by.Anton Djakarta
Pernahkah kau tersenyum dalam hidupmu
...sekali saja
sekedar mentertawai apa yang kita anggap lalu
tanpa kita toleh atau kita kejap-kejapkan mata
tertawalah dengan ringan
maka hidup bisa kau terbangkan ke awan-awan
Cinta ini memang kutuliskan ketika aku mengudap mie ayam
wajahmu menari seperti lukisan picasso yang tertimpa matahari sore, lembut dan menyenangkan
kubus-kubus membentuk harapan, ketidakteraturan membangun keinginan
Aku mau mancung hidungmu
atau indah rambutmu, rambut yang tumbuh karena belaian dewi malam
aku gemetar melihat cerdasmu
aku duduk lemas mengagumi bentuk bibirmu ketika kau serempetkan peluru cerita-cerita hidupmu
dan dengan rindu aku tuliskan sajak ini pada kertas kusam milik tukang mie ayam
lalu apakah cinta menjadi serius seakan mendekap udara malam
dan berkelahi dengan seribu dewa di atas gunung tangkuban perahu?
Ah, bagiku cinta dibangun oleh hal-hal sederhana
tentang kau yang menceritakan keluh kerjamu
tentang halaman yang kotor tiada tersapu
tentang cara makanku yang berbunyi
atau terlambatku menjemputmu
Cintaku padamu memang sederhana
sesederhana paku-paku air hujan tumpah ke bumi dan menjadi pelana rumput merah di halaman
tumbuh pelan tanpa ragu.
Aku tidak mungkin membangun cinta ini seperti Taj Mahal dalam pikiranmu
Tak mungkin juga dibentuk oleh kesetiaan para Nabi yang menjaga waktu
karena aku tidak hidup di taman para Nabi, aku hanya hidup pada hari-harimu.
godaan kerap datang, lupa kadang menjadi teman
tapi toh hidup adalah cinta yang kutanam pada batu-batu menuju rumah hatimu
aku tak mungkin lekang, lepas dari cintamu
selama matamu masih seperti sayap-sayap merpati yang memamerkan ototnya
atau angsa yang merebahkan dada di punggung kali sawah
maka tali cinta kita seperti novel yang tak pernah usai.
Dengan sajak yang kutuliskan pada kertas pinjaman tukang mie ayam
kugubah namamu seperti Juwita Malam
ditengah kereta senja
matamu bulat seperti mata bola.
Ya, aku mencintaimu
tapi dengan cara yang sederhana.
No comments:
Post a Comment