Sajak Untuk Gus Dur
Oleh Anton Djakarta
Kematian adalah waktu yang membatasi eksistensi manusia
Waktu yang pernah menjadi pikiran ketika kita hidup
Waktu yang menjalani kita terbang bersama bergelut dengan kehidupan
Kematian adalah perayaan bagi sebuah pertemuan
Pertemuan dengan Tuhan dan disitulah esensi terbuka
Pada pintu yang jembar........
Manusia dan sejarah adalah persoalan akumulasi
Dan Gus Dur menjalani itu dengan baik
Akumulasi untuk menghargai bahwa kita hidup di dunia yang tidak hanya satu pikiran
bahwa kita hidup di dunia ini bersama-sama
dan bahwa kita diajarkan untuk saling mengenal perbedaan
karena perbedaan pada hakikatnya adalah melatih kecerdasan.
Gus, pikiranmu tetap konsisten walau kau kerap berlagak mengubah-ubah pendapat
Kau jalani hidup di Mesir dengan pemberontakan intelektual
kau goyang-goyangkan Indonesia dengan kegelisahan
Di kala semua orang sujud di kaki Suharto
kau menyadarkan bahwa kekuasaan tidaklah harus tunggal
Kau memainkan drama politik dengan penuh gairah
kegelisahan itu menjadikan dirimu sebagai sutradara sejarah Indonesia
Lewat kelihaianmu rakyat disadarkan bahwa sang Raja tidaklah harus menjadi pemain tunggal pembentuk segala.........
Gus, masih ingatkah kau ketika kau mencela DPR sebagai Taman Kanak-Kanak
Ya, kita sedang belajar berdemokrasi, kau hadir di masa-masa sulit untuk mengajarkan kami betapa demokrasi memang harus riuh rendah, betapa demokrasi harus menjadikan kita dewasa dan kau tetap menawarkan kegelisahan pada kami......
Gus, kau dengan berani menyatakan bahwa Indonesia bukanlah ruang tunggal untuk satu kepercayaan, Indonesia adalah ruang bersama untuk banyak kepercayaan, karena pada hakikat manusia hidup dengan pengalamannya bukan pemaksaan atas pengalaman orang lain.
Gus, kaulah yang menyadarkan kami tentang apa itu arti masyarakat
tentang apa itu fungsi negara
tentang definisi agama dan pergaulan diantara umat agama
kaulah yang membawa sinar terang bagaimana multikultural harus dijalankan
ditengah bangsa yang berbhineka bukan saja dari adat tapi juga agama...........
Dalam sakitmu, Tuhan selalu melindungimu........
Selamat Jalan Gus, Bangsa ini banyak belajar dari caramu bekerja.
Wednesday, 30 December 2009
Saturday, 21 November 2009
Words
Jika anda sedang benar, jangan terlalu berani dan
bila anda sedang takut, jangan terlalu takut.
Karena keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan anda
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil
Anda hanya dekat dengan mereka yang anda
sukai. Dan seringkali anda menghindari orang
yang tidak tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru
Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi
pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
belajar, akan menjadi pemilik masa depan
Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
pencapaian kecemerlangan hidup yang di
idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa
kesenangan adalah cara gembira menuju
kegagalan
Jangan menolak perubahan hanya karena anda
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya anda merendahkan nilai yang bisa
anda capai melalui perubahan itu
Anda tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila
anda berkeras untuk mempertahankan cara-cara
lama anda. Anda akan disebut baru, hanya bila
cara-cara anda baru
Ketepatan sikap adalah dasar semua ketepatan.
Tidak ada penghalang keberhasilan bila sikap
anda tepat, dan tidak ada yang bisa menolong
bila sikap anda salah
Orang lanjut usia yang berorientasi pada
kesempatan adalah orang muda yang tidak
pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi
pada keamanan, telah menua sejak muda
Hanya orang takut yang bisa berani, karena
keberanian adalah melakukan sesuatu yang
ditakutinya. Maka, bila merasa takut, anda akan
punya kesempatan untuk bersikap berani
Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
stress adalah kemampuan memilih pikiran yang
tepat. Anda akan menjadi lebih damai bila yang
anda pikirkan adalah jalan keluar masalah.
Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui
mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan
tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan
yang kemudian anda dapat
Seseorang yang menolak memperbarui cara-cara
kerjanya yang tidak lagi menghasilkan, berlaku
seperti orang yang terus memeras jerami untuk
mendapatkan santan
Bila anda belum menemkan pekerjaan yang sesuai
dengan bakat anda, bakatilah apapun pekerjaan
anda sekarang. Anda akan tampil secemerlang
yang berbakat
Kita lebih menghormati orang miskin yang berani
daripada orang kaya yang penakut. Karena
sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas masa
depan yang akan mereka capai
bila anda sedang takut, jangan terlalu takut.
Karena keseimbangan sikap adalah penentu
ketepatan perjalanan kesuksesan anda
Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita
adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba
itulah kita menemukan dan belajar membangun
kesempatan untuk berhasil
Anda hanya dekat dengan mereka yang anda
sukai. Dan seringkali anda menghindari orang
yang tidak tidak anda sukai, padahal dari dialah
Anda akan mengenal sudut pandang yang baru
Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi
pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus
belajar, akan menjadi pemilik masa depan
Tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi
pencapaian kecemerlangan hidup yang di
idamkan. Dan berhati-hatilah, karena beberapa
kesenangan adalah cara gembira menuju
kegagalan
Jangan menolak perubahan hanya karena anda
takut kehilangan yang telah dimiliki, karena
dengannya anda merendahkan nilai yang bisa
anda capai melalui perubahan itu
Anda tidak akan berhasil menjadi pribadi baru bila
anda berkeras untuk mempertahankan cara-cara
lama anda. Anda akan disebut baru, hanya bila
cara-cara anda baru
Ketepatan sikap adalah dasar semua ketepatan.
Tidak ada penghalang keberhasilan bila sikap
anda tepat, dan tidak ada yang bisa menolong
bila sikap anda salah
Orang lanjut usia yang berorientasi pada
kesempatan adalah orang muda yang tidak
pernah menua ; tetapi pemuda yang berorientasi
pada keamanan, telah menua sejak muda
Hanya orang takut yang bisa berani, karena
keberanian adalah melakukan sesuatu yang
ditakutinya. Maka, bila merasa takut, anda akan
punya kesempatan untuk bersikap berani
Kekuatan terbesar yang mampu mengalahkan
stress adalah kemampuan memilih pikiran yang
tepat. Anda akan menjadi lebih damai bila yang
anda pikirkan adalah jalan keluar masalah.
Jangan pernah merobohkan pagar tanpa mengetahui
mengapa didirikan. Jangan pernah mengabaikan
tuntunan kebaikan tanpa mengetahui keburukan
yang kemudian anda dapat
Seseorang yang menolak memperbarui cara-cara
kerjanya yang tidak lagi menghasilkan, berlaku
seperti orang yang terus memeras jerami untuk
mendapatkan santan
Bila anda belum menemkan pekerjaan yang sesuai
dengan bakat anda, bakatilah apapun pekerjaan
anda sekarang. Anda akan tampil secemerlang
yang berbakat
Kita lebih menghormati orang miskin yang berani
daripada orang kaya yang penakut. Karena
sebetulnya telah jelas perbedaan kualitas masa
depan yang akan mereka capai
Kata-Kata Sang Guru Kehidupan
Tentang Sifat Manusia :
Tiga sifat manusia yang merusak adalah,kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti,serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan.(Nabi Muhammad SAW)
Tentang Kebencian dan Dendam
Kebencian atau dendam tidak menyakiti orang yang tidak Anda sukai. Tetapi setiap hari dan setiap malam dalam kehidupan Anda, perasaan itu menggerogoti Anda.(Norman Vincent Peale)
Tentang Memaafkan.
Maafkanlah musuh-musuh anda, tapi jangan pernah melupakan nama-namanya.(John F.Kennedy)
Tentang Berbicara.
Lebih baik menjaga mulut anda tetap tertutup dan membiarkan orang lain menganggap anda bodoh, daripada membuka mulut anda dan menegaskan semua anggapan mereka.(Mark Twain)
Tentang Pelajaran
Aku telah belajar untuk diam dari orang yang banyak omong, belajar toleran dari orang yang tidak toleran, dan belajar menjadi ramah dari orang yang tak
ramah; namun, sungguh aneh, aku tak berterima kasih pada orang-orang ini.(Kahlil Gibran)
Tentang Kebenaran
Sahabat paling baik dari kebenaran adalah waktu, musuhnya yang paling besar adalah prasangka, dan pengiringnya yang paling setia adalah kerendahan hati.(Caleb Charles Colton)
Tentang Letak Kepuasan
Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki.(Mahatma Gandhi)
Tentang Keyakinan
Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan.(Sir Francis Bacon)
Tentang Ilmu dan Budi
Sebuah tong yang penuh dengan pengetahuan belum tentu sama nilainya dengan setetes budi.(Phytagoras)
Tentang Sukses
Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak; dan jarang menghampiri penakut yang tidak berani mengambil konsekuensi.(Jawaharlal Nehru)
Tentang Inspirasi dan Tindakan
Kita seharusnya diajar untuk tidak menunggu inspirasi untuk memulai sesuatu. Tindakan selalu melahirkan inspirasi. sedangkan inspirasi jarang diikuti dengan tindakan.(Frank Tibolt)
Tentang Kesempurnaan Hidup
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.(Mahatma Gandhi)
Berdoa Dalam Kegembiraan.
Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah.(Kahlil Gibran)
Sifat Cinta
Sifat cinta sama seperti sifat air dalam tanah. Apabila anda tidak cukup menggali, yang anda peroleh adalah air yang keruh. Apabila anda cukup menggali, yang anda peroleh adalah air yang bersih dan jernih.(Hazrat Inayat Khan)
Makna Hidup.
Hidup adalah sebuah tantangan, maka hadapilah. Hidup adalah sebuah lagu, maka nyanyikanlah. Hidup adalah sebuah mimpi, maka sadarilah. Hidup adalah sebuah permainan, maka mainkanlah. Hidup adalah cinta, maka nikmatilah. (Bhagawan Sri Sthya Sai Baba)
Pecundang & Pemenang
Seorang pecundang tak tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah, tetapi sesumbar apa yang akan dilakukannya bila menang. Sedangkan, pemenang tidak berbicara apa yang akan dilakukannya bila ia menang, tetapi tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah.(Eric Berne)
Tiga sifat manusia yang merusak adalah,kikir yang dituruti, hawa nafsu yang diikuti,serta sifat mengagumi diri sendiri yang berlebihan.(Nabi Muhammad SAW)
Tentang Kebencian dan Dendam
Kebencian atau dendam tidak menyakiti orang yang tidak Anda sukai. Tetapi setiap hari dan setiap malam dalam kehidupan Anda, perasaan itu menggerogoti Anda.(Norman Vincent Peale)
Tentang Memaafkan.
Maafkanlah musuh-musuh anda, tapi jangan pernah melupakan nama-namanya.(John F.Kennedy)
Tentang Berbicara.
Lebih baik menjaga mulut anda tetap tertutup dan membiarkan orang lain menganggap anda bodoh, daripada membuka mulut anda dan menegaskan semua anggapan mereka.(Mark Twain)
Tentang Pelajaran
Aku telah belajar untuk diam dari orang yang banyak omong, belajar toleran dari orang yang tidak toleran, dan belajar menjadi ramah dari orang yang tak
ramah; namun, sungguh aneh, aku tak berterima kasih pada orang-orang ini.(Kahlil Gibran)
Tentang Kebenaran
Sahabat paling baik dari kebenaran adalah waktu, musuhnya yang paling besar adalah prasangka, dan pengiringnya yang paling setia adalah kerendahan hati.(Caleb Charles Colton)
Tentang Letak Kepuasan
Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Berusaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki.(Mahatma Gandhi)
Tentang Keyakinan
Jika orang berpegang pada keyakinan, maka hilanglah kesangsian. Tetapi, jika orang sudah mulai berpegang pada kesangsian, maka hilanglah keyakinan.(Sir Francis Bacon)
Tentang Ilmu dan Budi
Sebuah tong yang penuh dengan pengetahuan belum tentu sama nilainya dengan setetes budi.(Phytagoras)
Tentang Sukses
Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak; dan jarang menghampiri penakut yang tidak berani mengambil konsekuensi.(Jawaharlal Nehru)
Tentang Inspirasi dan Tindakan
Kita seharusnya diajar untuk tidak menunggu inspirasi untuk memulai sesuatu. Tindakan selalu melahirkan inspirasi. sedangkan inspirasi jarang diikuti dengan tindakan.(Frank Tibolt)
Tentang Kesempurnaan Hidup
Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum.(Mahatma Gandhi)
Berdoa Dalam Kegembiraan.
Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah.(Kahlil Gibran)
Sifat Cinta
Sifat cinta sama seperti sifat air dalam tanah. Apabila anda tidak cukup menggali, yang anda peroleh adalah air yang keruh. Apabila anda cukup menggali, yang anda peroleh adalah air yang bersih dan jernih.(Hazrat Inayat Khan)
Makna Hidup.
Hidup adalah sebuah tantangan, maka hadapilah. Hidup adalah sebuah lagu, maka nyanyikanlah. Hidup adalah sebuah mimpi, maka sadarilah. Hidup adalah sebuah permainan, maka mainkanlah. Hidup adalah cinta, maka nikmatilah. (Bhagawan Sri Sthya Sai Baba)
Pecundang & Pemenang
Seorang pecundang tak tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah, tetapi sesumbar apa yang akan dilakukannya bila menang. Sedangkan, pemenang tidak berbicara apa yang akan dilakukannya bila ia menang, tetapi tahu apa yang akan dilakukannya bila kalah.(Eric Berne)
Thursday, 12 November 2009
Puisi Jazz
Puisi Jazz
By.Anton Djakarta
Sepi hitam menjadi
hutan rupa-rupa dari tanaman rupa-rupa
ilalang macam tinggi, mencari waktu mencari nama
retak malam singgah pada bintang, bintang hilang kabut pecah
dalam satu tautan keriangan
mata pisau mata kalut
sepi bertaut
pelabuhan retak
dirimu menjadi maut
Kisahkan bintang melaknat malam : Kabut sunyi
hitam tidak hitam
biru menjadi api
merah seperti tembaga
laut macam singa
magenta berbunyi warna
pada angkasa gelap rupa
satu malam tanpa jiwa
menusukkan kenangan yang sakit
tentang kaca mata
tentang celana
tentang baju kusam diatas loteng tak berbuah
Namamu berbunyi pada terompet kerang
sadur satu satu irama
membentuk buah buah kehidupan
panji-panji kemarin waktu
pada jam-jam kita bertemu
pada satu langkah sepi
angin malam
udara kuburan
gang sempit
taksi putih
mobil angkutan
warung jamu
bulan terang mainkan soneta
paling jingga tak menyapa
jinga...jingga....jingga
Kejora jatuh
batu-batu hitam
rumah kayu
mata memandang
pelukan kuat-kuat
tangisan tengah malam
rengekan
keringat kerja
satu malam satu mimpi
tak pernah usai
Lautan tepian
tak terlihat
pelabuhan menjadi pulau mati
sepi
takdir
malam
pagi
Kini loyang tak lagi menjadi emas, genting suram
rumah-rumah tanpa jendela
kereta api tua
rel mati
paku hitam
palu
Debur ombak di tepi ancol
Riang rinai suara mobil
pada parkir mall tua
sepi
malam
takdir
menjauh
panggang api
gantang asap
menunggu
jam-jam waktu
Terus
jalan meradang
mata ngengat merusak bantal
buku-buku rumah kardus
isi buku tak pernah urus
malam
takdir
pisau
usai
sepi
tak ada
mata
kaca mata
rambut
bau shampoo
bau sabun
bahu
kaki
dan rindumu
Terjal jalan merusak masa lalu
robek
gagal
waktu
sunyi
Perih angsana, perih perut bumi. Galian pacul tak berliang pada kuburan-kuburan kegagalan
sepi jam mati jalan perempatan flamboyan rumah sendal celana baju kaca mata
bulan bulat menjadi topi
kepala angsa macan api
sungguh
tak
merasai
hidup
seperti
mati
berhenti
Lalu kabar
naik ke angkasa
awan-awan
urat syaraf
jingga
putih mata
kontradiksi
keluhan
cinta
rindu
benci
dendam
cinta
rindu
benci
dendam
sakit
sakit
sakit
sakit
luka
malam
penyesalan
udara api
satu hari
selesai
menyesal
meradang
mati kutu
siksa
hidup
menyesal
Desai-desai angin malam cemara bertaut, Rumput saling cumbu, embun berahi dan kaca jendela menguap
dirimu datang pada udara hantu
dalam mimpi
dalam sesal
dalam kabut
dalam rindu
meledak
hidup seperti berhenti
By.Anton Djakarta
Sepi hitam menjadi
hutan rupa-rupa dari tanaman rupa-rupa
ilalang macam tinggi, mencari waktu mencari nama
retak malam singgah pada bintang, bintang hilang kabut pecah
dalam satu tautan keriangan
mata pisau mata kalut
sepi bertaut
pelabuhan retak
dirimu menjadi maut
Kisahkan bintang melaknat malam : Kabut sunyi
hitam tidak hitam
biru menjadi api
merah seperti tembaga
laut macam singa
magenta berbunyi warna
pada angkasa gelap rupa
satu malam tanpa jiwa
menusukkan kenangan yang sakit
tentang kaca mata
tentang celana
tentang baju kusam diatas loteng tak berbuah
Namamu berbunyi pada terompet kerang
sadur satu satu irama
membentuk buah buah kehidupan
panji-panji kemarin waktu
pada jam-jam kita bertemu
pada satu langkah sepi
angin malam
udara kuburan
gang sempit
taksi putih
mobil angkutan
warung jamu
bulan terang mainkan soneta
paling jingga tak menyapa
jinga...jingga....jingga
Kejora jatuh
batu-batu hitam
rumah kayu
mata memandang
pelukan kuat-kuat
tangisan tengah malam
rengekan
keringat kerja
satu malam satu mimpi
tak pernah usai
Lautan tepian
tak terlihat
pelabuhan menjadi pulau mati
sepi
takdir
malam
pagi
Kini loyang tak lagi menjadi emas, genting suram
rumah-rumah tanpa jendela
kereta api tua
rel mati
paku hitam
palu
Debur ombak di tepi ancol
Riang rinai suara mobil
pada parkir mall tua
sepi
malam
takdir
menjauh
panggang api
gantang asap
menunggu
jam-jam waktu
Terus
jalan meradang
mata ngengat merusak bantal
buku-buku rumah kardus
isi buku tak pernah urus
malam
takdir
pisau
usai
sepi
tak ada
mata
kaca mata
rambut
bau shampoo
bau sabun
bahu
kaki
dan rindumu
Terjal jalan merusak masa lalu
robek
gagal
waktu
sunyi
Perih angsana, perih perut bumi. Galian pacul tak berliang pada kuburan-kuburan kegagalan
sepi jam mati jalan perempatan flamboyan rumah sendal celana baju kaca mata
bulan bulat menjadi topi
kepala angsa macan api
sungguh
tak
merasai
hidup
seperti
mati
berhenti
Lalu kabar
naik ke angkasa
awan-awan
urat syaraf
jingga
putih mata
kontradiksi
keluhan
cinta
rindu
benci
dendam
cinta
rindu
benci
dendam
sakit
sakit
sakit
sakit
luka
malam
penyesalan
udara api
satu hari
selesai
menyesal
meradang
mati kutu
siksa
hidup
menyesal
Desai-desai angin malam cemara bertaut, Rumput saling cumbu, embun berahi dan kaca jendela menguap
dirimu datang pada udara hantu
dalam mimpi
dalam sesal
dalam kabut
dalam rindu
meledak
hidup seperti berhenti
Monday, 9 November 2009
Rain
Rain
By Uriah Heep
It's raining outside
But that's not unusual
But the way that I'm feeling
Is becoming usual
I guess you could say
The clouds are moving away
Away from your days
And into mine
Now it's raining inside
It's kind of a shame
And it's getting to me
A happy man
Why should you want to
Waste all my time
The world is yours
But I am mine
Rain, rain, rain in my tears
Measuring carefully my years
Shame, shame, shame in my mind
See what you've done to my life
See what you've done to my life
Sajak Orang Yang Mau Cerai
Sajak Orang Yang Mau Cerai
By. Anton Djakarta
Perpisahan adalah takdir
suatu jalan kehidupan yang mau tak mau menimpa semua orang
tapi perpisahan yang dipaksakan adalah getir
hidup menjadi kosong
ketika mimpi berubah menjadi kata-kata bohong
Perceraian ini harus terjadi bila mimpiku dan mimpimu menjadi pahit
lidahmu dan lidahku tak pernah satu lagi
mainkan irama tentang nyanyian bisu masa depan
yang selalu kita katakan di ambang pernikahan dulu
yang pelan-pelan menumbuhkan beringin di hatimu
Kenangkanlah masa dulu
ketika kita saling jatuh hati
mengirimi sajak atau memainkan lagu
pada tepi senja yang ranum
pada belaian seperti arus air yang melembutkan batu-batu kali
dan kenangkanlah ketika aku merabaimu dengan gemetar
lalu cinta merambat pada setiap malam kita
Mengapa ini harus diakhiri
dengan kebosanan
dengan prasangka yang bukan-bukan
dan kemarahanmu meledakkan cakrawala.............
Rindu yang retak bukan berarti harus berserak-serak
Dan kita dipisahkan oleh malam yang berjarak
Namun perceraian terpaksa disabdakan pada hati yang terkotak
dan kerak mimpiku bukan lagi beludrumu tentang rindu
tapi sudah menjadi air api yang mencengkeram seluruh hidupku
Wajahmu yang dulu secantik senyum Monalisa
kini kulihat seperti Medusa
Mana bisa kulihat hatimu yang menyanyikan bait-bait kerinduan
Bila hatiku sudah tidak lagi kau pegang
Perceraian yang akan kita lakukan
mungkin saja membuat baru kehidupan
atau ini hanyalah tragedi
dimana takdir sudah lama digariskan.
