Sunday, 27 November 2011

Kita adalah Ibu Kandung dari Keadaan ini

Selama kita mengagumi dan menganggap ukuran prestasi adalah kepemilikan benda-benda, ukuran gengsi sosial itu adalah kekayaan dengan berapa jumlah di rekening kita, derajat kemanusiaan dinilai dari kemampuan kita mengakumulasi kekayaan selama itu pula sistem negeri ini akan selalu melahirkan bajingan-bajingan politik dengan anggaran negara sebagai pusar seluruh kerja politik mereka, demokrasi hanya akan menghasilkan sebarisan kaum dungu yang tak tau malu, dan agama hanya memproduksi orang yang pintar bicara dan menjual ayat dengan harga murah. Budayawan-budayawan kita berubah menjadi pedagang pandai menghitung rekening di setiap pertunjukan, pelukis-pelukis kita tidak lagi merenung dengan kegilaan fantasinya tapi malah asik mengestimasi harga gorengan lelang di pasar lukisan dunia. Sastrawan-sastrawan kita menulis hanya untuk uang atau hanya bisa terlihat hebat di mata kawan-kawannya.

Kita selalu marah dengan keadaan yang kian memburuk ini, tapi kita sendiri adalah ibu kandung dari keadaan ini, kitalah yang melahirkan kondisi bejat seperti ini. Tanpa sadar, kita mengagumi orang-orang yang pandai korupsi, tanpa sadar ibu-ibu lebih menyukai memiliki menantu seorang pejabat pajak yang pandai tilap laporan-laporan pajak ketimbang seorang guru yang jujur, kita lebih menghargai politikus yang memiliki duit trilyunan ketimbang pejuang kemanusiaan yang bertarung sendirian di tengah masyarakat.

Berhentilah mengagumi kekuatan benda-benda, berhentilah mengagumi kekayaan, karena hakikat kemanusiaan itu diletakkan sejauh mana manusia berguna bagi masyarakatnya, bagaimana manusia bisa menjadikan hidupnya lebih baik bagi orang lain, karena inilah inti ajaran hidup yang selalu dipesankan oleh orang-orang tua kita yang tau bagaimana menikmati hidup dengan nada tertawa.

Sekali lagi, kembalilah pada kemanusiaanmu.

1 comment:

Anonymous said...

isinya manteb2 ne