Friday, 28 October 2011

Gentleman-nya Bung Hatta



Banyak orang mengira termasuk hampir semua sejarawan bahwa mundurnya Hatta di tahun 1956 adalah ketidakcocokannya dengan Bung Karno. Tapi sebenarnya tidak, Hatta tidak pernah memusuhi secara serius Sukarno, Hatta sama sekali tidak ada masalah pada tahun 1956 dengan Sukarno atau keputusan-keputusan politik besar. Pembubaran Konstituante justru dilakukan setelah Hatta mundur, pemberontakan-pemberontakan di daerah tidak ada hubungannya dengan Bung Hatta, bahkan setelah tahun 1956 beberapa pemberontakan daerah awalnya adalah mosi tidak percaya kepada Djakarta karena dikira Djakarta menyingkirkan Hatta, padahal tidak.


Dalam beberapa titik penting sejarah di masa lalu, Sukarno amat pasif dalam melakukan keputusan-keputusan politik, Sukarno. Hampir semua keputusan ditangani Hatta. Keputusan yang terkenal adalah Maklumat X 1945 soal liberalisasi pembentukan partai-partai politik. Dalam soal itu Sukarno kerap mengeluh ia dilangkahi Hatta. Dalam revolusi Sukarno ingin adanya Partai tunggal, tapi setelah fait accompli Hatta, partai menjadi terlalu banyak dan kerap menimbulkan friksi politik besar, puncaknya adalah perang Solo yang berakhir pada geger Madiun 1948.


Akhir Tahun 1948, Belanda menerjunkan puluhan ribu tentara mereka serentak ke kota-kota penting di Indonesia. Di muka dunia Internasional aksi itu dikatakan "Aksi Polisionil" karena Belanda masih menganggap Indonesia adalah wilayah dalam negeri Belanda. Sementara pihak Indonesia menyatakan itu adalah "Agresi Militer yang kedua" setelah sebelumnya terjadi tahun 1947, Indonesia menuduh inilah yang disebut ekspansi militer sebuah Negara kepada Negara lain seperti hal-nya Hitler menginvasi Polandia. Sukarno, Hatta, Sjahrir, Agus Salim dan pemimpin-pemimpin lain di Yogya ditangkapi. Militer Republikein lari ke gunung-gunung mereka menolak untuk ditangkap, pihak Militer praksis dipegang Jenderal Sudirman yang sudah rusak paru-parunya untuk menembus lebat hutan di Jawa Tengah dan Timur melakukan konsolidasi pasukan.

Saat itu Tan Malaka sudah berhitung, “Kekuatan Belanda tinggal sedikit lagi, saya tahu benar watak orang Belanda. Dia tidak akan melakukan kekuatan besar-besaran bila tidak putus asa. Saya perkirakan perang paling lama akan berlangsung selama 2 tahun lagi, sementara Amerika Serikat dan Sovjet Uni masih pusing soal Eropa setelah selesainya Hitler dibunuh”


Belanda berlagak gagah dimana-mana, tank-tank Sherman berkeliling ke segenap penjuru kota dan membangun pencitraan bahwa Hindia Belanda dalam waktu dekat akan berdiri kembali. Ternyata terbukti dengan serangan militer yang sporadis dari militer Indonesia pasukan Belanda keteter dimana-mana. Serangan Umum di Yogya dan Serangan umum di Solo membuat Belanda keliatan kelemahannya. Tapi tidak bagi kelompok pro perundingan.


Di tahun 1945 ada perbedaan antara Pemuda-Pemuda Djakarta dengan Djawa Tengah dan Djawa Timur. Pemuda-pemuda Djawa Tengah dan Timur memutuskan tidak mau berunding dengan pihak Djepang soal merebut gudang senjata, mereka langsung perang dan rakyat mengepung gudang. Senjata-senjata banyak didapatkan, bahkan di Surabaya kelengkapan militernya akibat merebut gudang senjata mampu secara jantan menghadapi Inggris, dan sejarah mencatat : ‘Hanya di Surabaya-lah Inggris kalah perang’. Di Djawa Tengah juga begitu, tidak ada perundingan gudang-gudang senjata harus direbut. Perebutan senjata ini nyaris tak menimbulkan korban, bahkan Kapten Suharto (kelak jadi Letkol Suharto) berhasil merebut gudang senjata di Kotabaru dan pasukannya memiliki alat kelengkapan militer paling kuat. Di Djakarta lain lagi ceritanya, keputusan saat itu adalah perundingan untuk merebut gudang senjata, akibatnya fatal. Puluhan tokoh pemuda mati dalam perang saat perundingan berlangsung bertele-tele, Daan Mogot dan tragedi dua anak Margono Djojohadikusumo : Subianto dan Sujono di Serpong Januari 1946. Akibat perundingan inilah pemuda-pemuda Djakarta terlalu lemah dibandingkan rekannya yang di Djawa Tengah dan Djawa Timur.


Begitu juga dengan pemikiran memperpendek perang revolusi 1945. Tan Malaka berpikir apabila perang diperpendek dengan perundingan maka yang terjadi adalah ‘Revolusi melahirkan bangsa yang lembek’. Tan Malaka ingin dilakukan perang total karena dengan hanya perang total-lah “Semua royan-royan revolusi bisa melahirkan rasa persatuan yang amat kuat diantara rakyat Indonesia, rakyat akan paham tujuan besar bangsa Indonesia liwat kesakitan-kesakitan perang revolusi”


Tapi kabar di Yogya begitu menyakitkan hati Tan Malaka. Para pemimpin tidak mau tempur mati-matian di hutan-hutan, tidak membangun perlawanan revolusinya. Di tahun 1948 terlihat sekali para pemimpin yang lahir dari dunia pergerakan Intelektual tidak terlatih untuk melakukan perang di hutan-hutan seperti yang dilakukan bekas anak buah Tan Malaka, Ho Chi Minh dari Vietnam. Tan Malaka sudah memperkirakan “Kalau pemimpin ditangkap tak lain tak bukan, ujung-ujungnya adalah Perundingan”.


Generaal Sudirman, adalah pengikut Tan Malaka yang paling setia. Ia orang yang paling mendukung program-program Tan Malaka. Saat pertempuran di Solo terjadi, Sudirman menunggu apa kata Tan Malaka. Saat rapat Persatuan Perjuangan, Sudirman-lah yang membuka pidato rapat, lalu ketika Tan Malaka meneriakkan “Merdeka 100%” maka Sudirman berdiri dan bertepuk tangan seraya bersumpah akan memerdekakan Indonesia, total…setotal-totalnya.


Sukarno sendiri saat itu sudah terjebak pada sistem pemerintahannya yang ia bentuk. Bila ia ke hutan, maka ia akan berhitung ‘siapa yang pegang komando’ bisa saja nanti kelompok Tan Malaka yang bisa drive dirinya. Sukarno selama perang revolusi menyerahkan keputusan ke Hatta, dan Hatta selamanya satu napas dengan Sjahrir lalu terjadilah keputusan yang paling amat dibenci Tan Malaka “Berunding dengan Belanda”

Perundingan KMB di Den Haag akhir tahun 1949, merupakan penghinaan bagi kelompok Tan Malaka. Di Koran-koran terjadi eforia KMB, rakyat seakan-akan gembira menerima keputusan perundingan, dikiranya KMB adalah kemenangan Republik, dikiranya KMB adalah berhasilnya perang. KMB justru adalah ‘Pertanda Indonesia Kalah Perang’ karena dimanapun dalam hukum perang Internasional ‘pihak yang kalah perang harus membayar ganti rugi akibat peperangan’ seperti Jerman yang kalah perang pada Perang Dunia Pertama, membayar dengan ‘Klausa Perjanjian Versailles’ dan Jepang yang kalah perang dengan Amerika Serikat harus menerima pendudukan pasukan Amerika Serikat di Jepang juga Jepang dilarang memiliki pasukan militernya sendiri. Indonesia harus membayar 4.6 Milyar Gulden ganti rugi perang. ‘Jadi logikanya Indonesia harus membayar bangsa asing yang membunuhi bangsanya sendiri’. Akibat perjanjian inilah yang amat lama tidak menjadi bahan perdebatan di muka-muka publik karena para tokoh kharismatis terlibat dalam perundingan ini. Ukuran dana 4,6 milyar gulden itu amat besar dengan nominal pada jaman itu, sebagai perbandingan : di tahun 1950 Amerika Serikat pernah menawari pembangunan jalan besar (Highway Standard) di sepanjang pulau Sumatera dengan konsesi masuknya mobil Ford ke Indonesia sebagai satu-satunya mobil yang bisa masuk ke Indonesia selama 10 tahun. Nilai jalan itu adalah 6 juta dollar, tapi usulan itu ditolak karena akan memberlakukan sistem monopoli. Jadi seandainya 4,6 milyar gulden itu tidak dikembalikan maka 200 kali highway standard bisa dibangun diseluruh wilayah Indonesia.


Setelah terjadi perundingan, Sudirman menolak turun gunung. “Kalau saya turun gunung berarti saya gembira akan kekalahan pasukan TNI”. Generaal Sudirman menolak turun gunung karena ia tahu, perundingan berarti kalah perang. Selama ini banyak di buku sejarah, seakan-akan Sudirman menolak turun gunung karena marah pada Sukarno, padahal bukan. Orang-orang di masa lalu tidak dangkal hatinya, mereka tidak peduli dengan konflik personal. Generaal Sudirman menolak turun gunung karena alasan prinsipil, ia tidak mau kalah perang. “Tapi pada akhirnya” persatuan diatas segala-galanya, pertaruhannya kalau Sudirman menolak turun gunung makan yang akan terjadi adalah perang saudara. Setiap orang tahu pada saat itu, Sukarno yang selalu jadi kartu pegangan orang Indonesia, rakyat akan terjebak pada perang saudara yang tidak mereka mengerti. Sudirman mengalah demi persatuan. Sudirman turun gunung, tapi Tan Malaka ditembak mati di Jawa Timur. Inilah tragedi revolusi.


Beberapa kelompok pasukan Tan Malaka menolak turun gunung, yang paling terkenal adalah Chaerul Saleh. Chaerul ini yang pegang pasukan Bambu Runtjing. Ia terus melawan tentara resmi dan menolak perundingan, pasukan Chaerul Saleh menyerang pos-pos militer TNI di Sukabumi dan wilayah lain di Djawa Barat sebagai aksi bentuk penolakannya terhadap KMB. Bahkan sampai pada tahun 1952 pasukan Chaerul Saleh terus bertempur dengan pihak militer. Inilah yang membuat Nasution marah.


Kebenaran kelompok Tan Malaka akhirnya terbukti pada tahun 1950-an ke atas. Di Vietnam, mereka menolak kalah dari Perancis dan melakukan perang total, di tahun 1952 Perancis angkat kaki dari Vietnam dengan menyisakan ratusan ribu serdadu berkalang tanah di Vietnam. Lalu Amerika Serikat datang dan merebut Vietnam dua puluh tiga tahun kemudian 1975, Amerika Serikat hengkang dari Vietnam dengan rasa malu, tentaranya berlarian ke helikopter seperti tentara pengecut menyelamatkan diri saat pasukan Ho Chi Minh masuk ke kota Saigon. Begitu juga dengan pasukan Mao yang berhasil menghantam kelompok Kuo Min Tang sampai ke Taiwan padahal pasukan Kuo Min Tang didukung Amerika Serikat. Dan saat ini di tahun 2011 kita menyaksikan seluruh Negara Eropa Barat mengemis pada RRC karena krisis ekonomi yang mereka alami.


Inilah yang dimaui Tan Malaka, fase pertama dalam pembentukan Negara atau bangsa yang terjajah adalah perang total. Dalam perang total akan terjadi situasi baru, pemahaman-pemahaman baru, alam sadar baru, dan yang terpenting arah sejarah menjadi lebih jelas tidak lembek.


Terbukti benar di tahun 1950-an perang Korea meletus. Harga-harga komoditi naik : timah, minyak bumi, kopra, karet dll naik. Kejadian ini mirip dengan boom minyak tahun 1973 yang kemudian dijadikan landasan rejeki Suharto di masa Orde Baru untuk membiayai kekuasaannya. Kenaikan luar biasa harga-harga akibat perang Korea 1950-an ini tidak bisa dinikmati rakyat Indonesia karena Indonesia harus bayar hutang perang kepada pihak Belanda. Yang kaya tetaplah perusahaan-perusahaan besar milik Belanda macam Lindeteves atau Borsumij Wehry. Kejadian ini membuat marah anggota Parlemen Komisi A, mereka memanggil Menteri Perekonomian saat itu Prof.Sumitro Djojohadikusumo. Sumitro menjawab “Kita sudah terikat perjanjian dengan Belanda”. Kelompok sisa-sisa Tan Malaka yang saat itu bergabung dalam Partai Murba marah besar ‘Wah, kalau begini caranya kita harus buat mosi tidak percaya terhadap KMB”.


Perjuangan menyusun Mosi tidak percaya ini bukan soal mudah. Kelompok Partai Murba yang dipimpin Maruto Nitimihardjo harus berkelahi kesana kemari untuk meyakinkan mosi tidak percayanya. Untuk memulai mosi ini Maruto mendatangi Hatta lalu Maruto bicara “Masih kurang saja Belanda mengambil dari kita”. Seraya berkata pasrah Hatta berkata “Karena saya yang menandatangani perjanjian KMB itu, saya persilahkan saudara Maruto untuk melanjutkan apa maunya, saya siap menerima segala konsekuensinya”.


Hampir lima tahun Maruto melakukan pendekatan-pendekatan politik ke semua pihak untuk menolak hasil KMB dan menyatakan mosi tidak percaya. Akhirnya mayoritas anggota Parlemen menyetujui untuk melakukan mosi tidak percaya, apalagi setelah Pemilu 1955 Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo mendukung apa mau Partai Murba. “Mosi tidak percaya pada KMB”.


Melihat perkembangan mosi itu Hatta secara gentlemen berkata “Saya akan mundur” Saat itu Maruto mendatangi Hatta di kantornya di Merdeka Selatan. Hatta lama memandangi wajah Maruto, dan ia mengeluarkan air mata lalu memeluk Maruto. Setelah pertemuan itu datanglah surat dari Hatta : “Surat Pengunduran Diri”.


Surat pengunduran itu menjadi heboh dimana-mana, bahkan Sukarni Ketua Umum Murba, Partai yang jadi pelopor mosi tidak percaya itu berkata singkat sambil mau nangis : “Wah, Bung Hatta terlalu gentleman”.

Mundurnya Hatta membuat pihak banyak kalang kabut. Achmad Subardjo yang saat itu jadi Duta Besar di Swiss berkata kepada beberapa orang “Sesungguhnya dulu di tahun 1945 terjadi apa namanya Gentleman Agreement Four, mirip Amerika Serikat pada awal Revolusinya di tahun 1776. Seperti perjanjian antara Washington, Jefferson, Madison dan Franklin untuk bergantian menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat, walaupun Franklin tidak menjabat tapi tiga orang menjabat bergiliran. Itulah yang terjadi, nah empat orang yang akan bergiliran jadi Presiden saat itu adalah : Sukarno, Iwa Kusumasumantri, Achmad Soebardjo dan Hatta sendiri. Tapi itu tidak terlaksana toh, malah keluar Testamen Tan Malaka”…..


Sukarno berdiam diri saja, ia sudah tahu arah sejarah akhirnya kelompok Tan Malaka yang menang dan benar melihat keadaan. Kemerdekaan 100% adalah tujuan terbesar bangsa ini, lalu dengan inspirasi dari Tan Malaka, Sukarno menjalankan program-program politiknya tapi siapakah yang bisa menggantikan Hatta? Kelompok PSI mengajukan Subandrio, yang pada akhirnya Bandrio malah merapat ke PKI. Sementara Murba harus menarik Maruto Nitimihardjo dan Sukarni sebagai lobbying ke Pemerintah, karena Maruto dianggap Sukarno selalu melawan, sementara Sukarni setiap ketemu Sukarno selalu berantem. Akhirnya Murba memanggil Chaerul Saleh yang di Jerman Barat untuk mendampingi Sukarno.


Dan pada akhirnya sejarah memberi tahu pada kita, ketika Sukarno dikalahkan saat menjalankan agenda Tan Malaka dengan bahasa-bahasa Sukarno yang ia namakan Trisakti, Berdikari, Pantja Azimat Revolusi, Gesuri, Vivere Pericoloso lalu Gestapu 65 terjadi, Sukarno diinternir di Wisma Yaso, Subandrio diseret ke penjara, Chaerul Saleh kabarnya mati di WC Tahanan Militer dan membuat Sukarni di depan jenasah Chaerul Saleh ngamuk-ngamuk kepada Adam Malik karena tak bisa memberikan pertolongan sama sekali kepada Cherul Saleh.


Lalu kita menyaksikan Indonesia seperti sekarang ini, tidak seperti Bung Hatta yang mengakui bila kebijakannya kalah dan tidak diakui, ia harus gentleman, coba sekarang Sri Mulyani menandantangani keputusan talangan Bank malah dilarikan ke luar negeri, ada juga Budiono yang malah dijadikan Wakil Presiden RI, Kebijakan Negara dijalankan tanpa rasa bersalah.


Negara kaya raya yang terus menerus dibodohi oleh Imperialisme asing. Negara dijual untuk kekayaan para pejabat. Kepada sejarah kita harus banyak belajar untuk masa depan Indonesia…………

Thursday, 27 October 2011

Rahasia Proklamasi


Sekitar awal tahun 1945 Bung Karno dan Bung Hatta ke Dalat Saigon ,dia bareng dengan beberapa orang Tokoh penting Malaya seperti Dato' Ibrahim Hadji Jacoub, Adenan dan Sekar Chandra Bose didampingi Marsekal Terauchi ingin bertemu Gunseikan. Tapi disana delegasi tidak berjumpa dengan Gunseikan yang saat itu dikabarkan sedang mabok (hal ini terungkap beberapa tahun kemudian).

Saat itu Sukarno sudah mengantungi tanggal kemerdekaan akan terjadi pada 25 Agustus 1945. Tapi Sukarno harus menunggu konfirmasi dari pihak Jepang. Penggede Jepang masih sibuk mempertahankan seluruh pulau-pulau luar Jepang yang sudah diinvasi sekutu. Kunjung tak ada jawaban, kemudian keluarlah tanggal konfirmasi yakni 7 September 1945 kemerdekaan bisa dilakukan. Sekembalinya dari Dalat, ada sikap lain dari Sukarno dan Hatta ia amat merahasiakan apa yang terjadi pada pertemuan di Dalat.

Beberapa kali tokoh pemuda seperti Wikana, Sukarni atau Maruto mendesak, "Pembicaraan di Dalat" tapi Sukarno bungkem seribu bahasa, Hatta pun begitu. Yang jelas para pemuda merasa akan terjadi 'Proklamasi buatan Djepang'. Beberapa pemuda di rumah Maruto berkumpul untuk melakukan tindakan nekat, meng-fait accompli sebuah tindakan yang mengunci agar jangan sampai 'Proklamasi buatan Djepang' terjadi di Indonesia.

Sementara di lain waktu, kelompok bawah tanah (Illegal) sudah menyatakan penyatuan kepemimpinan akan berada di tangan Sjahrir. Mereka menolak Amir karena dinilai terlalu dekat dengan Belanda. Pemuda-pemuda tersebut kemudian menyusun Proklamasi dimana nantinya Sjahrir yang akan membacakan, para pemuda sepakat bahwa Sjahrir yang akan memimpin perjuangan, karena Sjahrir bersih dari tuduhan kolaborator dengan Jepang.

Mendapat beban tanggung jawab luar biasa, Sjahrir merasa gamang. Apakah ia bisa melakukan Proklamasi, 'apakah rakyat dibelakang saya'. Kegamangan itulah yang kemudian membuat Sjahrir pergi ke rumah Maruto di Jalan Veteran I, dengan keraguan luar biasa Sjahrir bertanya pada Maruto "Bung yakin pemuda kita sudah siap?..."Siapa yang memimpin pemuda?" . Membuat dan menyiarkan proklamasi itu gampang tapi mempertahankannya yang sulit. Itu perlu kekuatan, dimana kekuatan kita?.

Maruto berusaha menerangkan kesiapan pemuda, ia yang akan ambil resiko, pemuda siap dan panjang lebar Maruto menjawab kegamangan Sjahrir. Maruto kecewa setelah Sjahrir pulang dari rumahnya masih menyimpan rasa ragu.

Lalu Maruto bertemu dengan kliknya : Sukarni, Pandu Kartawiguna, Adam Malik dan Chaerul Saleh. Sukarni beberapa kali geleng-geleng sambil nggak percaya Sjahrir bisa ragu seperti itu. Pandu nggebrak meja dan marah-marah mendengar kelakuan Sjahrir yang ragu, Adam Malik ketawa dan ia paham dengan jalan pikiran Sjahrir, Chaerul Saleh idem dengan Adam Malik.

Nggak lama kemudian keadaan makin genting, Maruto pergi ke Cirebon. Di sana ia berjumpa dengan dr. Sudarsono (Bapaknya eks Menhan Juwono Sudarsono). -Son-, panggilan akrab Sudarsono meminta teks proklamasi yang dia kira sudah diteken Sjahrir. "Mana teks proklamasi itu?" Maruto menjawab "Belum ada, Son" Lalu Son marah-marah "Aku sudah bersepeda 60 km tapi nggak ada teks itu, bilang sama Sjahrir saya akan buat sendiri teks itu!" Akhirnya Son, sendiri nekat mengumumkan 'Proklamasi Cirebon' 16 Agustus 1945. Dihadiri sekitar 150-an orang terutama dari tokoh PNI-Pendidikan, Proklamasi dilakukan di alun-alun Cirebon.

Sementara di Djakarta kondisi makin genting. Djawoto mengabarkan kepada beberapa tokoh pemuda bahwa Sjahrir malah mengunjung Sukarno-Hatta untuk melakukan Proklamasi. "Lha, daripada Sjahrir yang ndesak biar kita aja desak itu Sukarno" pikir pemuda. Lalu terjadilah peristiwa Rengasdengklok, dimana Sukarno dipaksa Sukarni yang sama-sama berdarah Blitar untuk memerdekakan Indonesia sekarang juga. Itu juga terjadi insiden gebrak-gebrakan meja sampai tangan Sukarno sakit, Hatta yang menenangkan semuanya. Hatta masih ragu apakah Djepang kalah beneran? - Hal ini kerap jadi ungkitan setelah masa Proklamasi, bahkan setelah kejatuhan Sukarno 1966, Sukarni laris diwawancarai oleh wartawan asing tentang apa yang terjadi sebenarnya pada peristiwa 16/17 Agustus 1945 itu.

Sukarno-Hatta menolak pada awalnya karena mereka terikat komitmen pada Djepang. Tapi Sukarni lebih nekat lagi. Ternyata ada rahasia penting disini yang membuat Sukarno dan Hatta mau ikut kemauan Sukarni cs. Sewaktu di Dalat, Saigon. Penggede Djepang meminta kemerdekaan Indonesia itu meliputi wilayah : "eks Hindia Belanda dan Seluruh Malaya" Bung Karno dan Bung Hatta amat merahasiakan hal ini agar jangan sampai pemuda-pemuda itu tahu. Sebab kalau Malaya ikut serta, maka Indonesia harus siap berhadapan dengan pemenang perang yaitu : Inggris, dan kemungkinan kemerdekaan Indonesia batal secara hukum" Sukarno-Hatta menghitung kekuatan pemuda tidak akan sanggup bila menghadapi serbuan Inggris, sementara Belanda pasti senang bila Inggris ikut campur soal eks Hindia Belanda. Itulah hebatnya Sukarno dan Hatta yang mampu memprediksi peta kekuatan lawan secara dingin. Sukarno itu penuh perhitungan dan yang paling cerdas disini sebenarnya Hatta, ia mampu memprediksi secara detil apa yang terjadi bila sesuatu dilakukan. Bersama Hatta sebenarnya Sukarno menemukan kekuatan daya nalarnya, sayang setelah tandem Sukarno, Subandrio daya terobos Sukarno menjadi tak terkendali, tak ada hitungan politik yang dingin dan cermat. Tapi yang jelas disini dari awal Sjahrir juga mengira senjata paling efektif adalah melakukan agitasi ala Sukarno jadilah di awal kemerdekaan pada jam-jam pertama Sjahrir merapat ke Sukarno, Sjahrir gagal prediksi bahwa dikemudian waktu kekuatan bersenjata amat pesat, apalagi setelah kemunculan Tan Malaka di ruang publik. Perang menjadi sedemikian heroik. Amir Syarifudin juga berhasil mengonsolidasi militer resmi menjadi kekuatan raksasa yang bisa melawan agresi militer Belanda kelak dikemudian hari.

Tiga orang tokoh Malaya : Dato' Ibrahim Hadji Jacoub, Adenan dan Chandra Sekar Bose (Sekar-Bose meninggal karena pesawatnya ditembak). kecewa karena Malaya tidak ikut diproklamasikan kemerdekaannya satu dengan wilayah Indonesia. Akhirnya Ibrahim dan Adenan ikut perjuangan Indonesia. Ibrahim berganti nama menjadi Iskandar Kamel, Iskandar Kamel ini sohibnya Tun Abdul Razak, ia berjuang perang dengan Belanda takut pulang ke Malaya kerna bila pulang takut kena tuduh bagian dari kolaborator Djepang. Akhirnya ia masuk TNI dan jadi Kolonel. Terakhir ia menjadi Ketua Partindo, pada pemilu 1971, Iskandar Kamel masuk Partai Murba. Sementara Adenan yang awalnya masuk TNI lalu berhenti dari dinasnya dan pergi ke Amerika Serikat disana ia mendirikan Biro Arsitek "Adenan & Adenan"

Pemimpin Dulu dan Pemimpin Sekarang

Pemimpin Dulu




Pemimpin Sekarang

Pemimpin Dulu............

Dulu pemimpin begitu dicintai, dielu-elukan, anak-anak bergembira liat bapak bangsanya, mereka berlarian mengejar Sukarno dengan tertawa dan rasa jenaka, rakyat yang berbaris di sisi-sisian jalan bangga melihat pemimpinnya, pun mereka bangga punya bangsa, punya negara yang bisa menentukan nasib anak-anak masa depan yang bebas dan sejahtera.

Inilah potret awal sejarah kita, inilah potret kebanggaan kita dimasa lalu, harapan-harapan di masa lalu, orang-orang tua kita, memiliki harapan besar atas kebesaran dan kesejahteraan bangsa ini.


Pemimpin Sekarang

Sekarang pemimpin terasing dari rakyatnya. Rakyat tak lagi memiliki elan vital, daya hidup mencintai pemimpinnya, mereka tidak lagi menuruti pikiran pemimpinnya, tidak ada lagi ada keinginan menggebu-gebu bersatu dalam tujuan-tujuan besar bangsa.

Pemimpin juga menjauh dari rakyat, asik dengan agenda-agenda yang tidak mengakar dari kegelisahan rakyat. Mereka hidup dengan dunianya, dunia para pejabat, mereka satu lingkaran dengan pemodal, mereka memiliki akses kepada anggaran negara, mereka menggunakan simbol-simbol kekuasaan untuk memisahkan diri dari airnya rakyat : mobil mereka, plat nomor yang menindas, lencana DPR, lencana-lencana kepemerintahan menyiratkan bahwa mereka yang berkuasa atas kehidupan rakyatnya, bukan menjadi suluh bagi rakyatnya.

Maka tak heran keadaan yang kita lihat adalah Pemimpin yang selalu : Di olok-olok.

Wednesday, 26 October 2011

Kuliah Hukum-Hukum Revolusi




Kuliah Hukum-Hukum Revolusi

PENGANTAR

Revolusi adalah perubahan yang cepat atas susunan masyarakat, ia terdiri dari ribuan katalisator yang mengubah keadaan. Dalam revolusi perubahan keadaan bergerak sangat cepat bisa dalam hitungan jam. Dalam sejarah Indonesia modern Revolusi atas susunan masyarakat hanya terjadi dua kali dan ini menelan korban yang luar biasa. Pertama : Revolusi Egaliter 1945 dan Kedua, Revolusi Elitis 1965.

Pada hakikatnya revolusi adalah mengubah pola pikir, mobilitas status sosial, mengubah susunan logika yang terbangun mapan, mengubah kebudayaan, mengubah arus informasi dan yang paling penting revolusi adalah mengubah : PETA MODAL. Tentang peta modal inilah yang tidak pernah dibahas baik dalam hukum-hukum revolusi Lenin, hukum-hukum revolusi Mao atau hukum-hukum revolusi Sukarno baik Lenin, Mao dan Sukarno bergerak dan terpaku pada mobilitas sosial saja, mereka tidak mendefinisikan pemetaan gerak Modal sehingga revolusi mereka penuh propaganda tapi gagal memasukkan konstelasi gerak modal sehingga mereka kerap terjebak pada persoalan-persoalan budaya, persoalan-persoalan logistik dan persoalan-persoalan wilayah (geopolitik) mereka gagal memenuhi analisa perkembangan masyarakat yang ditentukan hanya dan oleh hanya satu soal : MANUSIA.

Di Indonesia tahun 1998 adalah bukan tahun revolusi, tapi tahun gagalnya rezim masyarakat tertutup menahan gempuran arus informasi yang dikembangkan oleh Internasionalisme Liberal lewat Internet, Asimetri Informasi tidak lagi monopoli Cendana and his gang tapi sudah dipancarkan lewat beberapa fraksi yang pecah kongsi dengan Cendana seperti : Militer, Cendikiawan dan Agamawan. Pemeran utama dalam reformasi 1998 tetaplah orang-orang yang dibesarkan oleh rezim Suharto, dibesarkan oleh modal Suharto dan dibesarkan oleh logika-logika Suharto. Terlepas dari habisnya kelompok cendikiawan yang dibabat Suharto sejak penangkapan besar-besaran mereka di tahun 1968 dan pembuangan mereka ke Pulau Buru sampai pembebasan mereka 1978-1982 sehingga Indonesia hanya menyisakan intelektual humanis berlagak liberal yang jelas sejak Malari 1974 Intelektualitas diluar arus Suharto nyaris tidak ada kecuali suara-suara rakyat yang tidak sistematis sifatnya.