Bulan perak tak lagi jadi raja malam
air mata menggenangi sarung bantal
pada malam sepi, dengan bintang seperti kuarsa yang tak bermakna
Bila saja kesederhanaan datang pada cinta yang sempurna
Maka tak perlulah ada perpisahan
Perceraian mungkin saja hanya satu bab dalam novel kehidupan
Tapi percayalah itu bab paling menegangkan
By. Anton Djakarta
Perpisahan adalah takdir
suatu jalan kehidupan yang mau tak mau menimpa semua orang
tapi perpisahan yang dipaksakan adalah getir
hidup menjadi kosong
ketika mimpi berubah menjadi kata-kata bohong
Perceraian ini harus terjadi bila mimpiku dan mimpimu menjadi pahit
lidahmu dan lidahku tak pernah satu lagi
mainkan irama tentang nyanyian bisu masa depan
yang selalu kita katakan di ambang pernikahan dulu
yang pelan-pelan menumbuhkan beringin di hatimu
Kenangkanlah masa dulu
ketika kita saling jatuh hati
mengirimi sajak atau memainkan lagu
pada tepi senja yang ranum
pada belaian seperti arus air yang melembutkan batu-batu kali
dan kenangkanlah ketika aku merabaimu dengan gemetar
lalu cinta merambat pada setiap malam kita
Mengapa ini harus diakhiri
dengan kebosanan
dengan prasangka yang bukan-bukan
dan kemarahanmu meledakkan cakrawala.............
Rindu yang retak bukan berarti harus berserak-serak
Dan kita dipisahkan oleh malam yang berjarak
Namun perceraian terpaksa disabdakan pada hati yang terkotak
dan kerak mimpiku bukan lagi beludrumu tentang rindu
tapi sudah menjadi air api yang mencengkeram seluruh hidupku
Wajahmu yang dulu secantik senyum Monalisa
kini kulihat seperti Medusa
Mana bisa kulihat hatimu yang menyanyikan bait-bait kerinduan
Bila hatiku sudah tidak lagi kau pegang
Perceraian yang akan kita lakukan
mungkin saja membuat baru kehidupan
atau ini hanyalah tragedi
dimana takdir sudah lama digariskan.
Bulan perak tak lagi jadi raja malam
air mata menggenangi sarung bantal
pada malam sepi, dengan bintang seperti kuarsa yang tak bermakna
Bila saja kesederhanaan datang pada cinta yang sempurna
Maka tak perlulah ada perpisahan
Perceraian mungkin saja hanya satu bab dalam novel kehidupan
Tapi percayalah itu bab paling menegangkan
Wednesday, 4 November 2009
Sajak Menggulingkan Pemerintah
By. Anton Djakarta
Pemerintahan yang sudah berlangsung tidak benar
adalah pemerintahan yang membuka jalan negara untuk menindas
membangun kekuasaan dengan mengooptasi ruang gerak rakyat
mengebiri para intelektuil dengan jabatan
mengancam para pejuang keadilan dengan dalih hukum atau jebakan
menjebloskan ke bui dengan sodoran bukti-bukti fitnahan
Demokrasi bukan penyelesai persoalan, karena persoalan bukanlah pada sistem pilih memilih
persoalan bukan pada bagaimana kita bebas bicara atau pers berteriak.
Itu persoalan gincu...sekali lagi persoalan gincu!
Dari dulu sejarah mengajarkan, apa yang orang tua kita ceritakan di beranda rumah, atau buku-buku yang menerangkan masa lalu atau kesadaran melihat bagaimana masyarakat bekerja.
Sejarah menjelas-jelaskan pada alam kesadaran yang kemudian menotok kepala kita, mau kepala batu atau tanah liat. Bahwa persoalan kemerdekaan adalah persoalan pembebasan, persoalan rakyat kebagian rejeki modal. Tapi ketika modal dikangkangi sepihak dan negara menjadi alat mengancam, maka sah perlawanan.
Rakyat pemilik sah negeri ini
Dan pemilik sah negeri ini mencangkul batu di bukit-bukit kapur dengan keringat yang berubah menjadi arus darah
Arus darah yang mengantarkan ribuan orang berdesakan di gerbong-gerbong kereta
dengan motor-motor murah kreditan melanggari lalu lintas sambil menyuarakan bisikan kolektif : Kami benci peraturan yang disisakan untuk rakyat, tapi bukan penggede berpeci dan berbatik jutaan.
Kerna Penggede bebas hukum malah dengan hukum menjebloskan orang yang berani melawan kedalam bui.
Rakyat dipaksa berkonsumsi berlebihan
dibutakan matanya untuk berproduksi kerna modal asing terganggu
dipaksa menjadi babu, disadarkan bahwa dirinya hanya separuh kuli
toh babu dan kuli tak pernah sadar hukum korupsi, apalagi hukum Revolusi.
Dikiranya jalan sejarah hanya berhenti pada demokrasi
dikiranya jalan pembebasan hanya berhenti ketika pemilihan berlangsung rapi
Dunia artifisial dijadikan substansi
Pelangi dikira besi!
Persoalan kita adalah persoalan modal !, persoalan pembebasan rakyat adalah persoalan pembagian jatah modal yang tidak pernah dibagikan pada rakyat, karena dikumpulkan secara sepihak!
Rakyat dari jaman ke jaman tak pernah mendapat jatah kekayaan negeri ini
dulu Suharto membodohi dan menakuti rakyat dengan bayonet
Rezim sekarang membohongi rakyat dengan kertas suara demokrasi yang tak jelas nilai kejujurannya.
Hegemoni kekuasaan menjadi kitab suci, oposisi dikiranya jalur basi.
Apalah artinya rezim yang dipilih dari ballot-ballot tapi justru membuat rakyat idiot
Demokrasi hanyalah alat, hanya alat!....bukan tujuan. Ketika demokrasi kemudian menemukan jalan untuk menindasi rakyat, maka dengan segera kita harus teriak : Hentikan!
Ketika semua menjadi bongkok didepan kolaborasi dan koalisi
Ruang penyadaran harus dibangun dalam sel-sel ruang rakyat
Ketika parlemen sudah menjadi pasar sapi
Maka rakyat harus bertindak sendiri
Bangun lagi ruang-ruang penyadaran pada diskusi-diskusi mahasiswa
pancing keberanian mahasiswa turun ke jalan
Memenuhi jalan boulevard bukan hanya tugas buruh yang teriaki upah bulanan
Atau mahasiswa yang beraninya kelewatan
Tapi jadikan jalanan ruang publik menunjukkan kebohongan
dengan Ibu-ibu rumah tangga dan Pekerja kantoran yang berbau necis dan melumuri rambut dengan minyak selembut zaitun. Ancam kekuatan kekuasaan yang memamerkan kesombongan, yang menjadikan negara alat penindasan.
Demokrasi hanya alat, tapi soal sesungguhnya adalah Modal
Dengan Modal yang dikuasai sepihak
tak akan pernah ada keadilan
Dengan Modal yang dikumpulkan secara oligarkis
maka penguasa mendikte rakyat, suruh duduk mengangkang atau njengking harus nurut
seperti pak turut yang kehilangan akal sehat karena otaknya cuman diperut.
Membawa rezim ke arah rasional
tak cukup hanya bicara berbusa-busa depan televisi
bicara di radio sana sini
tapi bersiaplah turun ke jalan, bila kasus besar gagal dipecahkan
Rencanakan Revolusi
Siapkan kembali perlawanan
bangun jaringan propaganda
Bentuk ruang kesadaran
Bangun kekuatan
Selama Modal dikuasai sepihak
adalah sah bagi kesadaran membangunkan banyak pihak!
Dan jika kasus besar gagal diselesaikan
adalah sah revolusi dijalankan.............
Pemerintahan yang sudah berlangsung tidak benar
adalah pemerintahan yang membuka jalan negara untuk menindas
membangun kekuasaan dengan mengooptasi ruang gerak rakyat
mengebiri para intelektuil dengan jabatan
mengancam para pejuang keadilan dengan dalih hukum atau jebakan
menjebloskan ke bui dengan sodoran bukti-bukti fitnahan
Demokrasi bukan penyelesai persoalan, karena persoalan bukanlah pada sistem pilih memilih
persoalan bukan pada bagaimana kita bebas bicara atau pers berteriak.
Itu persoalan gincu...sekali lagi persoalan gincu!
Dari dulu sejarah mengajarkan, apa yang orang tua kita ceritakan di beranda rumah, atau buku-buku yang menerangkan masa lalu atau kesadaran melihat bagaimana masyarakat bekerja.
Sejarah menjelas-jelaskan pada alam kesadaran yang kemudian menotok kepala kita, mau kepala batu atau tanah liat. Bahwa persoalan kemerdekaan adalah persoalan pembebasan, persoalan rakyat kebagian rejeki modal. Tapi ketika modal dikangkangi sepihak dan negara menjadi alat mengancam, maka sah perlawanan.
Rakyat pemilik sah negeri ini
Dan pemilik sah negeri ini mencangkul batu di bukit-bukit kapur dengan keringat yang berubah menjadi arus darah
Arus darah yang mengantarkan ribuan orang berdesakan di gerbong-gerbong kereta
dengan motor-motor murah kreditan melanggari lalu lintas sambil menyuarakan bisikan kolektif : Kami benci peraturan yang disisakan untuk rakyat, tapi bukan penggede berpeci dan berbatik jutaan.
Kerna Penggede bebas hukum malah dengan hukum menjebloskan orang yang berani melawan kedalam bui.
Rakyat dipaksa berkonsumsi berlebihan
dibutakan matanya untuk berproduksi kerna modal asing terganggu
dipaksa menjadi babu, disadarkan bahwa dirinya hanya separuh kuli
toh babu dan kuli tak pernah sadar hukum korupsi, apalagi hukum Revolusi.
Dikiranya jalan sejarah hanya berhenti pada demokrasi
dikiranya jalan pembebasan hanya berhenti ketika pemilihan berlangsung rapi
Dunia artifisial dijadikan substansi
Pelangi dikira besi!
Persoalan kita adalah persoalan modal !, persoalan pembebasan rakyat adalah persoalan pembagian jatah modal yang tidak pernah dibagikan pada rakyat, karena dikumpulkan secara sepihak!
Rakyat dari jaman ke jaman tak pernah mendapat jatah kekayaan negeri ini
dulu Suharto membodohi dan menakuti rakyat dengan bayonet
Rezim sekarang membohongi rakyat dengan kertas suara demokrasi yang tak jelas nilai kejujurannya.
Hegemoni kekuasaan menjadi kitab suci, oposisi dikiranya jalur basi.
Apalah artinya rezim yang dipilih dari ballot-ballot tapi justru membuat rakyat idiot
Demokrasi hanyalah alat, hanya alat!....bukan tujuan. Ketika demokrasi kemudian menemukan jalan untuk menindasi rakyat, maka dengan segera kita harus teriak : Hentikan!
Ketika semua menjadi bongkok didepan kolaborasi dan koalisi
Ruang penyadaran harus dibangun dalam sel-sel ruang rakyat
Ketika parlemen sudah menjadi pasar sapi
Maka rakyat harus bertindak sendiri
Bangun lagi ruang-ruang penyadaran pada diskusi-diskusi mahasiswa
pancing keberanian mahasiswa turun ke jalan
Memenuhi jalan boulevard bukan hanya tugas buruh yang teriaki upah bulanan
Atau mahasiswa yang beraninya kelewatan
Tapi jadikan jalanan ruang publik menunjukkan kebohongan
dengan Ibu-ibu rumah tangga dan Pekerja kantoran yang berbau necis dan melumuri rambut dengan minyak selembut zaitun. Ancam kekuatan kekuasaan yang memamerkan kesombongan, yang menjadikan negara alat penindasan.
Demokrasi hanya alat, tapi soal sesungguhnya adalah Modal
Dengan Modal yang dikuasai sepihak
tak akan pernah ada keadilan
Dengan Modal yang dikumpulkan secara oligarkis
maka penguasa mendikte rakyat, suruh duduk mengangkang atau njengking harus nurut
seperti pak turut yang kehilangan akal sehat karena otaknya cuman diperut.
Membawa rezim ke arah rasional
tak cukup hanya bicara berbusa-busa depan televisi
bicara di radio sana sini
tapi bersiaplah turun ke jalan, bila kasus besar gagal dipecahkan
Rencanakan Revolusi
Siapkan kembali perlawanan
bangun jaringan propaganda
Bentuk ruang kesadaran
Bangun kekuatan
Selama Modal dikuasai sepihak
adalah sah bagi kesadaran membangunkan banyak pihak!
Dan jika kasus besar gagal diselesaikan
adalah sah revolusi dijalankan.............
Sunday, 1 November 2009
Aku, Masa Lalu dan Pelajaran Sejarah
Aku, Masa Lalu dan Pelajaran Sejarah
By.Anton Djakarta
Aku adalah orang yang hidup soliter, mungkin ini karena pengaruh zodiak macan yang mempengaruhi tahun kelahiranku. Soliter itu penyendiri dan melakukan apa-apa sendiri. Selain sikap soliter, dari kecil aku paling benci kumpul-kumpul acara yang sifatnya sosial, hal yang paling aku ingat dalam acara kumpul sosial yang pernah aku jalani hanya saat aku disuruh mewakili kelas pada acara potong kambing Idul Adha di SMP tahun 1987 habis itu aku tak ingat lagi acara sosial yang aku mau, semua konstruksi-konstruksi acara sama sekali tidak pernah aku suka. Teman-teman berkumpul untuk Valentine, aku malah menyibukkan diri di kamar entah menggambar atau membaca buku. Dan setiap teman dekatku tau, bahwa aku sangat membenci acara pesta pernikahan, hanya bisa dihitung dengan jari pesta pernikahan siapa yang aku datangi. Aku membenci sekali dengan pesta pernikahan yang merepotkan itu.
Selain sifat soliter ini aku sangat menyukai sejarah. Ini dimulai saat aku berusia 8 tahun. Aku dilarang baca komik oleh bapakku karena itu tidak menambah kepintaran, dia memaksa bahwa orang pintar adalah orang yang bisa Matematika. Ini adalah ajaran dungu yang memang dibentuk oleh paradigma masa lalu, dikiranya sastra, seni dan hal-hal lain diluar Matematika bukanlah kecerdasan, bahkan aku ingat dia mencemooh olahraga yang dibilangnya sebagai kegiatan orang-orang idiot. Padahal aku sangat suka membaca komik, komik yang paling aku suka aku masih ingat adalah komik Mahabharata Kosasih. Lain itu banyak sekali, di jaman aku SD aku suka sekali membaca Musashi yang tiap hari dimuat di Kompas. Karena dilarang baca Komik, aku malah membaca buku “Tahta Untuk Rakyat” Sri Sultan HB X yang aku ingat tahun terbitnya adalah 1982, dari buku inilah aku memulai petualangan untuk membacai sejarah. Aku ingat di umurku yang 10 tahun aku sudah ke Gramedia Blok M untuk membeli buku Socrates, lalu sejarah filsafat Yunani dan Machiavelli. Di usiaku yang 12 tahun aku sudah menamatkan ensiklopedi Amerika, tapi aku menyesal tidak pernah membiasakan diri untuk berpikir dan menulis dalam bahasa Inggris. Rupanya hal ini sangat berpengaruh dalam penulisan, tapi aku ingat NEM saat lulus SMP, bahasa Inggrisku adalah 8 sementara NEM Matematika cuman 3.5 inilah yang membuat bapakku marah besar, dicapnya aku anak bodoh.
Jaman SMP aku sudah menamatkan banyak buku sejarah termasuk buku Das Kapital dalam bahasa Inggris yang aku dapat dari seorang temanku yang bapaknya jadi diplomat, suatu saat aku melihat buku itu diatas meja dekat televisi ruang keluarganya, aku melihat-lihat kemudian dari kamar mandi bapaknya temanku muncul dan nanya ini itu, lalu kami berdiskusi tentang Marx, dia suka sekali dengan cara aku bicara dan dipinjamilah aku buku itu. Tak lama kemudian buku itu sah jadi milikku karena Bapaknya temanku pindah ke luar negeri, dan lupa menanyakan buku yang aku pinjam. Rupanya memang buku Das Kapital dalam bahasa Inggris itu rumit, barulah pada tahun 2004 Oey Han Djoen menerjemahkan buku Das Kapital kebetulan aku sama pacarku Cici pergi ke toko buku Gramedia di Kramat Raya, dan aku membeli buku itu. Cici ini juga rajin menanyai buku-buku baru ke toko-toko gramedia kalau aku sedang membutuhkan. Tapi dia sama sekali tidak suka baca buku berat, yang disukainya hanya membaca buku ringan dan novel-novel bergaya Amerika. Palingan dia hanya menyukai Totto Chan, padahal menurutku dia orang yang teramat pintar. Kecerdasannya memang kecerdasan tukang, artinya kecerdasan yang dilakukan karena berulang kali melakukan itu, maklum dia akuntan, bukan kecerdasan abstraksi atau kecerdasan kreatif. Kecerdasan tukang adalah kecerdasan dalam melakukan tindakan pengulangan sehingga mampu secara sistemik melakukan pekerjaan yang menurut standar aturan awam sangat rumit, kecerdasan cici dalam memahami angka luar biasa. Tapi dia tidak kreatif, tidak bisa menghubungkan satu konsepsi menjadi satu konsepsi sehingga membuat satu rangkaian yang bisa diambil kesimpulan, karena kecerdasan itu adalah kecerdasan abstraksi. Aku sendiri sangat bodoh dalam ilmu keterampilan tukang, walaupun jaman kuliah nilai akuntansi-ku rata-rata A tapi aku tidak suka akuntansi, aku lebih suka Manajemen Keuangan. Dan aku masih ingat dalam kuliah-kuliah Pasar Modal aku sangat menonjol, banyak teman-teman kuliahku yang mengingat ini. Tapi dari dulu Matematika adalah macam hantu yang menyebalkan.
Di Jaman SMP itu pula aku sangat rajin membeli buku-buku sejarah. Tapi jaman itu jaman Orde Baru, tentu buku sejarah adalah buku yang diijinkan. Kalau tidak salah bulan April 1988 aku berkenalan dengan orang yang lupa aku namanya siapa di LIPI, dia mengenalkanku buku-buku yang sekarang dikenal sebagai buku kiri, roman-roman Pram banyak kubacai saat itu, tapi itu sangat rahasia aku takut sekali kalau ketahuan baca buku ini, mendingan ketahuan baca buku Enny Arrow daripada baca buku yang dicap sebagai PKI. Aku masih ingat jaman SMP aku sangat menyenangi sejarah, pelajaran sejarah aku menguasai sekali. Banyak temanku SMP yang ingat akan hal ini, rata-rata nilai sejarah dari SMP sampai lulus SMA kalau ndak 9 ya 10. Sempurna.
Hanya saja kelebihan dalam mempelajari sejarah sama sekali bukan kesadaran yang bisa membentuk masa depan. Dalam hidupku hal yang paling aku sesali adalah aku tidak berani mengambil keputusan untuk mengambil jurusan sastra dalam pendidikan tinggi. Hal ini kerna cap sastra sebagai tempat anak buangan, dan ini jujur saja pemikiran bodoh yang hinggap dikepala orang-orang Indonesia saat itu. Aku ingat jaman itu adalah jaman mendewakan Habibie, orang macam Pram pastilah dilindasi karena bersifat kritis terhadap masyarakat penjara adalah hadiahnya. Jadilah ilmu tukang menjadi dewa, ilmu teknik atau akuntansi, tapi ilmu-ilmu kemasyarakatan dikebiri habis.
Saat kelas dua SMA (tahun 1991) aku ingat pelajaran sejarah adalah hari kamis. Kenapa aku ingat ini? Pertama, adalah karena aku sangat suka sejarah. Kedua, karena Maria gacoanku yang cewek Arab itu kalau kelasnya ada pelajaran Olahraga, (kelas 1-1) pas hari kamis jam 8.00 pagi. Jadi aku memilih duduk depan bangku depan dekat pintu hanya untuk melihat Maria olahraga. Jaman itu bukan jamannya cewek pakai jilbab, dan Maria nggak jilbaban dia mengenakan celana pendek olahraga dan kakinya jenjang, memang Maria orangnya tinggi, serba panjang lehernya panjang, tungkainya juga panjang kalo jalan kayak orang kaku, mangkanya Diana temanku satu kelas bilang kalau aku mencintai wanita 'ayu mung wagu'. Nah aku ingat saat itu ada pelajaran PSPB, kalau tiada salah kami disuruh menulis essay oleh guru sejarah. Saat itu aku menulis essay tentang 'seni untuk rakyat', bagus sekali itu menurutku, tapi bagi guru sejarahku itu lain soal. Entah kenapa aku dipanggil guru lain (bukan guru sejarah) dan dia mengatakan aku adalah anak berbahaya. Sampai hari ini, hal itu masih rahasia. Tapi guru itulah yang mengenalkanku dengan buku-buku yang sampai sekarang aku masih gunakan dalam menganalisa masyarakat. Dia bilang padaku “Kamu harus hati-hati, karena disekolahpun banyak intel polisi” benar-benar negara 'rumah kaca' saat itu. Sampai sekolahpun diawasi intel polisi. Jujur sedikit banyak aku agak takut, daripada buat tulisan tentang sejarah sastra kiri, lebih baik aku menulis tentang Isaac Newton, tentang pohon apel yang jatuh menuju bumi. Toh, itu tak menggangu negara pikirku lugu.
Yang aku ingat tentang pelajaran sejarah, adalah ucapan guru SMP-ku yang pernah bilang bahwa aku lebih pintar daripada dia, jadi kamu diam aja dikelas nggak usah banyak jawab. Tapi aku bandel setiap dia bertanya kepada kelas, akulah yang pertama ngacungin tangan dan memang pertama tidak ada siapa-siapa lagi karena teman-teman sama sekali tidak tau apa-apa. Yang aku masih ingat adalah perdebatanku dengan guru SMP itu tentang Raden Mas Jolang dan Raden Mas Rangsang, keturunan Panembahan Senopati. Sehingga dari perdebatan itu aku dipanggil si Jolang, tapi aku marah dan temanku kupukul supaya dia jangan lagi memanggilku dengan nama-nama aneh. Temanku si Santi saja masih inget hal ini, bulan lalu dia komen di FB dia bilang aku kayak kakeknya kalo bicara sejarah.
Kini buku sejarahku ada ribuan jumlahnya, belum lagi transkrip-transkrip. Tak terpikir olehku untuk jadi ahli sejarah, hanya mungkin kelak aku akan serius tentang hal ini. Aku urusi dulu soal duit, inilah yang aku sesali andai aku sudah dari awal hidup untuk di sastra dan nulis buku tentunya aku bisa full di bisnis penulisan, tapi aku sudah ada pada persimpangan jalan. Dan aku harus menyelesaikan urusan duit dan bisnis yang sudah aku tekuni.
Pelajaran Sejarah memang mengasyikkan.
Sajak Jaman Ali Baba
Sajak Jaman Ali Baba
By.Anton Djakarta
Suatu saat si Assa'at punya ide yang katanya membawa manfaat
dibuatnya beslit bagi Cina untuk dilarang berdagang di kota-kota kabupaten, menutup toko-toko dan membangun ghetto-ghetto
lalu si Assa'at gagah sekali mengumumkan peraturan
seribu tepuk tangan dan hentakan meja memenuhi ruang kabinet
Aturan Assa'at menjadi gema untuk memulai peraturan modal
dengan kuasa sebagai ganjal
Peraturan Assa'at diliat licik oleh si Pribumi yang memang berbakat
dengan beslit dijual belilah peraturan, si Ali membawa beslit si Baba membawa duit
jadilah cingcay dan peraturan dikentuti
Si Ali dapet uang Komisi, si baba rekeningnya penuh terisi
Jaman modal memerlukan para Jenderal
dan Jenderal di Indonesia tak pernah berperang
mana bisa mereka berperang?
Mereka jago bisnis luar dalam
dipiaralah banyak Cina, lalu memainkan kekuasaan.
Kongkalingkong, uang komisi dan korupsi menjadi makanan berita sehari-hari.
Lalu si Cina dikambing hitamkan, di bilang setan penjaga pintu-pintu tol dan si Jenderal duduk manis di pelataran sambil kipas-kipas duit komisi dibangun villa dan dibelinya kapal udara.
Warisan ini sudah lama kita kaidahi, dari jaman Assa'at sampai Suharto gigit besi
watak ini terus menerus terjadi
Sampai kasus Century
dan si Sri Mulyani berlagak menjadi si Ali
Sudahlah rakyat sudah capek mainan para Jenderal dan Politisi, Mau terus begini atau Revolusi
Penggede-penggede bertaruh di meja judi, mau stabilitas negeri atau korupsi uang rakyat bebas diambili?
rakyat disuruh hidup di alam simalakama
mereka berhenti terus menerus di titik koma.
Untuk apa negeri ini berdiri
Sukarno, Hatta, Sjahrir, Amir atau Tan Malaka mengira
negeri ini menjadi negara sosialis sejati
tak tahunya hanya tempat berak kaum pemodal lain negeri
Rakyat tidak pernah diberi ruang bergerak
ketika rakyat berkutat dulu diteriaki PKI
sekarang diteriaki orang sakit hati
Darimana merubah negeri
bila kaum muda hanya rebutan menjilat pantat pejabat
takut pada kemampuan diri sendiri?
Puisi ini kutulis sebagai pamflet untuk menjadikan kalian berani
bahwa untuk merubah negeri ini, sekali lagi Revolusi harus terjadi..........
Sajak Panembahan Senopati Menjelang Ajal
Sajak Panembahan Senopati Menjelang Ajal
By.Anton Djakarta
Dengung gung, wanita selir mondar mandir
di luar kamar sang panembahan sepuluh penembang menyanyikan bait-bait
tentang ruh yang akan pisah dari raga, tentang Megatruh yang berlarian
dalam langit senja, petani-petani mengosongkan ladang dan padi-padi baru saja mekar
seribu kyai menderaskan langit dengan doa
tentang panjangnya umur sang Panembahan, Pasar-pasar sepi seperti mati
Macan hitam berulang kali melompati cungkup-cungkup pemakaman
tanda kematian sebentar lagi mengetuk pintu jati
dan sungai-sungai mengeringkan air, rumput tumbuh dan angin mendesai dalam sore yang pasrah
Malam datang
Sang Panembahan menjelang ajal
Mata kuyu berkeliaran memutar-mutar dalam gelap
kehidupan ditandai pada bintang-bintang yang menjadi pedoman petani membalik-balikkan tanah sawah
pada nelayan yang mengatur jarak untuk melaut
pada para resi dan kyai yang mencoba menghitung tanggal berpuasa
bintang terang yang ada diatas tinggi kepala penguasa Mataram, bintang terang para Raja
Bupati-bupati berkumpul di balai sewaka
Para senopati mengatur kuda-kuda upacara
dan dayang-dayang memijati para pangeran yang datang dari utara
Sang Panembahan sebentar lagi menemui Tuhan Kuasa
Mataram bergelut dengan maut pada Raja yang berhati sepi
Sang Panembahan berdiri dalam sakit yang melayukan badan, dan tulang gemeretak dengan gigi separuh ompong ia melirih :
O, malam penuh bintang aku mohon maaf bila menyakiti kehidupan
aku salah dalam kediaman, aku rasai hidup bagaikan menaklukan kebohongan dan menciptakan penipuan demi Jawa ..........Demi Jawa.
Akulah yang diwarisi untuk menaklukan Jawa, dalam laut dalam darat, semua pelabuhan dan Pasar-Pasar, semua kapal-kapal, pedagang-pedagang dari Cina, Cempa, Kalingga, Haryya, Kmir dan Arab...aku ingin menaklukan semua pesisir utara Jawa agar menjadi benteng kuat diselatan dunia.
Aku taklukkan semua bupati pedalaman, para kanjeng pangeran dan semua wilayah di timur Jawa.
Inilah aku penerus kebesaran tanah Jawa
akulah sang Panembahan yang hidup dengan dupa-dupa dan dianugerahi kekuatan seribu dewa
Pasar Lor sudah menjadi perkabaran pertama dari perjuangan menundukkan Jawa
selaksa serdadu kuda menjaga batas-batas penaklukkan
dan mimpi belum berhenti dari terusan demi terusan
satu layang mati dan seribu layang diterbangkan untuk mengabarkan bahwa di Jawa sudah ada kekuatan.
Keris sakti ini sudah kutaruh di atas meja duka.
Tapi aku sakit, diriku sakit bukan badan ini yang hanya meriang
tapi jiwaku kosong, hidupku hampa
terbayang wajah seratus kematian yang telah aku sebabkan
wajah janda-janda dan anak kecil yang kehilangan bapaknya
muka-muka tanah kurus diterpa kelaparan kerna serdadu menghanguskan lumbung-lumbung dan membunuhi petani
aku layu mengenangkan, sebagai pembawa kematian
Dupa ini kuhirup pada mata yang mati
Karenaku,
Kapal-kapal dihancurkan, perdagangan mati tanpa kuasa
saudagar-saudagar ditelan dan perdagangan pindah ke bumi utara
Jawa....Jawa
demi dirimu aku menyiksa kehidupan
ladang-ladang dan pelabuhan
sudah aku buat seperti macan tua yang hanya makan belalang
tak ada kemampuan untuk melawan
karena akulah Sang Panembahan
Kematian datang, dentaman gamelan dan jiwa sebentar lagi pisah badan
biarlah aku sendiri
mengenangkan sepi, membayangkan wajah Mangir yang pecah kuinjak diatas watu gilang
dengkok sudah tahtaku terhantam wajah kuat sang penguasa macan
tapi akulah Raja Jawa
yang menjalani hidup dengan takdir
seperti aku mampu menghabisi Bendoro Pangeran Penangsang
kudanya gagak rimang menyembah padaku, dan sang Pangeran tersungkur memegangi usus
ia mati dan Jawa menjadi hidup kembali
Jawa...Jawa
demi dirimu aku menyiksa kehidupan
Saturday, 31 October 2009
Sajak Hidup
Sajak Hidup
By.Anton Djakarta
Hidup akan datang mengetuk pintumu, entah kau siap atau tidak
menyiapkan segala perkakas menggeluti siang
bentara malam yang kita impikan dengan tenang usai ketika pagi tumbuh
cakrawala merah muda diujung langit sana dan kokok ayam
:mata terbuka
kehidupan berputar seperti roda pedati pelan menginjak batu tanah
arloji gantungkan pikiran tentang waktu
dan kaki-kaki membuka langkah menunjuk langit yang tersapu hujan tadi malam
Pagi membuka jendelanya dan sayap-sayap kabut berterbangan dihirup matahari
Pukul tujuh hari ini, pasar-pasar membuka lapaknya, petani turun pada tanah lumpur, nelayan kembali dari lautan dan menenteng ikan tangkapan, pencuri tertidur pulas dan anak malas mulai menyalakan TV melihat musik sambil makan indomie.
Hidup dimulai pada keriangan hati
Nyalakan mesin mobil, siapkan buku-buku laporan
atau menuliskan pada laptop tentang agenda hari ini
proyek musti dijalankan, anak gelandangan tertidur pulas, negara masih ada......
hidup mengetuk pintumu.
Wartawan-wartawan tertidur di depan markas polisi, penyiar bersolek dengan gincu mahal
Ajudan menteri berlarian
Presiden mengangguk-angguk dan memainkan pulpennya sambil menghirup kopi
Pak Lurah mencari dokumen-dokumen tanah sambil menghayal tentang janda sebelah
Penjaja roti berlarian mengejar pelanggan
Pelacur masih tertidur kelelahan
: Anak kecil gelandangan menyusun kotak-kotak karton dipinggir kali
Rumah kardus berdiri
Rumah Pejabat dihiasi kolam renang
dan Pagi menyiangi tanpa membedakan
kerna kehidupan seperti tanah keadilan, hanya manusialah yang mengurapinya dengan rumusan modal.
Balur-balur cemeti ada di jalan raya dan polisi yang kelelahan karena gagal menangkapi sopir bis sialan.
Persiapan luka ada di jalan-jalan raya, jalan setapak hutan dimana harimau kerap berjemur sambil makan ubi
mobil-mobil, motor yang liar, angkot dengan kecepatan ferrary, busway yang memasukkan penumpang dengan semangat membenahi ibukota, atau penumpang lelaki di kereta yang senang mengobel pantat wanita dalam desakan-desakan penuh keringat bercampur parfum murahan.
Kuliah di ruang universitas
monitor-monitor saham
transaksi obligasi atau sejenis hutang
tanda tangan kartu kredit
dan perjanjian dengan setan
Intelektual melacurkan pengetahuan
Profesor dinobatkan, tanpa satu bukupun dihasilkan
pada kehidupan kita mengaduh
pada sampah-sampah yang dibakar Pram di sore waktu
: Hidup
Rindu pada pacar yang menghilang
pada cinta yang menguap
Perkabaran tentang kawan-kawan
berita keluarga tentang perkelahian rebutan warisan
Artis-artis yang senang mengangkang
Sutradara sinetron murahan dengan pet dan kaca mata hitam
Penjual ganja dan narkotika yang sedang bergurau dengan Intel Polisi
Mahasiswa rajin kutu buku yang ingin menjadi dosen paruh waktu
Tukang Mie Ayam yang hampir terjengkang jatuh ke selokan
Penerima beasiswa yang melonjak kegirangan
dan si sial yang selalu saja gagal visa di kedutaan
: Kehidupan
Ibu-ibu yang marah anaknya dipaksa jilbaban pada sekolah negeri
Tentang artis porno yang tertawa cekikikan
Pejuang humanis yang bangun kesiangan
Pembaca puisi yang mencoba santun terhadap kehidupan
Guru-guru sekolah
Kepala Sekolah
Penilik Sekolah
Menteri Pendidikan yang senang gonta-ganti peraturan dan memajang wajahnya di televisi-televisi sambil bilang pendidikan gratis lalu rakyat senang
Motivator-motivator di ruang kantor yang teriak-teriak sambil melemparkan kursi membakar semangat
Auditor akuntan yang hampir mati terkurung angka
Serdadu yang mulai tidak kuat lari pagi
Anak-anak SD yang dibebani kehidupan
Ibu-ibu dengan daster you can see memamerkan ketek di depan penjaja sayuran
dan Petinju yang tersungkur di kanvas tadi malam
: Menjalani Hidup
Hidup pagi ini
berputar kencang serupa alat dokter gigi
menggergaji gigi sampai cukup ditambal amalgam
itulah hidup
: selalu menambal hati yang tak pernah jelas maunya apa.
Lantai semen jembatan penyebrangan
mencatat dengan sisa-sisa karbon
hidup yang dijejaki
pada kaki-kaki cakrawala dan itulah sejarah, tanpa bekas tak usah diingat
hidup ini ribuan kali memang sudah mati
: Mati berkali-kali
Beri tau aku
Beri tau aku
by.Anton Djakarta
Berapa nomor hapemu sekarang :
agar aku bisa memastikan kamu baik-baik saja
agar aku bisa tau deras hujan tak menyakiti tubuhmu
agar aku bisa rasakan hatimu yang bergerak menantang kehidupan
agar aku bisa tenang dalam menjalani pikiran tentangmu
Dan kirimlah pesan pendekmu agar kau tau aku duduk disini kangen padamu
: Berapa nomor hapemu sekarang.
Friday, 30 October 2009
Pulang
Pulang
by. Anton Djakarta
Dalam gelap dimana langit bisa kutuju
Pada jalan-jalan sepi dibawah cakrawala merah
disanalah aku pulang
desai-desai angin dan suara kereta
bisik sengau penjaja
disanalah aku pulang
Pada ladang petang, senja menantang
aku hadirkan lelah lukisan malam
aku pulang membawa cinta
dengan hati yang terjaga.........
Kerjaku di hari tadi
peluh-peluh keringat menjadi bulir beras yang kutanak
demi kehangatan
Aku pulang
Pada rumah dimana matahari bersembunyi
Pada kamar dipenuhi air api cinta
Aku pulang.......
Memoar Rindu
Thursday, 29 October 2009
Sajak Orang Kesepian
By.Anton Djakarta
Rotan yang tumbuh dikepala menjadi duri menusuk otak dan dahi
belukar menantang udara dan rumput-rumput kering menjadi rambut
Siang ini sudah lama mati ditusuk mata pagi dan aku kesepian seperti ikan lele tersesat dalam selokan
sepi adalah rumah diatas angin, tempat anak bajang menangis meminta ibunya kembali
aku mati pelan-pelan dalam duka yang lamban
sepi ini seperti bui bumi, yang masuk tanpa permisi
tanpa teman bicara, tanpa hati yang meruang dan menjadikan lapang
sepi ini mirip macan tidur yang bangun kesiangan, karena sang macan sulit kencing tadi malam
Jendela kubuka dan aku lihat matahari tumbuh di atas jamban
tak ada lagi suka yang membuatku tertawa
tak ada lagi harapan yang bisa kukarang-karang
dan tak ada lagi hati yang bisa kutantang menggarap angin
Matinya hari ini karena sepi
dan sepi menjadi luka bagi manusia setengah dewa
ia hanya ditemani ide tanpa mau keluar dari kotak-kotak kayu berbiji besi
kata-kata rapuh dan pasir tak lagi menemani pantai
pohon kelapa tiba-tiba menjadi bunga bangkai
melambai-lambai menyebar bau keringat apek sopir angkot
Jejak langkah mengalahkan buaya mati
langkah orang kesepian seperti langkah seorang ibu yang mengantarkan anaknya ke liang kubur
dibawah keranda dia menangis, kosong tanpa isi
arah manusia kesepian tak ada arti, tujuan hampa manusia menjadi tak berguna
hidup menjadi bola ditendang tanpa guna
mengerjakan apa yang tidak perlu dikerjakan
berlagak menegakkan kemaluan tanpa melihat wanita membuka beha
itulah sepi
Sepi seraut wajah kayu api
pelan-pelan layu dimakan mimpi
sepi milik manusia setengah dewa yang meracau
bicara tentang kebesaran Tuhan, tapi yang didapat hanya waham........
Rotan yang tumbuh dikepala menjadi duri menusuk otak dan dahi
belukar menantang udara dan rumput-rumput kering menjadi rambut
Siang ini sudah lama mati ditusuk mata pagi dan aku kesepian seperti ikan lele tersesat dalam selokan
sepi adalah rumah diatas angin, tempat anak bajang menangis meminta ibunya kembali
aku mati pelan-pelan dalam duka yang lamban
sepi ini seperti bui bumi, yang masuk tanpa permisi
tanpa teman bicara, tanpa hati yang meruang dan menjadikan lapang
sepi ini mirip macan tidur yang bangun kesiangan, karena sang macan sulit kencing tadi malam
Jendela kubuka dan aku lihat matahari tumbuh di atas jamban
tak ada lagi suka yang membuatku tertawa
tak ada lagi harapan yang bisa kukarang-karang
dan tak ada lagi hati yang bisa kutantang menggarap angin
Matinya hari ini karena sepi
dan sepi menjadi luka bagi manusia setengah dewa
ia hanya ditemani ide tanpa mau keluar dari kotak-kotak kayu berbiji besi
kata-kata rapuh dan pasir tak lagi menemani pantai
pohon kelapa tiba-tiba menjadi bunga bangkai
melambai-lambai menyebar bau keringat apek sopir angkot
Jejak langkah mengalahkan buaya mati
langkah orang kesepian seperti langkah seorang ibu yang mengantarkan anaknya ke liang kubur
dibawah keranda dia menangis, kosong tanpa isi
arah manusia kesepian tak ada arti, tujuan hampa manusia menjadi tak berguna
hidup menjadi bola ditendang tanpa guna
mengerjakan apa yang tidak perlu dikerjakan
berlagak menegakkan kemaluan tanpa melihat wanita membuka beha
itulah sepi
Sepi seraut wajah kayu api
pelan-pelan layu dimakan mimpi
sepi milik manusia setengah dewa yang meracau
bicara tentang kebesaran Tuhan, tapi yang didapat hanya waham........
Sajak Polisi Melawan KPK
by.Anton Djakarta
Polisi memang lucu
di masa Orde Baru gemar gebuki mahasiswa
di masa Demokrasi menjadi warna biru kok senang gebukin punggawa KPK
apa yang kau cari polisi? Menangkap Palupi?
Sudahlah, jujurlah dengan hati nurani
kerjamu tangkap penjahat, bukan orang berjuang demi rakyat
apa memang kerjamu menangkap pejuang yang bela rakyat
kalau begitu untuk apa kamu jadi Polisi
malu sama pangkat pakai melati..........
Polisi dibentuk untuk menjaga ketertiban dan memelihara kejujuran
bukan membesarkan manusia berwatak maling dengan diberi pangkat bintang berbeling-beling
dari dulu polisi diajari bagaimana caranya berkuasa
bukan bagaimana melindugi rakyat biasa
Ajaran ini rupanya sudah jadi monumen batu dibalik pet polisi
kalau polisi membela yang benar malah logikanya terbalik-balik
Rakyat butuh kejujuran, untuk menembus awan gelap rumah penjahat
penjahat yang selalu dibekingi pejabat
pada bibit dan chandra rakyat percaya, bahwa mereka punya niat
masihkah polisi terus membohongi rakyat
di depan televisi dan media amanat
KPK benteng alamo melawan kaum bajingan yang bersekutu dengan negara
dengan kejujuran kita bangkitkan, berani melawan kuasa jahat
barisan rakyat mengawasi apa kerja polisi
jangan kira rakyat yang diam tidak bisa melawan
kalau polisi terus menerus memberaki kejujuran
Jadilah polisi yang jujur
yang bisa membuat rakyatnya tidak terjemur
oleh nasib yang kurang mujur
kerna polisinya tak paham bagaimana mengatur
Langit gelap menancap gedung trunojoyo
rakyat sudah muak akan sandiwara sontoloyo
Polisi memang lucu
di masa Orde Baru gemar gebuki mahasiswa
di masa Demokrasi menjadi warna biru kok senang gebukin punggawa KPK
apa yang kau cari polisi? Menangkap Palupi?
Sudahlah, jujurlah dengan hati nurani
kerjamu tangkap penjahat, bukan orang berjuang demi rakyat
apa memang kerjamu menangkap pejuang yang bela rakyat
kalau begitu untuk apa kamu jadi Polisi
malu sama pangkat pakai melati..........
Polisi dibentuk untuk menjaga ketertiban dan memelihara kejujuran
bukan membesarkan manusia berwatak maling dengan diberi pangkat bintang berbeling-beling
dari dulu polisi diajari bagaimana caranya berkuasa
bukan bagaimana melindugi rakyat biasa
Ajaran ini rupanya sudah jadi monumen batu dibalik pet polisi
kalau polisi membela yang benar malah logikanya terbalik-balik
Rakyat butuh kejujuran, untuk menembus awan gelap rumah penjahat
penjahat yang selalu dibekingi pejabat
pada bibit dan chandra rakyat percaya, bahwa mereka punya niat
masihkah polisi terus membohongi rakyat
di depan televisi dan media amanat
KPK benteng alamo melawan kaum bajingan yang bersekutu dengan negara
dengan kejujuran kita bangkitkan, berani melawan kuasa jahat
barisan rakyat mengawasi apa kerja polisi
jangan kira rakyat yang diam tidak bisa melawan
kalau polisi terus menerus memberaki kejujuran
Jadilah polisi yang jujur
yang bisa membuat rakyatnya tidak terjemur
oleh nasib yang kurang mujur
kerna polisinya tak paham bagaimana mengatur
Langit gelap menancap gedung trunojoyo
rakyat sudah muak akan sandiwara sontoloyo
Sastrawan Kentut Kambing
by.Anton Djakarta
Terlalu banyak orang sekarang bicara tentang diri sendiri
menjelaskan kecengengan ditengah orang banyak
memamerkan ketidakmampuan menghadapi hidup dengan belagak baca puisi
Lalu dengan menebah dada mereka membelah masyarakat dan menasbihkan diri sebagai sastrawan
Sastrawan kentut kambing,
yang hanya bisa bercerita tentang perceraian dan persoalan-persoalan renik yang tidak menghasilkan
tidak memberikan daya kehidupan
membuat rotan-rotan pada kata, menjalin makna tanpa tau apa yang dihadapinya.
Dikiranya kecengengannya menghadapi soal kehidupan adalah proses membangun peradaban.
Memamerkan kelemahan diri sendiri
tanpa tau persoalan masyarakat
Menangisi diri sendiri, dikiranya dunia ini milik dia sendiri
Sastrawan kentut kambing, asik bercerita tentang berapa harga sepatu, tangisan cengeng pacar kita, ceriwisnya selingkuhan atau kaki yang mengangkang.
Persoalan masyarakat
tak pernah jadi perhatian, kerna otakpun dia tak punya
dikiranya puisi hanya meninju udara, tangisan selesai maka kisah disudahi.
Persoalan kita di hari ini adalah persoalan melawan jaman
memberi tempat pada sastrawan-sastrawan kentut kambing dalam ruang publik sama saja menunggingi perlawanan
Kebudayaan tontonan adalah kebudayaan dangkal, tanpa tempat, tanpa makna dan kita memperbolehkan segala hal, sinetron Punjabi disamakan ruangnya dengan Mutiara Sani.
Puisi kentut kambing disamakan applausnya dengan sajak Lorca yang mencari kebenaran.
Puisi sudah kehilangan magisnya
ketika secara ramai-ramai dibacai, para jenderal pembunuh kesenian diajak ke panggung dan dengan kalung setengah dewa dijadikan pahlawan bagi masa lalu, para artis menjadi deklamator dan perempuan-perempuan wangi yang jatuh dari langit tiba-tiba bisa membaca mantra kehidupan.
Puisi tidak lagi dijadikan tapal perlawanan
seperti pada jok becak Wiji Thukul, atau jalan-jalan sunyi Umbu Landu Paranggi.
Puisi tidak lagi dijalani dengan proses mencari wahyu dari bahasa pengolahan kata.
Maka cukuplah kita sulap kata
merangkai kesedihan kita dan dengan gagah memamerkan kecengengan menghadapi kehidupan
kita menjadi sastrawan dan seniman
membacai kisah perceraian dan perselingkuhan di depan khalayak sambil bibir menyunggingkan senyum yang meruntuhkan awan.
Puisi kini hanyalah gincu, untuk mengisi luang waktu
mari-mari kita baca puisi tak peduli lagi fungsi, tak tahu taklimat seni, yang penting kita sudah meluapkan persoalan-persoalan pribadi yang cengeng ini.
Sastrawan kentut kambing sudah menjajah cakrawala kesenian kita, dan sebagai penyokongnya kita harus merayakannya dengan ramai-ramai baca puisi sambil menangis di depan mikropon dan mendendangkan suara khas mereka "lihatlah tanda merah di pipi bekas gambar tanganmu..........."
Terlalu banyak orang sekarang bicara tentang diri sendiri
menjelaskan kecengengan ditengah orang banyak
memamerkan ketidakmampuan menghadapi hidup dengan belagak baca puisi
Lalu dengan menebah dada mereka membelah masyarakat dan menasbihkan diri sebagai sastrawan
Sastrawan kentut kambing,
yang hanya bisa bercerita tentang perceraian dan persoalan-persoalan renik yang tidak menghasilkan
tidak memberikan daya kehidupan
membuat rotan-rotan pada kata, menjalin makna tanpa tau apa yang dihadapinya.
Dikiranya kecengengannya menghadapi soal kehidupan adalah proses membangun peradaban.
Memamerkan kelemahan diri sendiri
tanpa tau persoalan masyarakat
Menangisi diri sendiri, dikiranya dunia ini milik dia sendiri
Sastrawan kentut kambing, asik bercerita tentang berapa harga sepatu, tangisan cengeng pacar kita, ceriwisnya selingkuhan atau kaki yang mengangkang.
Persoalan masyarakat
tak pernah jadi perhatian, kerna otakpun dia tak punya
dikiranya puisi hanya meninju udara, tangisan selesai maka kisah disudahi.
Persoalan kita di hari ini adalah persoalan melawan jaman
memberi tempat pada sastrawan-sastrawan kentut kambing dalam ruang publik sama saja menunggingi perlawanan
Kebudayaan tontonan adalah kebudayaan dangkal, tanpa tempat, tanpa makna dan kita memperbolehkan segala hal, sinetron Punjabi disamakan ruangnya dengan Mutiara Sani.
Puisi kentut kambing disamakan applausnya dengan sajak Lorca yang mencari kebenaran.
Puisi sudah kehilangan magisnya
ketika secara ramai-ramai dibacai, para jenderal pembunuh kesenian diajak ke panggung dan dengan kalung setengah dewa dijadikan pahlawan bagi masa lalu, para artis menjadi deklamator dan perempuan-perempuan wangi yang jatuh dari langit tiba-tiba bisa membaca mantra kehidupan.
Puisi tidak lagi dijadikan tapal perlawanan
seperti pada jok becak Wiji Thukul, atau jalan-jalan sunyi Umbu Landu Paranggi.
Puisi tidak lagi dijalani dengan proses mencari wahyu dari bahasa pengolahan kata.
Maka cukuplah kita sulap kata
merangkai kesedihan kita dan dengan gagah memamerkan kecengengan menghadapi kehidupan
kita menjadi sastrawan dan seniman
membacai kisah perceraian dan perselingkuhan di depan khalayak sambil bibir menyunggingkan senyum yang meruntuhkan awan.
Puisi kini hanyalah gincu, untuk mengisi luang waktu
mari-mari kita baca puisi tak peduli lagi fungsi, tak tahu taklimat seni, yang penting kita sudah meluapkan persoalan-persoalan pribadi yang cengeng ini.
Sastrawan kentut kambing sudah menjajah cakrawala kesenian kita, dan sebagai penyokongnya kita harus merayakannya dengan ramai-ramai baca puisi sambil menangis di depan mikropon dan mendendangkan suara khas mereka "lihatlah tanda merah di pipi bekas gambar tanganmu..........."
Wednesday, 28 October 2009
Sajak Oleh Sebab
Oleh sebab matamu gaib
pada senja berbunga malam kejora
apakah aku bisa menumbuhkan mantera didalamnya
Oleh sebab tulip mekar di tengah ladang kincir
pada bulan terang gaib
apakah aku tidak bisa menggulingkan badanmu dikamar temaram
Oleh sebab dirimu embun penanda pagi pada jam pertama
tak pernah mengoleskan di daun-daun dan kelopak bunga
lalu pagi menjadi lentera
dan terang cahaya berjuta-juta
apakah dengan ini aku tak bisa lagi memandangmu tanpa dosa
Oleh sebab alam membisu
tak ada jarum penunjuk waktu
maka aku benar-benar mampus menahan rindu
karena mukamu sejarah masa lalu
pada senja berbunga malam kejora
apakah aku bisa menumbuhkan mantera didalamnya
Oleh sebab tulip mekar di tengah ladang kincir
pada bulan terang gaib
apakah aku tidak bisa menggulingkan badanmu dikamar temaram
Oleh sebab dirimu embun penanda pagi pada jam pertama
tak pernah mengoleskan di daun-daun dan kelopak bunga
lalu pagi menjadi lentera
dan terang cahaya berjuta-juta
apakah dengan ini aku tak bisa lagi memandangmu tanpa dosa
Oleh sebab alam membisu
tak ada jarum penunjuk waktu
maka aku benar-benar mampus menahan rindu
karena mukamu sejarah masa lalu
Tuesday, 27 October 2009
Sajakku, Sumpah Pemuda
by. Anton Djakarta
Sajakku sajak pemuda yang bersumpah
bersumpah sambil kencing di celana dan membayangkan luna maya
di jaman penuh tontonan ini aku bersumpah, tentang kabar kabur nasionalisme, tentang melawan secara gagap modal asing dan tentang romantisme picisan yang menghasilkan duit bagi pemilik toko-toko
Hari ini sumpah pemuda, kata buku-buku sejarah
lalu kita mengenang bendera merah putih dan Indonesia Raya dengan sebungkus kuaci dan coca cola
lalu dengan gembira kita hisap ganja sambil menghitung duit bapak yang ditransfer ke bank kita, duit hasil komisi proyek cukong yang baru kemarin ditandatangani.
Sumpahku, sumpah pemuda. Buat apa hidup susah demi ide yang tak pernah aku mengerti.
Buat apa buang-buang waktu demi mimpi yang pada akhirnya toh tak terjaga.
Sumpahku adalah sumpah, ketika Disc Jockey memutarkan irama ajib-ajib atau sambil melihat Pemandu lagu karaoke telanjang di depan TV dan dengan gembira aku nyanyikan lagu "Maju Tak Gentar"......
Mengapa harus banyak baca buku politik, sejarah dan budaya. Toh, dengan mudah aku bisa duduki bangku parlemen, karena di Indonesia kekuasaan adalah warisan bukan soal perjuangan.
Mengapa aku harus sibuk bicara kemiskinan dan perut rakyat yang lapar, atau bicara tentang sistem moda transportasi yang menghasilkan rakyat seperti lele disesakkan pada plastik beroksigen di Metromini dan Kopaja, Di Busway dan Angkutan Kota. Toh kita tak pernah masuk dalam dunia mereka, biarlah kaum kere tetap di dunia yang kere, kaum kaya menjaga kehidupan. Jangan biarkan kaum kere mengancam kaum kita, biarlah mereka tenang di kehidupan, berilah mereka sinetron dan sulap agar duduk manis penuh harapan.
Sumpahku, Sumpah Pemuda yang dibangun atas semangat menumpuk kekayaan, menjaga agar Bapakku tetap berkuasa dan bahasaku adalah bahasa elite kaum kaya dimana logatnya mirip Cinta Laura.......
Sumpahku, Sumpah Pemuda dimana kemewahan adalah duniaku dan Indonesia adalah negeri dimana aku bisa mendapat seribu kuli untuk dibohongi baik itu buruh pabrik atau kuli jurnalistik.
Dengan disaksikan mobil bapakku yang baru diberi Bapak Presiden tadi pagi dan ajudan berderet-deret sambil menyembah daulat Tuan Muda padaku, aku bersumpah :
Sumpah Pemuda
Bertanah air satu, tanah air yang ada ladang batubara, lahan kelapa sawit dan minyak bumi agar aku bisa jadi makelar komisi....
Berbangsa satu, bangsa para kuli yang mendewakan asing sebagai sumber modal.
Berbahasa satu, bahasa proposal proyek dan mencari solusi menyogok kaum birokrasi.
Inilah sumpahku, sumpah dengan ketulusan hati untuk menjaga kelasku dan menjaga kekuasaan. Toh apa artinya hidup bila tak bisa menjaga kelanggengan kelas berkuasa.
Sejarah bangsaku sudah dimenangkan bapakku
dan tugas kaum muda bagiku adalah bagaimana kerja bapakku menjadi monumen hidup
dan aku diwariskan kerjanya
tanpa otak dan tanpa pengetahuan
dengan jas puluhan juta
dan senyum di pas-paskan
aku duduk di kursi Parlemen, toh bangsa ini hanya mainan bagi bapakku......
Hujan rayap di negeri Indonesia
karena Pemuda hanya berani kentut saja
takut pada penguasa
dan berebut menjilat kaum bajingan yang pegang negara....
Sajakku sajak pemuda yang bersumpah
bersumpah sambil kencing di celana dan membayangkan luna maya
di jaman penuh tontonan ini aku bersumpah, tentang kabar kabur nasionalisme, tentang melawan secara gagap modal asing dan tentang romantisme picisan yang menghasilkan duit bagi pemilik toko-toko
Hari ini sumpah pemuda, kata buku-buku sejarah
lalu kita mengenang bendera merah putih dan Indonesia Raya dengan sebungkus kuaci dan coca cola
lalu dengan gembira kita hisap ganja sambil menghitung duit bapak yang ditransfer ke bank kita, duit hasil komisi proyek cukong yang baru kemarin ditandatangani.
Sumpahku, sumpah pemuda. Buat apa hidup susah demi ide yang tak pernah aku mengerti.
Buat apa buang-buang waktu demi mimpi yang pada akhirnya toh tak terjaga.
Sumpahku adalah sumpah, ketika Disc Jockey memutarkan irama ajib-ajib atau sambil melihat Pemandu lagu karaoke telanjang di depan TV dan dengan gembira aku nyanyikan lagu "Maju Tak Gentar"......
Mengapa harus banyak baca buku politik, sejarah dan budaya. Toh, dengan mudah aku bisa duduki bangku parlemen, karena di Indonesia kekuasaan adalah warisan bukan soal perjuangan.
Mengapa aku harus sibuk bicara kemiskinan dan perut rakyat yang lapar, atau bicara tentang sistem moda transportasi yang menghasilkan rakyat seperti lele disesakkan pada plastik beroksigen di Metromini dan Kopaja, Di Busway dan Angkutan Kota. Toh kita tak pernah masuk dalam dunia mereka, biarlah kaum kere tetap di dunia yang kere, kaum kaya menjaga kehidupan. Jangan biarkan kaum kere mengancam kaum kita, biarlah mereka tenang di kehidupan, berilah mereka sinetron dan sulap agar duduk manis penuh harapan.
Sumpahku, Sumpah Pemuda yang dibangun atas semangat menumpuk kekayaan, menjaga agar Bapakku tetap berkuasa dan bahasaku adalah bahasa elite kaum kaya dimana logatnya mirip Cinta Laura.......
Sumpahku, Sumpah Pemuda dimana kemewahan adalah duniaku dan Indonesia adalah negeri dimana aku bisa mendapat seribu kuli untuk dibohongi baik itu buruh pabrik atau kuli jurnalistik.
Dengan disaksikan mobil bapakku yang baru diberi Bapak Presiden tadi pagi dan ajudan berderet-deret sambil menyembah daulat Tuan Muda padaku, aku bersumpah :
Sumpah Pemuda
Bertanah air satu, tanah air yang ada ladang batubara, lahan kelapa sawit dan minyak bumi agar aku bisa jadi makelar komisi....
Berbangsa satu, bangsa para kuli yang mendewakan asing sebagai sumber modal.
Berbahasa satu, bahasa proposal proyek dan mencari solusi menyogok kaum birokrasi.
Inilah sumpahku, sumpah dengan ketulusan hati untuk menjaga kelasku dan menjaga kekuasaan. Toh apa artinya hidup bila tak bisa menjaga kelanggengan kelas berkuasa.
Sejarah bangsaku sudah dimenangkan bapakku
dan tugas kaum muda bagiku adalah bagaimana kerja bapakku menjadi monumen hidup
dan aku diwariskan kerjanya
tanpa otak dan tanpa pengetahuan
dengan jas puluhan juta
dan senyum di pas-paskan
aku duduk di kursi Parlemen, toh bangsa ini hanya mainan bagi bapakku......
Hujan rayap di negeri Indonesia
karena Pemuda hanya berani kentut saja
takut pada penguasa
dan berebut menjilat kaum bajingan yang pegang negara....
Masaku Baru Saja Bermula
By.Anton Djakarta
Masaku baru saja bermula
Majalah Hai baru dekade lalu kutinggalkan
Bobo dulu aku suka, tapi tak apalah bila kuingat tentang Deni Manusia Bertelapak ikan
Masa itu masa kanak
sungguh riang gembira
Paman Gembul kebanggaanku
dan cerita klasik cina menjadi pegangan hidup daya khayal kanak-kanakku
Masa mudaku dulu riang ceria
Aku kabarkan pada kawan-kawan tentang jalan-jalan kebayoran
tiap meternya aku hapal
dari Mampang sampai Menteng akulah raja jalanan
Seperempat wanita muda di Jakarta aku kenal
Dari kafe ke kafe
Dari Pondok Indah Mall sampai Bekasi Mall
dari panggung jazz sampai dangdut pasar malam
itulah masa ketika aku mengenangkan kehidupan seperti roda-roda komidi putar
gemerlap penuh cahaya
Dengan gaya segagah koboy California
aku mainkan gagang senjata, berantem disana sini
memukuli orang dekat pom bensin pakai gagang senjata api
dulu ketika masa muda menjadi rembulan remang-remang
Kugoda wanita karena wajahnya bercahaya
kurayu wanita bukan demi cinta, tapi demi air mata api yang meledak di ubun-ubun kemaluan
itulah masa
ketika kesadaran akan kerinduan hanya angin-angin sayup....
Kukenangkan juga pada pertengahan awan
tentang rakusnya membaca pada huruf-huruf buku dan koran
Aku mencintai Marx, karena paham realitas adalah sumber idea
aku mengagumi Hegel karena membuatku paham tentang masalah sebab musabab
aku percaya pada Darwin bukan karena kita keturunan kera, tapi percaya pada hukum besi manusia, daya tahan hidup dan evolusinya
Aku percaya pada Freud yang syahdu melihat psikologi sebagai sejarah libido antara Oedipus yang memimpikan peti mati ayahnya.
Aku menyukai buku ekonomi dan Pasar Modal
dari Samuelson sampai Soros
Dari demand supply sampai berjalan mendahului kurva, bermain seolah tuhan yang mengatur manusia pada pasar yang tidak imbang
Aku bacai sejarah dengan kenangan berapi-api
Pada Sukarno dan DN Aidit, pada Hatta dan Wikana
Pada sejarah hidup Nabi Muhammad yang disusun Haikal dengan langgam air mata
Dari situlah aku menemukan kesadaran bahwa kemanusiaan adalah proses
dan agama bagiku bukanlah lembaga penekan, bukan juga lembaga yang memaksa
ia kesadaran yang dibangun dari batu bata kedisiplinan
Tuhan memacari manusia pada jalan besi ibadah, jalan bercabang antara kesombongan spiritual atau kerendahan hati.
Ketika matahari masih tinggi tentunya aku ingin merubah jaman
agar aku mengerti bahwa aku berarti untuk dilahirkan
entah lewat Marx atau hukum Islam
entah lewat api Sukarno atau jalan bebas kaum Liberal
inilah dunia yang aku singgungkan
ketika matahari masih tinggi di kepala
Masaku baru saja bermula
Masyarakat kini tidaklah jauh beda
dengan tiga dekade yang lama
tak tau bagaimana jalan sejarah bisa diukir pada tindakan
yang penting gerak dulu, hasil kemudian
Entahlah bila aku tua
apa Tuhan memberiku anak apa tiada
tapi yang jelas aku akan menjalani takdir
mengguyur doa di Musholla tua
Tapi aku berdoa
pada Tuhan yang kuasa
janganlah aku menjadi tua tanpa berarti apa-apa
seperti gadis cantik yang pernah kutemui bilang : “semua orang akan mati tetapi tidak semua orang bisa betul-betul hidup!” katanya dengan mata seindah bulan dan hidung secantik cleopatra
benar juga pikirku
Ah, Soe Hok Gie pernah mencoretkan kata-kata di satu malam sunyi :
Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan,
yang kedua dilahirkan tapi mati muda,
dan yang tersial adalah umur tua.
Aku tak tau umurku sampai berapa
Tapi yang jelas aku hanya ingin bersajak
agar aku bisa melatih kejujuran
setidaknya pada diri sendiri.............
Masaku baru saja bermula
Majalah Hai baru dekade lalu kutinggalkan
Bobo dulu aku suka, tapi tak apalah bila kuingat tentang Deni Manusia Bertelapak ikan
Masa itu masa kanak
sungguh riang gembira
Paman Gembul kebanggaanku
dan cerita klasik cina menjadi pegangan hidup daya khayal kanak-kanakku
Masa mudaku dulu riang ceria
Aku kabarkan pada kawan-kawan tentang jalan-jalan kebayoran
tiap meternya aku hapal
dari Mampang sampai Menteng akulah raja jalanan
Seperempat wanita muda di Jakarta aku kenal
Dari kafe ke kafe
Dari Pondok Indah Mall sampai Bekasi Mall
dari panggung jazz sampai dangdut pasar malam
itulah masa ketika aku mengenangkan kehidupan seperti roda-roda komidi putar
gemerlap penuh cahaya
Dengan gaya segagah koboy California
aku mainkan gagang senjata, berantem disana sini
memukuli orang dekat pom bensin pakai gagang senjata api
dulu ketika masa muda menjadi rembulan remang-remang
Kugoda wanita karena wajahnya bercahaya
kurayu wanita bukan demi cinta, tapi demi air mata api yang meledak di ubun-ubun kemaluan
itulah masa
ketika kesadaran akan kerinduan hanya angin-angin sayup....
Kukenangkan juga pada pertengahan awan
tentang rakusnya membaca pada huruf-huruf buku dan koran
Aku mencintai Marx, karena paham realitas adalah sumber idea
aku mengagumi Hegel karena membuatku paham tentang masalah sebab musabab
aku percaya pada Darwin bukan karena kita keturunan kera, tapi percaya pada hukum besi manusia, daya tahan hidup dan evolusinya
Aku percaya pada Freud yang syahdu melihat psikologi sebagai sejarah libido antara Oedipus yang memimpikan peti mati ayahnya.
