "menggantikan penjajahan oleh kulit putih dengan penjajahan oleh kulit coklat". Tapi pada bulan April 1961, Robert Komer dan McGeorge Bundy mulai mempersiapkan rencana agar PBB memberi kesan bahwa penyerahan kepada Indonesia terjadi secara legal. Walaupun ragu, presiden John F. Kennedy akhirnya mendukung hal ini karena iklim Perang Dingin saat itu dan kekhawatiran bahwa Indonesia akan meminta pertolongan pihak komunis Soviet bila tidak mendapat dukungan AS.

Indonesia membeli berbagai macam peralatan militer, antara lain 41 Helikopter MI-4 (angkutan ringan), 9 Helikopter MI-6 (angkutan berat), 30 pesawat jet MiG-15, 49 pesawat buru sergap MiG-17, 10 pesawat buru sergap MiG-19, 20 pesawat pemburu supersonik MiG-21, 12 kapal selam kelas Whiskey, puluhan korvet, dan 1 buah Kapal penjelajah kelas Sverdlov (yang diberi nama sesuai dengan wilayah target operasi, yaitu KRI Irian). Dari jenis pesawat pengebom, terdapat sejumlah 22 pesawat pembom ringan Ilyushin Il-28, 14 pesawat pembom jarak jauh TU-16, dan 12 pesawat TU-16 versi maritim yang dilengkapi dengan persenjataan peluru kendali anti kapal (rudal) air to surface jenis AS-1 Kennel. Sementara dari jenis pesawat angkut terdapat 26 pesawat angkut ringan jenis IL-14 dan AQvia-14, 6 pesawat angkut berat jenis Antonov An-12B buatan Uni Soviet dan 10 pesawat angkut berat jenis C-130 Hercules buatan Amerika Serikat.

Akhirnya Papua Barat bisa direbut, dengan sumber daya alam yang amat kaya itu Sukarno bermimpi akan membangun bangsanya menjadi bangsa terkuat di Asia. Dengan politik regionalnya ingin menguasai Asia Tenggara, dengan menguasai Asia Tenggara semua jalur dagang dan jalur ekonomi akan dikuasai Indonesia. Program ekonomi Sukarno adalah menguasai kekayaan alam dahulu setelah itu menyalurkannya untuk kesejahteraan umum.

Di bawah Sukarno Indonesia berpotensi menjadi Negara terkaya nomor empat sedunia. Tapi sejarah berkata lain, dan kini terus bermunculan agen-agen asing yang terus menghembus-hembuskan argument untuk memusuhi Pemikiran dan Jalan Politik Sukarno yang tujuan mereka hanya satu : Penguasaan Sumber Daya Alam jatuh ke asing dan tidak adanya saluran untuk kesejahteraan umum.

No comments: