By.Anton Djakarta
Masaku baru saja bermula
Majalah Hai baru dekade lalu kutinggalkan
Bobo dulu aku suka, tapi tak apalah bila kuingat tentang Deni Manusia Bertelapak ikan
Masa itu masa kanak
sungguh riang gembira
Paman Gembul kebanggaanku
dan cerita klasik cina menjadi pegangan hidup daya khayal kanak-kanakku
Masa mudaku dulu riang ceria
Aku kabarkan pada kawan-kawan tentang jalan-jalan kebayoran
tiap meternya aku hapal
dari Mampang sampai Menteng akulah raja jalanan
Seperempat wanita muda di Jakarta aku kenal
Dari kafe ke kafe
Dari Pondok Indah Mall sampai Bekasi Mall
dari panggung jazz sampai dangdut pasar malam
itulah masa ketika aku mengenangkan kehidupan seperti roda-roda komidi putar
gemerlap penuh cahaya
Dengan gaya segagah koboy California
aku mainkan gagang senjata, berantem disana sini
memukuli orang dekat pom bensin pakai gagang senjata api
dulu ketika masa muda menjadi rembulan remang-remang
Kugoda wanita karena wajahnya bercahaya
kurayu wanita bukan demi cinta, tapi demi air mata api yang meledak di ubun-ubun kemaluan
itulah masa
ketika kesadaran akan kerinduan hanya angin-angin sayup....
Kukenangkan juga pada pertengahan awan
tentang rakusnya membaca pada huruf-huruf buku dan koran
Aku mencintai Marx, karena paham realitas adalah sumber idea
aku mengagumi Hegel karena membuatku paham tentang masalah sebab musabab
aku percaya pada Darwin bukan karena kita keturunan kera, tapi percaya pada hukum besi manusia, daya tahan hidup dan evolusinya
Aku percaya pada Freud yang syahdu melihat psikologi sebagai sejarah libido antara Oedipus yang memimpikan peti mati ayahnya.
Aku menyukai buku ekonomi dan Pasar Modal
dari Samuelson sampai Soros
Dari demand supply sampai berjalan mendahului kurva, bermain seolah tuhan yang mengatur manusia pada pasar yang tidak imbang
Aku bacai sejarah dengan kenangan berapi-api
Pada Sukarno dan DN Aidit, pada Hatta dan Wikana
Pada sejarah hidup Nabi Muhammad yang disusun Haikal dengan langgam air mata
Dari situlah aku menemukan kesadaran bahwa kemanusiaan adalah proses
dan agama bagiku bukanlah lembaga penekan, bukan juga lembaga yang memaksa
ia kesadaran yang dibangun dari batu bata kedisiplinan
Tuhan memacari manusia pada jalan besi ibadah, jalan bercabang antara kesombongan spiritual atau kerendahan hati.
Ketika matahari masih tinggi tentunya aku ingin merubah jaman
agar aku mengerti bahwa aku berarti untuk dilahirkan
entah lewat Marx atau hukum Islam
entah lewat api Sukarno atau jalan bebas kaum Liberal
inilah dunia yang aku singgungkan
ketika matahari masih tinggi di kepala
Masaku baru saja bermula
Masyarakat kini tidaklah jauh beda
dengan tiga dekade yang lama
tak tau bagaimana jalan sejarah bisa diukir pada tindakan
yang penting gerak dulu, hasil kemudian
Entahlah bila aku tua
apa Tuhan memberiku anak apa tiada
tapi yang jelas aku akan menjalani takdir
mengguyur doa di Musholla tua
Tapi aku berdoa
pada Tuhan yang kuasa
janganlah aku menjadi tua tanpa berarti apa-apa
seperti gadis cantik yang pernah kutemui bilang : “semua orang akan mati tetapi tidak semua orang bisa betul-betul hidup!” katanya dengan mata seindah bulan dan hidung secantik cleopatra
benar juga pikirku
Ah, Soe Hok Gie pernah mencoretkan kata-kata di satu malam sunyi :
Nasib terbaik adalah tidak dilahirkan,
yang kedua dilahirkan tapi mati muda,
dan yang tersial adalah umur tua.
Aku tak tau umurku sampai berapa
Tapi yang jelas aku hanya ingin bersajak
agar aku bisa melatih kejujuran
setidaknya pada diri sendiri.............
No comments:
Post a Comment