Aku menyukai buku ekonomi dan Pasar Modal
dari Samuelson sampai Soros
Dari demand supply sampai berjalan mendahului kurva, bermain seolah tuhan yang mengatur manusia pada pasar yang tidak imbang
Aku bacai sejarah dengan kenangan berapi-api
Pada Sukarno dan DN Aidit, pada Hatta dan Wikana
Pada sejarah hidup Nabi Muhammad yang disusun Haikal dengan langgam air mata
Dari situlah aku menemukan kesadaran bahwa kemanusiaan adalah proses
dan agama bagiku bukanlah lembaga penekan, bukan juga lembaga yang memaksa
ia kesadaran yang dibangun dari batu bata kedisiplinan
Tuhan memacari manusia pada jalan besi ibadah, jalan bercabang antara kesombongan spiritual atau kerendahan hati.
Ketika matahari masih tinggi tentunya aku ingin merubah jaman
agar aku mengerti bahwa aku berarti untuk dilahirkan
entah lewat Marx atau hukum Islam
entah lewat api Sukarno atau jalan bebas kaum Liberal
inilah dunia yang aku singgungkan
ketika matahari masih tinggi di kepala
Masaku baru saja bermula
Masyarakat kini tidaklah jauh beda
dengan tiga dekade yang lama
tak tau bagaimana jalan sejarah bisa diukir pada tindakan
yang penting gerak dulu, hasil kemudian
Entahlah bila aku tua
apa Tuhan memberiku anak apa tiada
tapi yang jelas aku akan menjalani takdir
mengguyur doa di Musholla tua
Tapi aku berdoa
pada Tuhan yang kuasa
janganlah aku menjadi tua tanpa berarti apa-apa
seperti gadis cantik yang pernah kutemui bilang : “semua orang akan mati tetapi tidak semua orang bisa betul-betul hidup!” katanya dengan mata seindah bulan dan hidung secantik cleopatra
benar juga pikirku
Ah, Soe Hok Gie pernah mencoretkan kata-kata di satu malam sunyi :
Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan,
yang kedua dilahirkan tapi mati muda,
dan yang tersial adalah umur tua.
Aku tak tau umurku sampai berapa
Tapi yang jelas aku hanya ingin bersajak
agar aku bisa melatih kejujuran
setidaknya pada diri sendiri.............
Monday, 26 October 2009
Sajak Menolak Pembangunan Trotoar
by. Anton Djakarta
Membangun trotoar hanya mengajarkan rakyat berjalan kaki
bau badan hasilnya nanti
tidak seperti masyarakat penuh gengsi
tak ada jalan penuh mobil berharga jeti-jeti
Maka itu atas nama kehidupan yang santun
Dan rasa sopan yang diajarkan oleh orang tua kita
Bahwa bau badan adalah dosa dalam pergaulan
dan kita dipaksa menjadi wangi seperti bunga taman
Tolak trotoar
dan duduklah manis di dalam mobil
Agar Investasi Jepang terjaga
Agar Para menteri terus dapat uang komisi
dan susunan masyarakat seperti sedia kala
Susunan masyarakat berlandaskan hukum babu
maka trotoar haram hukumnya
Trotoar adalah saksi kehidupan paling sejati
kita bisa melihat ruang dengan seksama
tapi kita sudah biasa diasingkan
dari lingkungan, dari kehidupan
Maka tolaklah Trotoar lewat regulasi para pemimpin kota
karena itu bisa mengurangi impor kendaraan
jangan biarkan manusia kota mengenali kehidupan
karena dia bisa dijauhkan dari alam benda.
Biarlah kota berkembang seperti ruang kapal yang kacau
tidak jelas arah, tidak jelas ruang
bertumbuh tanpa hitungan
karena setiap hitungan adalah pelarangan
dan pelarangan selalu menghasilkan uang
bagi birokrat yang terbiasa patuh memuja pantat atasan
Tolak trotoar jalan
karena membangun trotoar bisa mengurangi impor kendaraan buatan Jepang.
Kurangnya impor membuat modal asing menyusut
apalah jadinya dunia pejabat tanpa modal asing
tak bisa lagi beri sangu anak bini ke singapur beli arloji dan ali-ali.
Trotoar yang lebar
hanya menjadikan rakyat malas membeli mobil
jalan yang rapi
hanya membuat rakyat senang naik bis dan jalan kaki
Itu tidak baik buat masa depan penguasa
karena tak ada lagi pajak masuk pada kas mereka
tolaklah trotoar dan laranglah orang naik sepeda
kerna itu membahayakan modal asing
modal yang dibina pejabat dengan rasa penting.
Membangun trotoar hanya mengajarkan rakyat berjalan kaki
bau badan hasilnya nanti
tidak seperti masyarakat penuh gengsi
tak ada jalan penuh mobil berharga jeti-jeti
Maka itu atas nama kehidupan yang santun
Dan rasa sopan yang diajarkan oleh orang tua kita
Bahwa bau badan adalah dosa dalam pergaulan
dan kita dipaksa menjadi wangi seperti bunga taman
Tolak trotoar
dan duduklah manis di dalam mobil
Agar Investasi Jepang terjaga
Agar Para menteri terus dapat uang komisi
dan susunan masyarakat seperti sedia kala
Susunan masyarakat berlandaskan hukum babu
maka trotoar haram hukumnya
Trotoar adalah saksi kehidupan paling sejati
kita bisa melihat ruang dengan seksama
tapi kita sudah biasa diasingkan
dari lingkungan, dari kehidupan
Maka tolaklah Trotoar lewat regulasi para pemimpin kota
karena itu bisa mengurangi impor kendaraan
jangan biarkan manusia kota mengenali kehidupan
karena dia bisa dijauhkan dari alam benda.
Biarlah kota berkembang seperti ruang kapal yang kacau
tidak jelas arah, tidak jelas ruang
bertumbuh tanpa hitungan
karena setiap hitungan adalah pelarangan
dan pelarangan selalu menghasilkan uang
bagi birokrat yang terbiasa patuh memuja pantat atasan
Tolak trotoar jalan
karena membangun trotoar bisa mengurangi impor kendaraan buatan Jepang.
Kurangnya impor membuat modal asing menyusut
apalah jadinya dunia pejabat tanpa modal asing
tak bisa lagi beri sangu anak bini ke singapur beli arloji dan ali-ali.
Trotoar yang lebar
hanya menjadikan rakyat malas membeli mobil
jalan yang rapi
hanya membuat rakyat senang naik bis dan jalan kaki
Itu tidak baik buat masa depan penguasa
karena tak ada lagi pajak masuk pada kas mereka
tolaklah trotoar dan laranglah orang naik sepeda
kerna itu membahayakan modal asing
modal yang dibina pejabat dengan rasa penting.
Kesalahan Di Masa Lalu
by.Anton Djakarta
Hidup adalah soal mengumpulkan kesalahan
satu per satu disusun menjadi buku kehidupan
dan ditandatangani pada rasa sedih saat malam-malam kelam
Hidup adalah soal bagaimana memikirkan rasa bersalah
dan dari itu kita bisa mengudap arus hikmah
agar jangan sampai luka dulu terbuka
dan membuka langkah dengan kalimat Bismillah.....
Langit disana mencatat, setiap dosa yang kita gurat
maka segeralah gelar sajadah dan shalat
agar dirimu tak mati dengan rasa kendat
Mata hatimu selalu hidup
walau dosamu kau tumpuk
renungkanlah malam malammu dengan rasa kasih
dan biarkanlah dirimu menuntun pada Sang Hidup
Dunia ini hanya sebentar
tak perlulah kita bela dengan kekuatan segala
kita berakhir pada alam mati dan setelah itu sunyi
Kesalahan dimasa lalu
adalah kehidupan juga
tak usahlah kita ingkari karena itulah pikiran kita di masa itu
karena itulah tingkat kedewasaan kita pada tahapan itu
Tak usahlah ditangisi
kesalahan itu
dan diungkap dengan rasa marah
jalan menuju dewasa bukan jalan yang mudah
terkadang butuh darah dan nanah
Hidup adalah soal mengumpulkan kesalahan
satu per satu disusun menjadi buku kehidupan
dan ditandatangani pada rasa sedih saat malam-malam kelam
Hidup adalah soal bagaimana memikirkan rasa bersalah
dan dari itu kita bisa mengudap arus hikmah
agar jangan sampai luka dulu terbuka
dan membuka langkah dengan kalimat Bismillah.....
Langit disana mencatat, setiap dosa yang kita gurat
maka segeralah gelar sajadah dan shalat
agar dirimu tak mati dengan rasa kendat
Mata hatimu selalu hidup
walau dosamu kau tumpuk
renungkanlah malam malammu dengan rasa kasih
dan biarkanlah dirimu menuntun pada Sang Hidup
Dunia ini hanya sebentar
tak perlulah kita bela dengan kekuatan segala
kita berakhir pada alam mati dan setelah itu sunyi
Kesalahan dimasa lalu
adalah kehidupan juga
tak usahlah kita ingkari karena itulah pikiran kita di masa itu
karena itulah tingkat kedewasaan kita pada tahapan itu
Tak usahlah ditangisi
kesalahan itu
dan diungkap dengan rasa marah
jalan menuju dewasa bukan jalan yang mudah
terkadang butuh darah dan nanah
Inilah rinduku yang diterbangkan oleh angin
Aku akan berdiri di tepi jendela
tapi tak menguapkan udara
aku hanya melihat daun runtuh
menimbuni halaman
dan melihat bulan yang sayup-sayup perak warnanya
Rinduku seperti gunung kapur
menukar air kali
dan menjadikannya tiada
kapur-kapur yang menuliskan ajaran anak murid
pada sekolah, pada kehidupan
Inilah rinduku
yang diterbangkan oleh angin
dan memesankan satu kata : Aku mencintaimu.
tapi tak menguapkan udara
aku hanya melihat daun runtuh
menimbuni halaman
dan melihat bulan yang sayup-sayup perak warnanya
Rinduku seperti gunung kapur
menukar air kali
dan menjadikannya tiada
kapur-kapur yang menuliskan ajaran anak murid
pada sekolah, pada kehidupan
Inilah rinduku
yang diterbangkan oleh angin
dan memesankan satu kata : Aku mencintaimu.
Gibran dan Bell
Ketika tiba saat perpisahan janganlah kalian berduka, sebab apa yang paling kalian kasihi darinya mungkin akan nampak lebih nyata dari kejauhan – seperti gunung yang nampak lebih agung terlihat dari padang dan dataran (Khalil Gibran): Hmm....sund i miss U.
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka. ( Alexander Graham Bell)
Ketika satu pintu tertutup, pintu lain terbuka; namun terkadang kita melihat dan menyesali pintu tertutup tersebut terlalu lama hingga kita tidak melihat pintu lain yang telah terbuka. ( Alexander Graham Bell)
Dengan sajak aku melatih kejujuran dengan kata-kata aku menjaga kehidupan.
by.Anton Djakarta
Dunia ini memang aneh
kita dipaksa apa saja seturut apa maunya lingkungan
otak dan kelakuan kita seperti tanah liat dimana kepentingan menginginkan dibentuklah kita
dengan cungkil dan palu kita menjadi patung-patung yang diam
demi maunya keinginan kita bisa menyembah manusia
Kita dipaksa melawak di depan tembok kosong
atau menangisi perceraian tak perlu
kita diharuskan menjadi sesuatu yang lain
padahal masa lalu kita dan alam pikirnya menuntut kita menjadi apa adanya
Dengan doa kita sujud pada Tuhan
tapi hati kita menyembah pada alam benda
karena pikiran kita sudah terpenjara
tentang dunia yang hanya sebentar saja
Kenapa kita tidak seperti arus kali yang membawa batu-batu
dan menyuburkan tanah petani
menumbuhkan tanaman, memberi makan pada kehidupan
Kenapa kita tidak bisa sejenak saja berhenti menipu diri sendiri
mengalahkan keinginan, mengalahkan mimpi untuk mentertawakan kemalangan orang lain
dan sedikit saja melupakan dendam yang menyakitkan
Jika malam sudah datang
sering kita menulis catatan
hanya sekedar menumpahkan rasa bersalah
bahwa kita telah menyakiti dan membuat dosa dihari tadi
O, kejujuran memang menyakitkan
karena wajahnya penuh bopeng luka dalam diri kita yang tak tersembuhkan
O, kemunafikan seperti patung pualam yang sempurna ujudnya
karena luka disembunyikan
dan perkataan dipaksa menjadi tiada
ruang makna telah diperkosa
dan baju-baju bahasa menjadi lokomotif awan imajinasi kita
Hati kecil kita adalah sajak kehidupan
yang diberikan Tuhan ketika nyawa kita dihembuskan dalam rahim Ibu
tapi tak pernah sekalipun kamu perhatikan
setelah menderas doa-doa malam kita kucilkan
lalu dengan topeng kita membangun dunia
Mungkin dengan sajak kita bisa melatih kejujuran
Atau dengan puisi kita bisa membangun pelan-pelan hati nurani
Percayalah, hati kecil tak pernah mati
walaupun dengan resah kau membangun kehidupan
dengan duit kau asingkan makna kemanusiaan
tapi hati nuranimu tetap menjadi air kehidupan
Dengan sajak aku melatih kejujuran
dengan kata-kata aku menjaga kehidupan.
Dunia ini memang aneh
kita dipaksa apa saja seturut apa maunya lingkungan
otak dan kelakuan kita seperti tanah liat dimana kepentingan menginginkan dibentuklah kita
dengan cungkil dan palu kita menjadi patung-patung yang diam
demi maunya keinginan kita bisa menyembah manusia
Kita dipaksa melawak di depan tembok kosong
atau menangisi perceraian tak perlu
kita diharuskan menjadi sesuatu yang lain
padahal masa lalu kita dan alam pikirnya menuntut kita menjadi apa adanya
Dengan doa kita sujud pada Tuhan
tapi hati kita menyembah pada alam benda
karena pikiran kita sudah terpenjara
tentang dunia yang hanya sebentar saja
Kenapa kita tidak seperti arus kali yang membawa batu-batu
dan menyuburkan tanah petani
menumbuhkan tanaman, memberi makan pada kehidupan
Kenapa kita tidak bisa sejenak saja berhenti menipu diri sendiri
mengalahkan keinginan, mengalahkan mimpi untuk mentertawakan kemalangan orang lain
dan sedikit saja melupakan dendam yang menyakitkan
Jika malam sudah datang
sering kita menulis catatan
hanya sekedar menumpahkan rasa bersalah
bahwa kita telah menyakiti dan membuat dosa dihari tadi
O, kejujuran memang menyakitkan
karena wajahnya penuh bopeng luka dalam diri kita yang tak tersembuhkan
O, kemunafikan seperti patung pualam yang sempurna ujudnya
karena luka disembunyikan
dan perkataan dipaksa menjadi tiada
ruang makna telah diperkosa
dan baju-baju bahasa menjadi lokomotif awan imajinasi kita
Hati kecil kita adalah sajak kehidupan
yang diberikan Tuhan ketika nyawa kita dihembuskan dalam rahim Ibu
tapi tak pernah sekalipun kamu perhatikan
setelah menderas doa-doa malam kita kucilkan
lalu dengan topeng kita membangun dunia
Mungkin dengan sajak kita bisa melatih kejujuran
Atau dengan puisi kita bisa membangun pelan-pelan hati nurani
Percayalah, hati kecil tak pernah mati
walaupun dengan resah kau membangun kehidupan
dengan duit kau asingkan makna kemanusiaan
tapi hati nuranimu tetap menjadi air kehidupan
Dengan sajak aku melatih kejujuran
dengan kata-kata aku menjaga kehidupan.
Sajak Mengenang Orde Baru
by.Anton Djakarta
Hari ini aku duduk di tepi rumput
melihat bunga-bunga liar menari dan angin menyejukkan garis mataku
baiklah, aku duduk sendiri
mengenang tentang masa lalu
tentang Orde Baru
Ah, sebuah masa ketika kita mengenang harga beras murah
supermarket mulai ada dan gedung menjangkung dimana-mana
Banpol mengejar-ngejar becak dan menjadi bahan sorakan rakyat di tepi-tepi pasar, kampanye pemilu seperti buluh perindu bagi pecinta Oma Irama, sang raja menyanyi dangdut irama gendang.
Spekulan tanah menjadi buaya bagi halaman-halaman rumah rakyat, kerna jalan tol dibangun pada seribu titik kota
Dengan seribu rupiah kita bisa makan di warteg serupa tingkat kepuasan para bayi menetek pada ibunya, kenyang perut terisi.
Di masa ketika bunga ranum, dan nyanyian cengeng menghegemoni telinga, kita juga lihat film-film john travolta menari-narikan kaki dan menaikkan kerah baju sambil mengusap jambul lalu berkata “Yeah...”
sungguh hangat hidup di jaman itu
Harmoko selalu membuat harga cabe keriting stabil tanpa berani orang main harga kerna takut cap subversif dan Habibie membangunkan mimpi kaum muda bahwa bangsa yang dikatakan berotak tempe ini, mampu bikin pesawat dengan teknologi yang membuat kerut kening kita.
Anak-anak muda tertawa, di Senayan kita main sepatu roda
Di Jakarta Fair kita memburu barang-barang murah
ah, indahnya negeriku
TVRI menjadi ruang publik satu-satunya, Anita Rahman dan Tuti Adhitama kita kenang sebagai wajah televisi dimana Unyil hanya saingannya.
Eddy Sud mengantarkan mimpi kaum jelata, tentang dangdut atau lawak
Krisbiantoro rambutnya menjingkrak ke udara, dan Benyamin S membuat kita tertawa sampai kencing di celana.
Jikalau malam kita putar Prambors dan SK
mendengar Sys NS atau Ida Arimurti lalu mendengarkan anekdot dan lagu sambil kita melukisi awan, dan giliran tertawa mendengarkan Unang mengejar umpan lawakan Mi'ing dan adiknya Didin.
Betapa indah jaman Orde Baru, bila lebaran datang tak ada yang lebih menggairahkan kecuali film-film Warkop dan Saur Sepuh atau awal tahun baru mendengarkan Elvy Sukaesih mencari bulan di atas panggung Monas.
Setiap akhir cerita TVRI kita dengarkan suara lagu Ibu Sud “walaupun banyak negeri kudatangi, yang masyhur permai dikata orang.........”
ah, romantisnya jaman itu kukenang sambil memakan silver queen aku nyanyikan lagu Gombloh tentang malam yang tergadaikan karena cinta dibawa kabur orang.
Malam Orde Baru ternyata tidak sampai disitu
ia bermula pada malam jahanam
malam direnggutnya para Jenderal yang berakhir sampai jatuhnya Sukarno dua tahun kemudian.
Malam jahanam menyeret dua bulan hari-hari pembantaian
orang saling tuduh, keluarga saling menghancurkan
sungai-sungai banjir darah, dan tentara menjadi penguasa tunggal seperti Dewa yang menentukan hidup atau mati orang.
Inilah Orde Baru, ketika kesenian dijadikan kali-kali dangkal
Orang-orang pintar dibui atau dipaksa melacur pada kekuasaan, orang-orang penjilat menjadi kuat dan bandit tiba-tiba muncul menjadi penguasa manis dengan senyum murah hati di dalam kotak televisi.
Para seniman tak punya ruang, tapi pengarang lagu cengeng menjadi permata kesukaan
inilah jaman ketika kita tak boleh lagi berpikir dalam-dalam
saat rakyat diajarkan bagaimana menghabiskan uang hutang dan produksi Amerika serta Jepang menjadi penguasa di rak toko-toko.
O, sebuah Orde yang dibangun dengan darah berton-ton beratnya
dengan kekejaman yang membuat seribu malaikat menangis
lalu diatas lumbung air mata, dibuatlah dunia manis secerah pelangi, dibangunlah rupa tentang gadis manis yang merindukan pangeran tampan bermobil Corolla DX sambil mengangkangi orang-orang miskin yang tak dapat rejeki.
Ketentraman dibayar dengan nyawa, biarlah darah membanjiri aspal
dan Petrus terang-terangan melanggar kemanusiaan dibilangnya Hukum Penuh kemanusiaan
tanpa dosa sang penguasa menceritakan bagaimana menghilangkan kemanusiaan bisa menentramkan kehidupan
O, inilah jaman ketika engkau berani bersuara maka suaramu membuat pintu penjara terbuka
manusia hidup di jaman ini, dijadikan paranoid
takut pada bayangan-bayangan yang tak ada
takut pada kata-kata, karena kata-kata yang salah berarti peluru tajam penuhi dada
dan bui, buang, bunuh menjadi tiga rangkaian yang lengkap sempurna sebagai bahasa kekuasaan.
Keadilan hanya untuk pejabat
bukan untuk rakyat
maka di depan meja hijau Sum Kuning dipaksa mengangkang kakinya menceritakan berahi karena ingin sama ingin bukan perkosaan terhadap wanita penjual telor
dan tersangka anak penggede aman tidur nyenyak tanpa gangguan polisi.
Rasa adil hanya milik yang punya uang
bukan dirasai kaum buruh serupa Marsinah
di markas tentara dia dipukuli sampai mati
dan di detik ini semua tersangka masih bisa mengangkat kaki diatas meja sambil menghisap rokok dalam-dalam.
Pengadilan hanya untuk pencopet
tapi bukan edy tansil serta kompradornya yang kasih katabelece
Wartawan Bodrek menjadi dewa
Wartawan idealis mati seperti Udin
Koran, tabloid dan Majalah macam Indonesia Raya, Pedoman, Tempo sampai Detik
Bredel informasi kuasa pemerintah
sementara rakyat dianggap tak mengerti apa-apa
pemerintahlah yang tau segala
WS Rendra dibungkam mulutnya
Widji Thukul tak jelas nyawanya kemana?
Hanya karena puisi yang ia tulis
bagaimana penguasa disebut manusia kerna hanya menuangkan pikiran nyawa menjadi barang gadaian
Kenanglah dijaman itu
Cerita Losmen dengan lembut wajah Mieke Widjaja
tapi juga kupikir ada baiknya kamu mengenang,
bagaimana telinga Pram menjadi tuli kerna dipopor gagang pestol tentara
Kenanglah komik Lupus dijaman itu
tapi setel kenanganmu barang sebentar pada “Gadis Pantai” yang diacung-acungkan jaksa agung sebagai buku neraka dan anak muda dilarang membaca.
Itulah jaman ketika kedangkalan menjadi panglima dan kita sudah separuh lupa..............
namun kini setelah sepuluh tahun Orde Baru separuh tutup buku :
Sajak-sajak WS Rendra tentang orang miskin dan terinjak mastodon birokrat dibacai di apartemen mewah, sambil naik mercy kita kenangkan orang melarat
sambil naik camry mulut kita lancar bicara rejeki yang tak adil
dan dengan cerutu kita mainkan kemiskinan sebagai celoteh yang mengasikkan
Tulisan-tulisan Pram penuh di rak-rak buku
anak-anak membacai Pram tanpa harus takut todongan peluru
tak seperti dulu ketika Coki Naipospos yang kena tangkap serdadu kerna mengedarkan copy “Rumah Kaca” mendapat hadiah kurungan bui
tapi kini aura Pram tak lebih Andy Warhol
fungsi sosialnya gagap
hanya bisa memenuhi ruang jualan toko buku, tanpa rakyat berani melawan
padahal Pram selalu bilang
“Bacalah tulisanku, maka kamu akan berani”
Pemuda saat ini tidak pernah dilahirkan menjadi pemimpin
tapi membeo kaum tua
kaum tua yang sudah kena duit Orde Baru
maka kita menjadi pemuda pewaris mental babu takut pada generasi tua
kita pandang muka mereka, beraklah pemuda di celana........
Inilah jaman ketika Orde Baru dilanjutkan
anak pejabat tetap digariskan takdir menjadi pejabat
tanpa pengetahuan duduk di Parlemen
tanpa pengalaman menyusui kekuasaan bapaknya
anak tukang becak paling banter jadi tukang sapu departemen
mana mungkin masuk UI, berapa uang kuliah saat ini
Mencerdaskan kehidupan bangsa hanya jadi literatur di ruang sunyi
dibacai dengan seksama pada upacara anak SMA setelah itu kita hisap ganja.
Lupa pada jaman, lupa tanggung jawab.
dan Indonesia Raya berkibar-kibar
sambil kita dengarkan bagaimana Hatta menangis keras-keras dalam kubur
melihat bangsanya tumbuh pandai main korupsi
O, inilah jaman ketika pemuda hanya berani kentut tanpa berani bersuara lantang.
“Kugantikan Orde Baru, sebagai Jaman Baru...Jaman penuh keberanian dan berdiri diatas garis yang sudah ditentukan kenapa kita harus merdeka”
Percayalah, semua bapak pendiri negeri tak pernah membayangkan Indonesia jadi begini
Kita semakin jadi bangsa kuli dan dibiayai oleh modal yang dikumpuli setelah menguliti bumi Republik
Kita semua sudah menjadi Romusha atas modal Amerika, tapi kita duduk tenang seperti tak terjadi apa-apa.
O, Orde Baru yang kukenangkan ternyata masih ada sampai kini dan kita tak lupa
malah dengan seksama kita jalani, anak-anak muda yang menyusui kekuasaan bapaknya itu diajari menjadi plagiat yang paling sempurna.
............................
Hari ini aku duduk di tepi rumput
melihat bunga-bunga liar menari dan angin menyejukkan garis mataku
baiklah, aku duduk sendiri
mengenang tentang masa lalu
tentang Orde Baru
Ah, sebuah masa ketika kita mengenang harga beras murah
supermarket mulai ada dan gedung menjangkung dimana-mana
Banpol mengejar-ngejar becak dan menjadi bahan sorakan rakyat di tepi-tepi pasar, kampanye pemilu seperti buluh perindu bagi pecinta Oma Irama, sang raja menyanyi dangdut irama gendang.
Spekulan tanah menjadi buaya bagi halaman-halaman rumah rakyat, kerna jalan tol dibangun pada seribu titik kota
Dengan seribu rupiah kita bisa makan di warteg serupa tingkat kepuasan para bayi menetek pada ibunya, kenyang perut terisi.
Di masa ketika bunga ranum, dan nyanyian cengeng menghegemoni telinga, kita juga lihat film-film john travolta menari-narikan kaki dan menaikkan kerah baju sambil mengusap jambul lalu berkata “Yeah...”
sungguh hangat hidup di jaman itu
Harmoko selalu membuat harga cabe keriting stabil tanpa berani orang main harga kerna takut cap subversif dan Habibie membangunkan mimpi kaum muda bahwa bangsa yang dikatakan berotak tempe ini, mampu bikin pesawat dengan teknologi yang membuat kerut kening kita.
Anak-anak muda tertawa, di Senayan kita main sepatu roda
Di Jakarta Fair kita memburu barang-barang murah
ah, indahnya negeriku
TVRI menjadi ruang publik satu-satunya, Anita Rahman dan Tuti Adhitama kita kenang sebagai wajah televisi dimana Unyil hanya saingannya.
Eddy Sud mengantarkan mimpi kaum jelata, tentang dangdut atau lawak
Krisbiantoro rambutnya menjingkrak ke udara, dan Benyamin S membuat kita tertawa sampai kencing di celana.
Jikalau malam kita putar Prambors dan SK
mendengar Sys NS atau Ida Arimurti lalu mendengarkan anekdot dan lagu sambil kita melukisi awan, dan giliran tertawa mendengarkan Unang mengejar umpan lawakan Mi'ing dan adiknya Didin.
Betapa indah jaman Orde Baru, bila lebaran datang tak ada yang lebih menggairahkan kecuali film-film Warkop dan Saur Sepuh atau awal tahun baru mendengarkan Elvy Sukaesih mencari bulan di atas panggung Monas.
Setiap akhir cerita TVRI kita dengarkan suara lagu Ibu Sud “walaupun banyak negeri kudatangi, yang masyhur permai dikata orang.........”
ah, romantisnya jaman itu kukenang sambil memakan silver queen aku nyanyikan lagu Gombloh tentang malam yang tergadaikan karena cinta dibawa kabur orang.
Malam Orde Baru ternyata tidak sampai disitu
ia bermula pada malam jahanam
malam direnggutnya para Jenderal yang berakhir sampai jatuhnya Sukarno dua tahun kemudian.
Malam jahanam menyeret dua bulan hari-hari pembantaian
orang saling tuduh, keluarga saling menghancurkan
sungai-sungai banjir darah, dan tentara menjadi penguasa tunggal seperti Dewa yang menentukan hidup atau mati orang.
Inilah Orde Baru, ketika kesenian dijadikan kali-kali dangkal
Orang-orang pintar dibui atau dipaksa melacur pada kekuasaan, orang-orang penjilat menjadi kuat dan bandit tiba-tiba muncul menjadi penguasa manis dengan senyum murah hati di dalam kotak televisi.
Para seniman tak punya ruang, tapi pengarang lagu cengeng menjadi permata kesukaan
inilah jaman ketika kita tak boleh lagi berpikir dalam-dalam
saat rakyat diajarkan bagaimana menghabiskan uang hutang dan produksi Amerika serta Jepang menjadi penguasa di rak toko-toko.
O, sebuah Orde yang dibangun dengan darah berton-ton beratnya
dengan kekejaman yang membuat seribu malaikat menangis
lalu diatas lumbung air mata, dibuatlah dunia manis secerah pelangi, dibangunlah rupa tentang gadis manis yang merindukan pangeran tampan bermobil Corolla DX sambil mengangkangi orang-orang miskin yang tak dapat rejeki.
Ketentraman dibayar dengan nyawa, biarlah darah membanjiri aspal
dan Petrus terang-terangan melanggar kemanusiaan dibilangnya Hukum Penuh kemanusiaan
tanpa dosa sang penguasa menceritakan bagaimana menghilangkan kemanusiaan bisa menentramkan kehidupan
O, inilah jaman ketika engkau berani bersuara maka suaramu membuat pintu penjara terbuka
manusia hidup di jaman ini, dijadikan paranoid
takut pada bayangan-bayangan yang tak ada
takut pada kata-kata, karena kata-kata yang salah berarti peluru tajam penuhi dada
dan bui, buang, bunuh menjadi tiga rangkaian yang lengkap sempurna sebagai bahasa kekuasaan.
Keadilan hanya untuk pejabat
bukan untuk rakyat
maka di depan meja hijau Sum Kuning dipaksa mengangkang kakinya menceritakan berahi karena ingin sama ingin bukan perkosaan terhadap wanita penjual telor
dan tersangka anak penggede aman tidur nyenyak tanpa gangguan polisi.
Rasa adil hanya milik yang punya uang
bukan dirasai kaum buruh serupa Marsinah
di markas tentara dia dipukuli sampai mati
dan di detik ini semua tersangka masih bisa mengangkat kaki diatas meja sambil menghisap rokok dalam-dalam.
Pengadilan hanya untuk pencopet
tapi bukan edy tansil serta kompradornya yang kasih katabelece
Wartawan Bodrek menjadi dewa
Wartawan idealis mati seperti Udin
Koran, tabloid dan Majalah macam Indonesia Raya, Pedoman, Tempo sampai Detik
Bredel informasi kuasa pemerintah
sementara rakyat dianggap tak mengerti apa-apa
pemerintahlah yang tau segala
WS Rendra dibungkam mulutnya
Widji Thukul tak jelas nyawanya kemana?
Hanya karena puisi yang ia tulis
bagaimana penguasa disebut manusia kerna hanya menuangkan pikiran nyawa menjadi barang gadaian
Kenanglah dijaman itu
Cerita Losmen dengan lembut wajah Mieke Widjaja
tapi juga kupikir ada baiknya kamu mengenang,
bagaimana telinga Pram menjadi tuli kerna dipopor gagang pestol tentara
Kenanglah komik Lupus dijaman itu
tapi setel kenanganmu barang sebentar pada “Gadis Pantai” yang diacung-acungkan jaksa agung sebagai buku neraka dan anak muda dilarang membaca.
Itulah jaman ketika kedangkalan menjadi panglima dan kita sudah separuh lupa..............
namun kini setelah sepuluh tahun Orde Baru separuh tutup buku :
Sajak-sajak WS Rendra tentang orang miskin dan terinjak mastodon birokrat dibacai di apartemen mewah, sambil naik mercy kita kenangkan orang melarat
sambil naik camry mulut kita lancar bicara rejeki yang tak adil
dan dengan cerutu kita mainkan kemiskinan sebagai celoteh yang mengasikkan
Tulisan-tulisan Pram penuh di rak-rak buku
anak-anak membacai Pram tanpa harus takut todongan peluru
tak seperti dulu ketika Coki Naipospos yang kena tangkap serdadu kerna mengedarkan copy “Rumah Kaca” mendapat hadiah kurungan bui
tapi kini aura Pram tak lebih Andy Warhol
fungsi sosialnya gagap
hanya bisa memenuhi ruang jualan toko buku, tanpa rakyat berani melawan
padahal Pram selalu bilang
“Bacalah tulisanku, maka kamu akan berani”
Pemuda saat ini tidak pernah dilahirkan menjadi pemimpin
tapi membeo kaum tua
kaum tua yang sudah kena duit Orde Baru
maka kita menjadi pemuda pewaris mental babu takut pada generasi tua
kita pandang muka mereka, beraklah pemuda di celana........
Inilah jaman ketika Orde Baru dilanjutkan
anak pejabat tetap digariskan takdir menjadi pejabat
tanpa pengetahuan duduk di Parlemen
tanpa pengalaman menyusui kekuasaan bapaknya
anak tukang becak paling banter jadi tukang sapu departemen
mana mungkin masuk UI, berapa uang kuliah saat ini
Mencerdaskan kehidupan bangsa hanya jadi literatur di ruang sunyi
dibacai dengan seksama pada upacara anak SMA setelah itu kita hisap ganja.
Lupa pada jaman, lupa tanggung jawab.
dan Indonesia Raya berkibar-kibar
sambil kita dengarkan bagaimana Hatta menangis keras-keras dalam kubur
melihat bangsanya tumbuh pandai main korupsi
O, inilah jaman ketika pemuda hanya berani kentut tanpa berani bersuara lantang.
“Kugantikan Orde Baru, sebagai Jaman Baru...Jaman penuh keberanian dan berdiri diatas garis yang sudah ditentukan kenapa kita harus merdeka”
Percayalah, semua bapak pendiri negeri tak pernah membayangkan Indonesia jadi begini
Kita semakin jadi bangsa kuli dan dibiayai oleh modal yang dikumpuli setelah menguliti bumi Republik
Kita semua sudah menjadi Romusha atas modal Amerika, tapi kita duduk tenang seperti tak terjadi apa-apa.
O, Orde Baru yang kukenangkan ternyata masih ada sampai kini dan kita tak lupa
malah dengan seksama kita jalani, anak-anak muda yang menyusui kekuasaan bapaknya itu diajari menjadi plagiat yang paling sempurna.
............................
Karena Neoliberalisme adalah Dewa
By Anton Djakarta
Neoliberalisme adalah Dewa
yang harus kita jaga
dan kita ucapkan dengan hati-hati
Jangan kau kasar padanya
karena ketika kau membencinya
seumur hidup kau tak akan merasakan enaknya nasi
atau makan di mall tempat orang berdasi
Neoliberalisme adalah sekutu
bagi kaum mampu
maka itu kita harus menjilati pantat mereka itu
agar makmur hidup kita
agar doa-doa kita terjaga
Sssttt... jangan kau kentuti neoliberalisme
atau bicara Marx, Hegel dan Pram
karena mereka itu sudah menjadi bahan komoditi
di toko-toko buku yang memasang pakai harga mati
Sudahlah bangsa ini memang sudah sejak dulu diajarkan menjadi bangsa kuli
yang hanya paham bagaimana caranya membuat terasi
tapi tak tau rupa merangkai modal yang penuh kalibrasi
Sukarno dan Hatta sudah lama mati
Suharto baru mati kemarin tadi
tapi jangan lupa
Sukarno dan Hatta memang sudah tak dipakai lagi
Pada Suhartolah kita berguru
belajar menjadi budak kolonial dan modal.
Sementara Sukarno dan Hatta
cukuplah dipatungkan saja di pintu masuk bandara
dan dengan wajah lesu
kita tak pedulikan seonggok patung yang tak berarti apa-apa.
Neoliberalisme adalah Dewa
yang harus kita jaga
dan kita ucapkan dengan hati-hati
Jangan kau kasar padanya
karena ketika kau membencinya
seumur hidup kau tak akan merasakan enaknya nasi
atau makan di mall tempat orang berdasi
Neoliberalisme adalah sekutu
bagi kaum mampu
maka itu kita harus menjilati pantat mereka itu
agar makmur hidup kita
agar doa-doa kita terjaga
Sssttt... jangan kau kentuti neoliberalisme
atau bicara Marx, Hegel dan Pram
karena mereka itu sudah menjadi bahan komoditi
di toko-toko buku yang memasang pakai harga mati
Sudahlah bangsa ini memang sudah sejak dulu diajarkan menjadi bangsa kuli
yang hanya paham bagaimana caranya membuat terasi
tapi tak tau rupa merangkai modal yang penuh kalibrasi
Sukarno dan Hatta sudah lama mati
Suharto baru mati kemarin tadi
tapi jangan lupa
Sukarno dan Hatta memang sudah tak dipakai lagi
Pada Suhartolah kita berguru
belajar menjadi budak kolonial dan modal.
Sementara Sukarno dan Hatta
cukuplah dipatungkan saja di pintu masuk bandara
dan dengan wajah lesu
kita tak pedulikan seonggok patung yang tak berarti apa-apa.
Sajak Menangkap Penyair
Sajak Menangkap Penyair
by. Anton Djakarta
Kutangkap dirimu, agar kata-katamu mati
karena kau berani melawan pemerintah dengan pamflet gelap air mata
karena kau berani menunggungi para Jenderal dengan sajak tanpa rupa
Kutangkap dirimu dan kubawa ke bui
seperti para pengarang di Pulau Buru
seperti para penjudi nasib politik yang mati di tahun enam lima
Kusekap puisi-puisimu dalam perintah radiogramku
melarang kamu mensajak
karena pemerintah tak butuh sajak, pemerintah butuh beras untuk rakyat
sajakmu sajak wangi kopi, sementara kerja negara membutuhkan kepatuhan, penguasa tak butuh wangi kopi tapi butuh sendiko dawuh agar tentram negeri ini.
Sajakmu meresahkan, membangkitkan rakyat dari ketakutan
menginspirasi gerilyawan kapiran, membangunkan tukang becak untuk melawan
Maka demi ketertiban
kutangkap kamu dan kularang kamu bersajak
Ini kuberi waktu
bersajaklah tentang rembulan atau wanita cantik dengan sudut mata angsa
jangan kau bersajak tentang rumah kardus pinggir kali, kerna itu meresahkan
Jikalau pamflet gelapmu masih menjadi bahan kopian mahasiswa maka kami tak ragu
Membuimu seperti manusia-manusia di Pulau Buru.....
Aku ingatkan kamu, Penyair berwajah bulan
agar kamu jangan melawan pemerintah
kerna negeri ini dibangun dengan rasa sopan
maka berbuatlah seperti manusia yang tau aturan.
Bila kamu masih bersajak dengan pamflet gelap dan mengosongkan gudang-gudang nyali para tukang becak, mahasiswa dan guru maka kami tak segan menangkapmu, menjeblosakmu ke dalam bui.
by. Anton Djakarta
Kutangkap dirimu, agar kata-katamu mati
karena kau berani melawan pemerintah dengan pamflet gelap air mata
karena kau berani menunggungi para Jenderal dengan sajak tanpa rupa
Kutangkap dirimu dan kubawa ke bui
seperti para pengarang di Pulau Buru
seperti para penjudi nasib politik yang mati di tahun enam lima
Kusekap puisi-puisimu dalam perintah radiogramku
melarang kamu mensajak
karena pemerintah tak butuh sajak, pemerintah butuh beras untuk rakyat
sajakmu sajak wangi kopi, sementara kerja negara membutuhkan kepatuhan, penguasa tak butuh wangi kopi tapi butuh sendiko dawuh agar tentram negeri ini.
Sajakmu meresahkan, membangkitkan rakyat dari ketakutan
menginspirasi gerilyawan kapiran, membangunkan tukang becak untuk melawan
Maka demi ketertiban
kutangkap kamu dan kularang kamu bersajak
Ini kuberi waktu
bersajaklah tentang rembulan atau wanita cantik dengan sudut mata angsa
jangan kau bersajak tentang rumah kardus pinggir kali, kerna itu meresahkan
Jikalau pamflet gelapmu masih menjadi bahan kopian mahasiswa maka kami tak ragu
Membuimu seperti manusia-manusia di Pulau Buru.....
Aku ingatkan kamu, Penyair berwajah bulan
agar kamu jangan melawan pemerintah
kerna negeri ini dibangun dengan rasa sopan
maka berbuatlah seperti manusia yang tau aturan.
Bila kamu masih bersajak dengan pamflet gelap dan mengosongkan gudang-gudang nyali para tukang becak, mahasiswa dan guru maka kami tak segan menangkapmu, menjeblosakmu ke dalam bui.
Berkatalah Arjuna Pada Kresna
by. Anton Djakarta
Suatu saat di sore yang rengas
Arjuna berjalan menuju taman hutan dekat perbatasan negeri Hastina
tak nyana Kresna sedang melompati beringin tua setinggi dua ribu depa jauhnya
ia sedang berlatih ilmu kanuragan mengalahkan langit, mengentuti rembulan
Kresna yang sakti mandraguna, tubuhnya kebal panah kunta dan sejuta gendam para dewa
ingin bertambah sakti lagi, ia ingin sekuat baladewa
agar siap dalam perang bharata
Dengan langkah ringan seperti kapas diterbangkan angin siang
arjuna mendekati kresna dan menyerunya sambil tertawa
“Kakang, bisakah kau berikan kesaktianmu barang sedikit
aku sedang jatuh cinta pada anak resi gunung...”
“Siapa lagi kau korbankan hatinya menangisi tampan wajahmu, hei putera Indra?”
kata Kresna bersungut-sungut karena tak suka arjuna mengejar-ngejar wanita sementara perang sudah diambang mata.
Arjuna diam saja
ia tau Kresna menolak diam-diam tapi bukanlah arjuna bila tak memaksa.....
Berilah aku mantra
satu kali ini saja, agar aku meniduri puteri resi yang memiliki kesaktian seribu panah salya
“Baiklah inilah ajiku, tapi terakhir...”
“NIYAT INGSUN AMATEK AJIKU SIJARAN GOYANG.
TAK GOYANG ING TENGAH LATAR, CEMETIKU SODO LANANG
UPET UPET KU LEWE BENANG.
TAK SABETAKE GUNUNG JUGRUG WATU GEMPUR
TAK SABETAKE SEGORO ASAT
TAK SABETAKE OMBAK GEDHE SIREP
TAK SABETAKE ATINE SI.........
PET SIDHO EDAN ORA EDAN SIDHO GENDENG ORA GENDENG
ORA MARI MARI YEN ORA INGSUN SING NAMBANI.
Lalu arjuna merapal, maka seribu dewa menaburkan ugo rampe dan wangi menguap dari tanah merah, wangi kopi menguasai hutan dan harimau gemetaran kehilangan prabawa.
Itulah asal muasal
ajian jarang goyang
yang bisa kau rapalkan
ketika wanitamu melarikan hatimu
tapi kini aji itu tak lagi bisa kau ucapkan
kalau kau tak pulang ke rumah bawa uang
mana bisa ajian jaran goyang bertahan
Jaman ini jaman modal
bukan lagi jaman dongeng jimat-jimat
tak ada lagi ajian
tak ada lagi sirep matek aji
maka rajinlah kau cari uang
agar tak lagi dimarahi pasangan
seribu rapalan ajian jaran goyang
tak bisa meruntuhkan hatinya
karena toh cinta juga perlu biaya.......
Suatu saat di sore yang rengas
Arjuna berjalan menuju taman hutan dekat perbatasan negeri Hastina
tak nyana Kresna sedang melompati beringin tua setinggi dua ribu depa jauhnya
ia sedang berlatih ilmu kanuragan mengalahkan langit, mengentuti rembulan
Kresna yang sakti mandraguna, tubuhnya kebal panah kunta dan sejuta gendam para dewa
ingin bertambah sakti lagi, ia ingin sekuat baladewa
agar siap dalam perang bharata
Dengan langkah ringan seperti kapas diterbangkan angin siang
arjuna mendekati kresna dan menyerunya sambil tertawa
“Kakang, bisakah kau berikan kesaktianmu barang sedikit
aku sedang jatuh cinta pada anak resi gunung...”
“Siapa lagi kau korbankan hatinya menangisi tampan wajahmu, hei putera Indra?”
kata Kresna bersungut-sungut karena tak suka arjuna mengejar-ngejar wanita sementara perang sudah diambang mata.
Arjuna diam saja
ia tau Kresna menolak diam-diam tapi bukanlah arjuna bila tak memaksa.....
Berilah aku mantra
satu kali ini saja, agar aku meniduri puteri resi yang memiliki kesaktian seribu panah salya
“Baiklah inilah ajiku, tapi terakhir...”
“NIYAT INGSUN AMATEK AJIKU SIJARAN GOYANG.
TAK GOYANG ING TENGAH LATAR, CEMETIKU SODO LANANG
UPET UPET KU LEWE BENANG.
TAK SABETAKE GUNUNG JUGRUG WATU GEMPUR
TAK SABETAKE SEGORO ASAT
TAK SABETAKE OMBAK GEDHE SIREP
TAK SABETAKE ATINE SI.........
PET SIDHO EDAN ORA EDAN SIDHO GENDENG ORA GENDENG
ORA MARI MARI YEN ORA INGSUN SING NAMBANI.
Lalu arjuna merapal, maka seribu dewa menaburkan ugo rampe dan wangi menguap dari tanah merah, wangi kopi menguasai hutan dan harimau gemetaran kehilangan prabawa.
Itulah asal muasal
ajian jarang goyang
yang bisa kau rapalkan
ketika wanitamu melarikan hatimu
tapi kini aji itu tak lagi bisa kau ucapkan
kalau kau tak pulang ke rumah bawa uang
mana bisa ajian jaran goyang bertahan
Jaman ini jaman modal
bukan lagi jaman dongeng jimat-jimat
tak ada lagi ajian
tak ada lagi sirep matek aji
maka rajinlah kau cari uang
agar tak lagi dimarahi pasangan
seribu rapalan ajian jaran goyang
tak bisa meruntuhkan hatinya
karena toh cinta juga perlu biaya.......
Sajak Kesepian Di Kuburan
by. Anton Djakarta
Kita yang riang dalam kehidupan
dengan tawa seribu manusia membangun khayal-khayal
memutar roda sejarah, membina keluarga dan menafsirkan dunia
Membangun pendidikan
dengan sejuta buku pengetahuan
Mencintai harapan seperti menumpuk-numpukkan kertas kosong dalam pikiran
Ah, lalu apakah kita
ketika kita sudah menjadi mati
menghuni liang dua kali dua
dan dibuka penggali kubur separuh baya
Siapakah kita dan dimanakah kita
ketika kita menjadi tiada
hanya kain kafan tanpa merek penjahit siapa?
dimanakah uang kita
hasil kerja kita
anak kita
dan mimpi-mimpi kita
Kita tak tau setelah mati mau apa?
mungkin mendongakkan kepala
di atas langit kuburan sepi wingit
dan berucap pelan
"Andai dosa tidak pernah menjadi bajuku, dan khianat bukanlah perbuatanku, andai sholat menjadi gerakku dan doa-doa adalah bahasaku mencintai Tuhan dan Manusia, mungkin aku tak kesepian"
Di kuburan sepi
hanya nisan tanpa air api
bunga-bunga yang ditaburkan dengan tangisan kehilangan tadi pagi
sudah layu
........dan aku sendiri.
Kita yang riang dalam kehidupan
dengan tawa seribu manusia membangun khayal-khayal
memutar roda sejarah, membina keluarga dan menafsirkan dunia
Membangun pendidikan
dengan sejuta buku pengetahuan
Mencintai harapan seperti menumpuk-numpukkan kertas kosong dalam pikiran
Ah, lalu apakah kita
ketika kita sudah menjadi mati
menghuni liang dua kali dua
dan dibuka penggali kubur separuh baya
Siapakah kita dan dimanakah kita
ketika kita menjadi tiada
hanya kain kafan tanpa merek penjahit siapa?
dimanakah uang kita
hasil kerja kita
anak kita
dan mimpi-mimpi kita
Kita tak tau setelah mati mau apa?
mungkin mendongakkan kepala
di atas langit kuburan sepi wingit
dan berucap pelan
"Andai dosa tidak pernah menjadi bajuku, dan khianat bukanlah perbuatanku, andai sholat menjadi gerakku dan doa-doa adalah bahasaku mencintai Tuhan dan Manusia, mungkin aku tak kesepian"
Di kuburan sepi
hanya nisan tanpa air api
bunga-bunga yang ditaburkan dengan tangisan kehilangan tadi pagi
sudah layu
........dan aku sendiri.
Cinta Ringan
by.Anton Djakarta
Pernahkah kau tersenyum dalam hidupmu
...sekali saja
sekedar mentertawai apa yang kita anggap lalu
tanpa kita toleh atau kita kejap-kejapkan mata
tertawalah dengan ringan
maka hidup bisa kau terbangkan ke awan-awan
Cinta ini memang kutuliskan ketika aku mengudap mie ayam
wajahmu menari seperti lukisan picasso yang tertimpa matahari sore, lembut dan menyenangkan
kubus-kubus membentuk harapan, ketidakteraturan membangun keinginan
Aku mau mancung hidungmu
atau indah rambutmu, rambut yang tumbuh karena belaian dewi malam
aku gemetar melihat cerdasmu
aku duduk lemas mengagumi bentuk bibirmu ketika kau serempetkan peluru cerita-cerita hidupmu
dan dengan rindu aku tuliskan sajak ini pada kertas kusam milik tukang mie ayam
lalu apakah cinta menjadi serius seakan mendekap udara malam
dan berkelahi dengan seribu dewa di atas gunung tangkuban perahu?
Ah, bagiku cinta dibangun oleh hal-hal sederhana
tentang kau yang menceritakan keluh kerjamu
tentang halaman yang kotor tiada tersapu
tentang cara makanku yang berbunyi
atau terlambatku menjemputmu
Cintaku padamu memang sederhana
sesederhana paku-paku air hujan tumpah ke bumi dan menjadi pelana rumput merah di halaman
tumbuh pelan tanpa ragu.
Aku tidak mungkin membangun cinta ini seperti Taj Mahal dalam pikiranmu
Tak mungkin juga dibentuk oleh kesetiaan para Nabi yang menjaga waktu
karena aku tidak hidup di taman para Nabi, aku hanya hidup pada hari-harimu.
godaan kerap datang, lupa kadang menjadi teman
tapi toh hidup adalah cinta yang kutanam pada batu-batu menuju rumah hatimu
aku tak mungkin lekang, lepas dari cintamu
selama matamu masih seperti sayap-sayap merpati yang memamerkan ototnya
atau angsa yang merebahkan dada di punggung kali sawah
maka tali cinta kita seperti novel yang tak pernah usai.
Dengan sajak yang kutuliskan pada kertas pinjaman tukang mie ayam
kugubah namamu seperti Juwita Malam
ditengah kereta senja
matamu bulat seperti mata bola.
Ya, aku mencintaimu
tapi dengan cara yang sederhana.
Pernahkah kau tersenyum dalam hidupmu
...sekali saja
sekedar mentertawai apa yang kita anggap lalu
tanpa kita toleh atau kita kejap-kejapkan mata
tertawalah dengan ringan
maka hidup bisa kau terbangkan ke awan-awan
Cinta ini memang kutuliskan ketika aku mengudap mie ayam
wajahmu menari seperti lukisan picasso yang tertimpa matahari sore, lembut dan menyenangkan
kubus-kubus membentuk harapan, ketidakteraturan membangun keinginan
Aku mau mancung hidungmu
atau indah rambutmu, rambut yang tumbuh karena belaian dewi malam
aku gemetar melihat cerdasmu
aku duduk lemas mengagumi bentuk bibirmu ketika kau serempetkan peluru cerita-cerita hidupmu
dan dengan rindu aku tuliskan sajak ini pada kertas kusam milik tukang mie ayam
lalu apakah cinta menjadi serius seakan mendekap udara malam
dan berkelahi dengan seribu dewa di atas gunung tangkuban perahu?
Ah, bagiku cinta dibangun oleh hal-hal sederhana
tentang kau yang menceritakan keluh kerjamu
tentang halaman yang kotor tiada tersapu
tentang cara makanku yang berbunyi
atau terlambatku menjemputmu
Cintaku padamu memang sederhana
sesederhana paku-paku air hujan tumpah ke bumi dan menjadi pelana rumput merah di halaman
tumbuh pelan tanpa ragu.
Aku tidak mungkin membangun cinta ini seperti Taj Mahal dalam pikiranmu
Tak mungkin juga dibentuk oleh kesetiaan para Nabi yang menjaga waktu
karena aku tidak hidup di taman para Nabi, aku hanya hidup pada hari-harimu.
godaan kerap datang, lupa kadang menjadi teman
tapi toh hidup adalah cinta yang kutanam pada batu-batu menuju rumah hatimu
aku tak mungkin lekang, lepas dari cintamu
selama matamu masih seperti sayap-sayap merpati yang memamerkan ototnya
atau angsa yang merebahkan dada di punggung kali sawah
maka tali cinta kita seperti novel yang tak pernah usai.
Dengan sajak yang kutuliskan pada kertas pinjaman tukang mie ayam
kugubah namamu seperti Juwita Malam
ditengah kereta senja
matamu bulat seperti mata bola.
Ya, aku mencintaimu
tapi dengan cara yang sederhana.
Sunday, 25 October 2009
Pelabuhan Kecilku
Pelabuhan Kecilku
by.
Anton Djakarta
Dulu dirimu seperti pelabuhan kecil
sampan-sampan kayu bersauh
layar-layar tambalan koyak nelayan menaruh harapan pada ikan-ikan tangkapan
dirimu pelabuhan kecil yang mungil
dengan dermaga kayu berjajar mengatasi ombak, memotong angin.
Dulu dirimu seperti pelabuhan kecil
dimana cakrawala di atas rumah penjaga lautan memerahkan senja
dan angin sore menghujani kepala
sejuk dan nyaman
memeluk dirimu berjam-jam tanpa lupa cinta yang dibina
Dulu dirimu seperti pelabuhan kecil
tanganmu halus kulembut seperti arus kali yang menghangatkan batu-batu
Pelabuhan kecil
tempat nelayan menaruh jaring dan mengait-ngait kayu untuk keramba
membina harapan dengan merajut senar-senar agar bisa menangkap ikan-ikan laut
tempat dimana keluarga bisa dibentuk
tempat dimana aku bisa keluar dari angin badai masa silam
Pelabuhan kecil kini sudah mati
karena tidak ada kesetiaan dan kepala batu
kadang-kadang sikap keras perlu
untuk percaya bahwa cinta bisa dilanjutkan
Pelabuhan kecil porak tempatnya
hancur menjadi puing-puing
hanya puisi yang bisa dikenang
tentang pelabuhan kecil yang nyaman................
Sajak Orang Tua di Bawah Pohon
Inilah sajakku,
seorang tua yang berdiri di bawah pohon meranggas,
dengan kedua tangan kugendong di belakang,
dan rokok kretek yang padam di mulutku.
Aku memandang zaman.
Aku melihat gambaran ekonomi
di etalase toko yang penuh merk asing,
dan jalan-jalan bobrok antar desa
yang tidak memungkinkan pergaulan.
Aku melihat penggarongan dan pembusukan.
Aku meludah di atas tanah.
Aku berdiri di muka kantor polisi.
Aku melihat wajah berdarah seorang demonstran.
Aku melihat kekerasan tanpa undang-undang.
Dan sebatang jalan panjang,
punuh debu,
penuh kucing-kucing liar,
penuh anak-anak berkudis,
penuh serdadu-serdadu yang jelek dan menakutkan.
Aku berjalan menempuh matahari,
menyusuri jalan sejarah pembangunan,
yang kotor dan penuh penipuan.
Aku mendengar orang berkata :
"Hak asasi manusia tidak sama dimana-mana.
Di sini, demi iklim pembangunan yang baik,
kemerdekaan berpolitik harus dibatasi.
Mengatasi kemiskinan
meminta pengorbanan sedikit hak asasi"
Astaga, tahi kerbo apa ini !
Apa disangka kentut bisa mengganti rasa keadilan ?
Di negeri ini hak asasi dikurangi,
justru untuk membela yang mapan dan kaya.
Buruh, tani, nelayan, wartawan, dan mahasiswa,
dibikin tak berdaya.
O, kepalsuan yang diberhalakan,
berapa jauh akan bisa kaulawan kenyataan kehidupan.
Aku mendengar bising kendaraan.
Aku mendengar pengadilan sandiwara.
Aku mendengar warta berita.
Ada gerilya kota merajalela di Eropa.
Seorang cukong bekas kaki tangan fasis,
seorang yang gigih, melawan buruh,
telah diculik dan dibunuh,
oleh golongan orang-orang yang marah.
Aku menatap senjakala di pelabuhan.
Kakiku ngilu,
dan rokok di mulutku padam lagi.
Aku melihat darah di langit.
Ya ! Ya ! Kekerasan mulai mempesona orang.
Yang kuasa serba menekan.
Yang marah mulai mengeluarkan senjata.
Bajingan dilawan secara bajingan.
Ya ! Inilah kini kemungkinan yang mulai menggoda orang.
Bila pengadilan tidak menindak bajingan resmi,
maka bajingan jalanan yang akan diadili.
Lalu apa kata nurani kemanusiaan ?
Siapakah yang menciptakan keadaan darurat ini ?
Apakah orang harus meneladan tingkah laku bajingan resmi ?
Bila tidak, kenapa bajingan resmi tidak ditindak ?
Apakah kata nurani kemanusiaan ?
O, Senjakala yang menyala !
Singkat tapi menggetarkan hati !
Lalu sebentar lagi orang akan mencari bulan dan bintang-bintang !
O, gambaran-gambaran yang fana !
Kerna langit di badan yang tidak berhawa,
dan langit di luar dilabur bias senjakala,
maka nurani dibius tipudaya.
Ya ! Ya ! Akulah seorang tua !
Yang capek tapi belum menyerah pada mati.
Kini aku berdiri di perempatan jalan.
Aku merasa tubuhku sudah menjadi anjing.
Tetapi jiwaku mencoba menulis sajak.
Sebagai seorang manusia.
seorang tua yang berdiri di bawah pohon meranggas,
dengan kedua tangan kugendong di belakang,
dan rokok kretek yang padam di mulutku.
Aku memandang zaman.
Aku melihat gambaran ekonomi
di etalase toko yang penuh merk asing,
dan jalan-jalan bobrok antar desa
yang tidak memungkinkan pergaulan.
Aku melihat penggarongan dan pembusukan.
Aku meludah di atas tanah.
Aku berdiri di muka kantor polisi.
Aku melihat wajah berdarah seorang demonstran.
Aku melihat kekerasan tanpa undang-undang.
Dan sebatang jalan panjang,
punuh debu,
penuh kucing-kucing liar,
penuh anak-anak berkudis,
penuh serdadu-serdadu yang jelek dan menakutkan.
Aku berjalan menempuh matahari,
menyusuri jalan sejarah pembangunan,
yang kotor dan penuh penipuan.
Aku mendengar orang berkata :
"Hak asasi manusia tidak sama dimana-mana.
Di sini, demi iklim pembangunan yang baik,
kemerdekaan berpolitik harus dibatasi.
Mengatasi kemiskinan
meminta pengorbanan sedikit hak asasi"
Astaga, tahi kerbo apa ini !
Apa disangka kentut bisa mengganti rasa keadilan ?
Di negeri ini hak asasi dikurangi,
justru untuk membela yang mapan dan kaya.
Buruh, tani, nelayan, wartawan, dan mahasiswa,
dibikin tak berdaya.
O, kepalsuan yang diberhalakan,
berapa jauh akan bisa kaulawan kenyataan kehidupan.
Aku mendengar bising kendaraan.
Aku mendengar pengadilan sandiwara.
Aku mendengar warta berita.
Ada gerilya kota merajalela di Eropa.
Seorang cukong bekas kaki tangan fasis,
seorang yang gigih, melawan buruh,
telah diculik dan dibunuh,
oleh golongan orang-orang yang marah.
Aku menatap senjakala di pelabuhan.
Kakiku ngilu,
dan rokok di mulutku padam lagi.
Aku melihat darah di langit.
Ya ! Ya ! Kekerasan mulai mempesona orang.
Yang kuasa serba menekan.
Yang marah mulai mengeluarkan senjata.
Bajingan dilawan secara bajingan.
Ya ! Inilah kini kemungkinan yang mulai menggoda orang.
Bila pengadilan tidak menindak bajingan resmi,
maka bajingan jalanan yang akan diadili.
Lalu apa kata nurani kemanusiaan ?
Siapakah yang menciptakan keadaan darurat ini ?
Apakah orang harus meneladan tingkah laku bajingan resmi ?
Bila tidak, kenapa bajingan resmi tidak ditindak ?
Apakah kata nurani kemanusiaan ?
O, Senjakala yang menyala !
Singkat tapi menggetarkan hati !
Lalu sebentar lagi orang akan mencari bulan dan bintang-bintang !
O, gambaran-gambaran yang fana !
Kerna langit di badan yang tidak berhawa,
dan langit di luar dilabur bias senjakala,
maka nurani dibius tipudaya.
Ya ! Ya ! Akulah seorang tua !
Yang capek tapi belum menyerah pada mati.
Kini aku berdiri di perempatan jalan.
Aku merasa tubuhku sudah menjadi anjing.
Tetapi jiwaku mencoba menulis sajak.
Sebagai seorang manusia.
Sajak Kenalan Lama
Kini kita saling berpandangan saudara.
Ragu-ragu apa pula,
kita memang pernah berjumpa.
Sambil berdiri di ambang pintu kereta api,
tergencet oleh penumpang berjubel,
Dari Yogya ke Jakarta,
aku melihat kamu tidur di kolong bangku,
dengan alas kertas koran,
sambil memeluk satu anakmu,
sementara istrimu meneteki bayinya,
terbaring di sebelahmu.
Pernah pula kita satu truk,
duduk di atas kobis-kobis berbau sampah,
sambil meremasi tetek tengkulak sayur,
dan lalu sama-sama kaget,
ketika truk tiba-tiba terhenti
kerna distop oleh polisi,
yang menarik pungutan tidak resmi.
Ya, saudara, kita sudah sering berjumpa,
kerna sama-sama anak jalan raya.
…………………............
Hidup macam apa ini !
Orang-orang dipindah kesana ke mari.
Bukan dari tujuan ke tujuan.
Tapi dari keadaan ke keadaan yang tanpa perubahan.
………….............
Kini kita bersandingan, saudara.
Kamu kenal bau bajuku.
Jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Waktu itu hujan rinai.
Aku menarik sehelai plastik dari tong sampah
tepat pada waktu kamu juga menariknya.
Kita saling berpandangan.
Kamu menggendong anak kecil di punggungmu.
Aku membuka mulut,
hendak berkata sesuatu……
Tak sempat !
Lebih dulu tinjumu melayang ke daguku…..
Dalam pandangan mata berkunang-kunang,
aku melihat kamu
membawa helaian plastik itu
ke satu gubuk karton.
Kamu lapiskan ke atap gubugmu,
dan lalu kamu masuk dengan anakmu…..
Sebungkus nasi yang dicuri,
itulah santapan.
Kolong kios buku di terminal
itulah peraduan.
Ya, saudara-saudara, kita sama-sama kenal ini,
karena kita anak jadah bangsa yang mulia.
…………..........
Hidup macam apa hidup ini.
Di taman yang gelap orang menjual badan,
agar mulutnya tersumpal makan.
Di hotel yang mewah istri guru menjual badan
agar pantatnya diganjal sedan.
……...........
Duabelas pasang payudara gemerlapan,
bertatahkan intan permata di sekitar putingnya.
Dan di bawah semuanya,
celana dalam sutera warna kesumba.
Ya, saudara,
Kita sama-sama tertawa mengenang ini semua.
Ragu-ragu apa pula
kita memang pernah berjumpa.
Kita telah menyaksikan,
betapa para pembesar
menjilati selangkang wanita,
sambil kepalanya diguyur anggur.
Ya, kita sama-sama germo,
yang menjahitkan jas di Singapura
mencat rambut di pangkuan bintang film,
main golf, main mahyong,
dan makan kepiting saus tiram di restoran terhormat.
…….....
Hidup dalam khayalan,
hidup dalam kenyataan……
tak ada bedanya.
Kerna khayalan dinyatakan,
dan kenyataan dikhayalkan,
di dalam peradaban fatamorgana.
……….
Ayo, jangan lagi sangsi,
kamu kenal suara batukku.
Kamu lihat lagi gayaku meludah di trotoar.
Ya, memang aku. Temanmu dulu.
Kita telah sama-sama mencuri mobil ayahmu
bergiliran meniduri gula-gulanya,
dan mengintip ibumu main serong
dengan ajudan ayahmu.
Kita telah sama-sama beli morphin dari guru kita.
Menenggak valium yang disediakan oleh dokter untuk ibumu,
dan akhirnya menggeletak di emper tiko,
di samping kere di Malioboro.
Kita alami semua ini,
kerna kita putra-putra dewa di dalam masyarakat kita.
…..
Hidup melayang-layang.
Selangit,
melayang-layang.
Kekuasaan mendukung kita serupa ganja…..
meninggi…. Ke awan……
Peraturan dan hukuman,
kitalah yang empunya.
Kita tulis dengan keringat di ketiak,
di atas sol sepatu kita.
Kitalah gelandangan kaya,
yang perlu meyakinkan diri
dengan pembunuhan.
…........
Saudara-saudara, kita sekarang berjabatan.
Kini kita bertemu lagi.
Ya, jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Bukankah tadi telah kamu kenal
betapa derap langkahku ?
Kita dulu pernah menyetop lalu lintas,
membakari mobil-mobil,
melambaikan poster-poster,
dan berderap maju, berdemonstrasi.
Kita telah sama-sama merancang strategi
di panti pijit dan restoran.
Dengan arloji emas,
secara teliti kita susun jadwal waktu.
Bergadang, berunding di larut kelam,
sambil mendekap hostess di kelab malam.
Kerna begitulah gaya pemuda harapan bangsa.
Politik adalah cara merampok dunia.
Politk adalah cara menggulingkan kekuasaan,
untuk menikmati giliran berkuasa.
Politik adalah tangga naiknya tingkat kehidupan.
dari becak ke taksi, dari taksi ke sedan pribadi
lalu ke mobil sport, lalu : helikopter !
Politik adalah festival dan pekan olah raga.
Politik adalah wadah kegiatan kesenian.
Dan bila ada orang banyak bacot,
kita cap ia sok pahlawan.
…..........................
Dimanakah kunang-kunag di malam hari ?
Dimanakah trompah kayu di muka pintu ?
Di hari-hari yang berat,
aku cari kacamataku,
dan tidak ketemu.
……............
Ya, inilah aku ini !
Jangan lagi sangsi !
Inilah bau ketiakku.
Inilah suara batukku.
Kamu telah menjamahku,
jangan lagi kamu ragau.
Kita telah sama-sama berdiri di sini,
melihat bianglala berubah menjadi lidah-lidah api,
gunung yang kelabu membara,
kapal terbang pribadi di antara mega-mega meneteskan air mani
di putar blue-film di dalamnya.
…………………
Kekayaan melimpah.
Kemiskinan melimpah.
Darah melimpah.
Ludah menyembur dan melimpah.
Waktu melanda dan melimpah.
Lalu muncullah banjir suara.
Suara-suara di kolong meja.
Suara-suara di dalam lacu.
Suara-suara di dalam pici.
Dan akhirnya
dunia terbakar oleh tatawarna,
Warna-warna nilon dan plastik.
Warna-warna seribu warna.
Tidak luntur semuanya.
Ya, kita telah sama-sama menjadi saksi
dari suatu kejadian,
yang kita tidak tahu apa-apa,
namun lahir dari perbuatan kita.
Yogyakarta, 21 Juni 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
Ragu-ragu apa pula,
kita memang pernah berjumpa.
Sambil berdiri di ambang pintu kereta api,
tergencet oleh penumpang berjubel,
Dari Yogya ke Jakarta,
aku melihat kamu tidur di kolong bangku,
dengan alas kertas koran,
sambil memeluk satu anakmu,
sementara istrimu meneteki bayinya,
terbaring di sebelahmu.
Pernah pula kita satu truk,
duduk di atas kobis-kobis berbau sampah,
sambil meremasi tetek tengkulak sayur,
dan lalu sama-sama kaget,
ketika truk tiba-tiba terhenti
kerna distop oleh polisi,
yang menarik pungutan tidak resmi.
Ya, saudara, kita sudah sering berjumpa,
kerna sama-sama anak jalan raya.
…………………............
Hidup macam apa ini !
Orang-orang dipindah kesana ke mari.
Bukan dari tujuan ke tujuan.
Tapi dari keadaan ke keadaan yang tanpa perubahan.
………….............
Kini kita bersandingan, saudara.
Kamu kenal bau bajuku.
Jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Waktu itu hujan rinai.
Aku menarik sehelai plastik dari tong sampah
tepat pada waktu kamu juga menariknya.
Kita saling berpandangan.
Kamu menggendong anak kecil di punggungmu.
Aku membuka mulut,
hendak berkata sesuatu……
Tak sempat !
Lebih dulu tinjumu melayang ke daguku…..
Dalam pandangan mata berkunang-kunang,
aku melihat kamu
membawa helaian plastik itu
ke satu gubuk karton.
Kamu lapiskan ke atap gubugmu,
dan lalu kamu masuk dengan anakmu…..
Sebungkus nasi yang dicuri,
itulah santapan.
Kolong kios buku di terminal
itulah peraduan.
Ya, saudara-saudara, kita sama-sama kenal ini,
karena kita anak jadah bangsa yang mulia.
…………..........
Hidup macam apa hidup ini.
Di taman yang gelap orang menjual badan,
agar mulutnya tersumpal makan.
Di hotel yang mewah istri guru menjual badan
agar pantatnya diganjal sedan.
……...........
Duabelas pasang payudara gemerlapan,
bertatahkan intan permata di sekitar putingnya.
Dan di bawah semuanya,
celana dalam sutera warna kesumba.
Ya, saudara,
Kita sama-sama tertawa mengenang ini semua.
Ragu-ragu apa pula
kita memang pernah berjumpa.
Kita telah menyaksikan,
betapa para pembesar
menjilati selangkang wanita,
sambil kepalanya diguyur anggur.
Ya, kita sama-sama germo,
yang menjahitkan jas di Singapura
mencat rambut di pangkuan bintang film,
main golf, main mahyong,
dan makan kepiting saus tiram di restoran terhormat.
…….....
Hidup dalam khayalan,
hidup dalam kenyataan……
tak ada bedanya.
Kerna khayalan dinyatakan,
dan kenyataan dikhayalkan,
di dalam peradaban fatamorgana.
……….
Ayo, jangan lagi sangsi,
kamu kenal suara batukku.
Kamu lihat lagi gayaku meludah di trotoar.
Ya, memang aku. Temanmu dulu.
Kita telah sama-sama mencuri mobil ayahmu
bergiliran meniduri gula-gulanya,
dan mengintip ibumu main serong
dengan ajudan ayahmu.
Kita telah sama-sama beli morphin dari guru kita.
Menenggak valium yang disediakan oleh dokter untuk ibumu,
dan akhirnya menggeletak di emper tiko,
di samping kere di Malioboro.
Kita alami semua ini,
kerna kita putra-putra dewa di dalam masyarakat kita.
…..
Hidup melayang-layang.
Selangit,
melayang-layang.
Kekuasaan mendukung kita serupa ganja…..
meninggi…. Ke awan……
Peraturan dan hukuman,
kitalah yang empunya.
Kita tulis dengan keringat di ketiak,
di atas sol sepatu kita.
Kitalah gelandangan kaya,
yang perlu meyakinkan diri
dengan pembunuhan.
…........
Saudara-saudara, kita sekarang berjabatan.
Kini kita bertemu lagi.
Ya, jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Bukankah tadi telah kamu kenal
betapa derap langkahku ?
Kita dulu pernah menyetop lalu lintas,
membakari mobil-mobil,
melambaikan poster-poster,
dan berderap maju, berdemonstrasi.
Kita telah sama-sama merancang strategi
di panti pijit dan restoran.
Dengan arloji emas,
secara teliti kita susun jadwal waktu.
Bergadang, berunding di larut kelam,
sambil mendekap hostess di kelab malam.
Kerna begitulah gaya pemuda harapan bangsa.
Politik adalah cara merampok dunia.
Politk adalah cara menggulingkan kekuasaan,
untuk menikmati giliran berkuasa.
Politik adalah tangga naiknya tingkat kehidupan.
dari becak ke taksi, dari taksi ke sedan pribadi
lalu ke mobil sport, lalu : helikopter !
Politik adalah festival dan pekan olah raga.
Politik adalah wadah kegiatan kesenian.
Dan bila ada orang banyak bacot,
kita cap ia sok pahlawan.
…..........................
Dimanakah kunang-kunag di malam hari ?
Dimanakah trompah kayu di muka pintu ?
Di hari-hari yang berat,
aku cari kacamataku,
dan tidak ketemu.
……............
Ya, inilah aku ini !
Jangan lagi sangsi !
Inilah bau ketiakku.
Inilah suara batukku.
Kamu telah menjamahku,
jangan lagi kamu ragau.
Kita telah sama-sama berdiri di sini,
melihat bianglala berubah menjadi lidah-lidah api,
gunung yang kelabu membara,
kapal terbang pribadi di antara mega-mega meneteskan air mani
di putar blue-film di dalamnya.
…………………
Kekayaan melimpah.
Kemiskinan melimpah.
Darah melimpah.
Ludah menyembur dan melimpah.
Waktu melanda dan melimpah.
Lalu muncullah banjir suara.
Suara-suara di kolong meja.
Suara-suara di dalam lacu.
Suara-suara di dalam pici.
Dan akhirnya
dunia terbakar oleh tatawarna,
Warna-warna nilon dan plastik.
Warna-warna seribu warna.
Tidak luntur semuanya.
Ya, kita telah sama-sama menjadi saksi
dari suatu kejadian,
yang kita tidak tahu apa-apa,
namun lahir dari perbuatan kita.
Yogyakarta, 21 Juni 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi
Sajak Sebotol Bir (WS Rendra)
Menenggak bir sebotol,
menatap dunia,
dan melihat orang-orang kelaparan.
Membakar dupa,
mencium bumi,
dan mendengar derap huru-hara.
Hiburan kota besar dalam semalam,
sama dengan biaya pembangunan sepuluh desa !
Peradaban apakah yang kita pertahankan ?
Mengapa kita membangun kota metropolitan ?
dan alpa terhadap peradaban di desa ?
Kenapa pembangunan menjurus kepada penumpukan,
dan tidak kepada pengedaran ?
Kota metropolitan di sini tidak tumbuh dari industri,
Tapi tumbuh dari kebutuhan negara industri asing
akan pasaran dan sumber pengadaan bahan alam
Kota metropolitan di sini,
adalah sarana penumpukan bagi Eropa, Jepang, Cina, Amerika,
Australia, dan negara industri lainnya.
Dimanakah jalan lalu lintas yang dulu ?
Yang neghubungkan desa-desa dengan desa-desa ?
Kini telah terlantarkan.
Menjadi selokan atau kubangan.
Jalanlalu lintas masa kini,
mewarisi pola rencana penjajah tempo dulu,
adalah alat penyaluran barang-barang asing dari
pelabuhan ke kabupaten-kabupaten dan
bahan alam dari kabupaten-kabupaten ke pelabuhan.
Jalan lalu lintas yang diciptakan khusus,
tidak untuk petani,
tetapi untuk pedagang perantara dan cukong-cukong.
Kini hanyut di dalam arus peradaban yang tidak kita kuasai.
Di mana kita hanya mampu berak dan makan,
tanpa ada daya untuk menciptakan.
Apakah kita akan berhenti saampai di sini ?
Apakah semua negara yang ingin maju harus menjadi negara industri ?
Apakah kita bermimpi untuk punya pabrik-pabrik
yang tidak berhenti-hentinya menghasilkan……..
harus senantiasa menghasilkan….
Dan akhirnya memaksa negara lain
untuk menjadi pasaran barang-barang kita ?
…………………………….
Apakah pilihan lain dari industri hanya pariwisata ?
Apakah pemikiran ekonomi kita
hanya menetek pada komunisme dan kapitalisme ?
Kenapa lingkungan kita sendiri tidak dikira ?
Apakah kita akan hanyut saja
di dalam kekuatan penumpukan
yang menyebarkan pencemaran dan penggerogosan
terhadap alam di luar dan alam di dalam diri manusia ?
……………………………….
Kita telah dikuasai satu mimpi
untuk menjadi orang lain.
Kita telah menjadi asing
di tanah leluhur sendiri.
Orang-orang desa blingsatan, mengejar mimpi,
dan menghamba ke Jakarta.
Orang-orang Jakarta blingsatan, mengejar mimpi
dan menghamba kepada Jepang,
Eropa, atau Amerika.
menatap dunia,
dan melihat orang-orang kelaparan.
Membakar dupa,
mencium bumi,
dan mendengar derap huru-hara.
Hiburan kota besar dalam semalam,
sama dengan biaya pembangunan sepuluh desa !
Peradaban apakah yang kita pertahankan ?
Mengapa kita membangun kota metropolitan ?
dan alpa terhadap peradaban di desa ?
Kenapa pembangunan menjurus kepada penumpukan,
dan tidak kepada pengedaran ?
Kota metropolitan di sini tidak tumbuh dari industri,
Tapi tumbuh dari kebutuhan negara industri asing
akan pasaran dan sumber pengadaan bahan alam
Kota metropolitan di sini,
adalah sarana penumpukan bagi Eropa, Jepang, Cina, Amerika,
Australia, dan negara industri lainnya.
Dimanakah jalan lalu lintas yang dulu ?
Yang neghubungkan desa-desa dengan desa-desa ?
Kini telah terlantarkan.
Menjadi selokan atau kubangan.
Jalanlalu lintas masa kini,
mewarisi pola rencana penjajah tempo dulu,
adalah alat penyaluran barang-barang asing dari
pelabuhan ke kabupaten-kabupaten dan
bahan alam dari kabupaten-kabupaten ke pelabuhan.
Jalan lalu lintas yang diciptakan khusus,
tidak untuk petani,
tetapi untuk pedagang perantara dan cukong-cukong.
Kini hanyut di dalam arus peradaban yang tidak kita kuasai.
Di mana kita hanya mampu berak dan makan,
tanpa ada daya untuk menciptakan.
Apakah kita akan berhenti saampai di sini ?
Apakah semua negara yang ingin maju harus menjadi negara industri ?
Apakah kita bermimpi untuk punya pabrik-pabrik
yang tidak berhenti-hentinya menghasilkan……..
harus senantiasa menghasilkan….
Dan akhirnya memaksa negara lain
untuk menjadi pasaran barang-barang kita ?
…………………………….
Apakah pilihan lain dari industri hanya pariwisata ?
Apakah pemikiran ekonomi kita
hanya menetek pada komunisme dan kapitalisme ?
Kenapa lingkungan kita sendiri tidak dikira ?
Apakah kita akan hanyut saja
di dalam kekuatan penumpukan
yang menyebarkan pencemaran dan penggerogosan
terhadap alam di luar dan alam di dalam diri manusia ?
……………………………….
Kita telah dikuasai satu mimpi
untuk menjadi orang lain.
Kita telah menjadi asing
di tanah leluhur sendiri.
Orang-orang desa blingsatan, mengejar mimpi,
dan menghamba ke Jakarta.
Orang-orang Jakarta blingsatan, mengejar mimpi
dan menghamba kepada Jepang,
Eropa, atau Amerika.
Sajak SMA.... (WS Rendra)
Murid-murid mengobel klentit ibu gurunya
Bagaimana itu mungkin ?
Itu mungkin.
Karena tidak ada patokan untuk apa saja.
Semua boleh. Semua tidak boleh.
Tergantung pada cuaca.
Tergantung pada amarah dan girangnya sang raja.
Tergantung pada kuku-kuku garuda dalam mengatur kata-kata.
Ibu guru perlu sepeda motor dari Jepang.
Ibu guru ingin hiburan dan cahaya.
Ibu guru ingin atap rumahnya tidak bocor.
Dan juga ingin jaminan pil penenang,
tonikum-tonikum dan obat perangsang yang dianjurkan oleh dokter.
Maka berkatalah ia
Kepada orang tua murid-muridnya :
“Kita bisa mengubah keadaan.
Anak-anak akan lulus ujian kelasnya,
terpandang di antara tetangga,
boleh dibanggakan pada kakak mereka.
Soalnya adalah kerjasama antara kita.
Jangan sampai kerjaku terganggu,
karna atap bocor.”
Dan papa-papa semua senang.
Di pegang-pegang tangan ibu guru,
dimasukan uang ke dalam genggaman,
serta sambil lalu,
di dalam suasana persahabatan,
teteknya disinggung dengan siku.
Demikianlah murid-murid mengintip semua ini.
Inilah ajaran tentang perundingan,
perdamaian, dan santainya kehidupan.
Ibu guru berkata :
“Kemajuan akan berjalan dengan lancar.
Kita harus menguasai mesin industri.
Kita harus maju seperti Jerman,
Jepang, Amerika.
Sekarang, keluarkanlah daftar logaritma.”
Murid-murid tertawa,
dan mengeluarkan rokok mereka.
“Karena mengingat kesopanan,
jangan kalian merokok.
Kelas adalah ruangbelajar.
Dan sekarang : daftar logaritma !”
Murid-murid tertawa dan berkata :
“Kami tidak suka daftar logaritma.
Tidak ada gunanya !”
“kalian tidak ingin maju ?”
“Kemajuan bukan soal logaritma.
Kemajuan adalah soal perundingan.”
“Jadi apa yang kaian inginkan ?”
“Kami tidak ingin apa-apa.
Kami sudah punya semuanya.”
“Kalian mengacau !”
“Kami tidak mengacau.
Kami tidak berpolitik.
Kami merokok dengan santai.
Sperti ayah-ayah kami di kantor mereka :
santai, tanpa politik
berunding dengan Cina
berunding dengan Jepang
menciptakan suasana girang.
Dan di saat ada pemilu,
kami membantu keamanan,
meredakan partai-partai.”
Murid-murid tertawa.
Mereka menguasai perundingan.
Ahli lobbying.
Faham akan gelagat.
Pandai mengikuti keadaan.
Mereka duduk di kantin,
minum sitrun,
menghindari ulangan sejarah.
Mereka tertidur di bangku kelas,
yang telah mereka bayar sama mahal
seperti sewa kamar di hotel.
Sekolah adalah pergaulan,
yang ditentukan oleh mode,
dijiwai oleh impian kemajuan menurut iklan.
Dan bila ibu guru berkata :
“Keluarkan daftar logaritma !”
Murid-murid tertawa.
Dan di dalam suasana persahabatan,
mereka mengobel ibu guru mereka.
Yogya, 22 Juni 1977.
Potret Pembangunan dalam Puisi
Bagaimana itu mungkin ?
Itu mungkin.
Karena tidak ada patokan untuk apa saja.
Semua boleh. Semua tidak boleh.
Tergantung pada cuaca.
Tergantung pada amarah dan girangnya sang raja.
Tergantung pada kuku-kuku garuda dalam mengatur kata-kata.
Ibu guru perlu sepeda motor dari Jepang.
Ibu guru ingin hiburan dan cahaya.
Ibu guru ingin atap rumahnya tidak bocor.
Dan juga ingin jaminan pil penenang,
tonikum-tonikum dan obat perangsang yang dianjurkan oleh dokter.
Maka berkatalah ia
Kepada orang tua murid-muridnya :
“Kita bisa mengubah keadaan.
Anak-anak akan lulus ujian kelasnya,
terpandang di antara tetangga,
boleh dibanggakan pada kakak mereka.
Soalnya adalah kerjasama antara kita.
Jangan sampai kerjaku terganggu,
karna atap bocor.”
Dan papa-papa semua senang.
Di pegang-pegang tangan ibu guru,
dimasukan uang ke dalam genggaman,
serta sambil lalu,
di dalam suasana persahabatan,
teteknya disinggung dengan siku.
Demikianlah murid-murid mengintip semua ini.
Inilah ajaran tentang perundingan,
perdamaian, dan santainya kehidupan.
Ibu guru berkata :
“Kemajuan akan berjalan dengan lancar.
Kita harus menguasai mesin industri.
Kita harus maju seperti Jerman,
Jepang, Amerika.
Sekarang, keluarkanlah daftar logaritma.”
Murid-murid tertawa,
dan mengeluarkan rokok mereka.
“Karena mengingat kesopanan,
jangan kalian merokok.
Kelas adalah ruangbelajar.
Dan sekarang : daftar logaritma !”
Murid-murid tertawa dan berkata :
“Kami tidak suka daftar logaritma.
Tidak ada gunanya !”
“kalian tidak ingin maju ?”
“Kemajuan bukan soal logaritma.
Kemajuan adalah soal perundingan.”
“Jadi apa yang kaian inginkan ?”
“Kami tidak ingin apa-apa.
Kami sudah punya semuanya.”
“Kalian mengacau !”
“Kami tidak mengacau.
Kami tidak berpolitik.
Kami merokok dengan santai.
Sperti ayah-ayah kami di kantor mereka :
santai, tanpa politik
berunding dengan Cina
berunding dengan Jepang
menciptakan suasana girang.
Dan di saat ada pemilu,
kami membantu keamanan,
meredakan partai-partai.”
Murid-murid tertawa.
Mereka menguasai perundingan.
Ahli lobbying.
Faham akan gelagat.
Pandai mengikuti keadaan.
Mereka duduk di kantin,
minum sitrun,
menghindari ulangan sejarah.
Mereka tertidur di bangku kelas,
yang telah mereka bayar sama mahal
seperti sewa kamar di hotel.
Sekolah adalah pergaulan,
yang ditentukan oleh mode,
dijiwai oleh impian kemajuan menurut iklan.
Dan bila ibu guru berkata :
“Keluarkan daftar logaritma !”
Murid-murid tertawa.
Dan di dalam suasana persahabatan,
mereka mengobel ibu guru mereka.
Yogya, 22 Juni 1977.
Potret Pembangunan dalam Puisi
Subscribe to:
Posts (Atom)