Ini menjadi jelas bagi kita bahwa selama sepuluh tahun ini sesungguhnya kita mengalami transfer of authority semu, sebuah perpindahan kekuasaan dari panggung Suharto yang teatrikal, penuh drama, taat narasi ke panggung lawak yang konyol, sarkastis, penuh adegan slapstick dan diselingi pertunjukan sulap. Dan sebagai gerak sejarah yang alami maka intermezzo panggung lawak ini akan berakhir menuju panggung yang sesungguhnya : Cerita Inti. Masalahnya cerita inti sejarah kita bergerak kemana : Melanjutkan Cerita Suharto apa Cerita Sukarno atau Menuju Sesuatu yang tak pasti? Inilah problema yang dihadapi bangsa ini sementara perpindahan panggung ini jelas membutuhkan perubahan total di masyarakat, dan inilah arti penting untuk menyadari ‘HUKUM-HUKUM REVOLUSI’. Hukum-hukum revolusi adalah sebuah gerakan modus untuk menguasai keadaan, membimbing keadaan dan menciptakan bangunan keadaan. Ini harus terstruktur sepenuhnya dan tidak acak, bila acak maka masyarakat akan kehilangan pegangan. Tapi hukum-hukum revolusi tidak boleh menyentuh jiwa dari masyarakat yaitu : hubungan-hubungan batin yang akan menyebabkan trauma, bila ini terjadi maka kita akan mengulangi masa penuh trauma seperti yang dilakukan Suharto ketika membentuk masyarakatnya seraya bertanggung jawab atas pembantaian 3 juta nyawa, pecahnya hubungan keluarga-keluarga, rusaknya hati nurani dan membentuk masyarakat paranoid.

Hukum-hukum revolusi Pertama harus mengantarkan pada manusia Indonesia pada : Pembebasannya, sebuah bangunan yang diinginkan oleh mimpi, oleh alasan dan oleh gerak intelektual seperti yang ditasbihkan pada Pembukaan Konstitusi 1945. Pembukaan inilah definisi bangsa Indonesia. Tidak bisa tidak, kecuali bangsa ini membubarkan Republik Indonesia yang dinotariskan pada rumah Sukarno di Pegangsaan. Konstitusi ini adalah kesepakatan bersama atas definisi mimpi membentuk bangsa itu.

Kedua, hukum-hukum revolusi tidak boleh lepas dari situasi keilmiahannya, ilmiah adalah syarat paling utama membentuk masyarakat modern. Ilmiah adalah satu-satunya pilihan dalam menentukan pilihan masyarakat yang kritis dan menempatkan manusia pada kemanusiaannya. Agen-agen revolusi yang berada dalam lingkaran dalam revolusi adalah manusia-manusia yang sudah tersadarkan intuisi keilmiahannya, ia tidak boleh menjadi bagian dari tahayul, bagian dari irasional dan muncul diluar logika-logika kemanusiaan maka bila ini terjadi revolusi hanya mengantarkan manusia pada satu lembah yaitu : Masyarakat Mitos. Masyarakat Mitos ini adalah penghalang pertumbuhan sehat masyarakat dan percaya atau tidak selama 60 tahun lebih kemerdekaan Indonesia, kita terjebak pada masyarakat mitos itu. Dan puncak dari mitologi itu adalah : SAKRALITAS KEKUASAAN.

Pembongkaran sakralitas kekuasaan sudah dilakukan pada reformasi 1998 tapi justru membangun sakralitas kekuasaan yang baru yaitu : Agen Modal. Agen-agen modal yang tumbuh pada tahun 1980-an ini seperti cerita Machiavelli pada Pangeran Medici tentang Pangeran-Pangeran Perancis yang berkuasa disetiap wilayahnya sehingga kekuasaan Perancis mudah dikuasai tapi tidak mudah di’absolutkan’. Agen-agen modal inilah yang juga menentukan siapa Raja, siapa Bandit. Mereka menjadi pemegang konsorsium Republik dan berhak atas seluruh klaim nasional. –Tapi perlu diingat panggung yang mereka selenggarakan masih lemah karena mereka bergantung pada modal asing, mereka bergantung pada pasar uang asing dan mereka bergantung pada konstelasi gerak uang yang berputar. Inilah tumit Achilles mereka, sementara hak daulat modal bisa dibangun oleh jutaan manusia Indonesia yang bergerak di Pasar-Pasar, yang bergerak di sektor menengah, oleh pengusaha-pengusaha kecil menengah dan oleh kaum intelektual yang tumbuh di tepi-tepi kota dan desa. Kelompok inilah yang kelak akan meruntuhkan dan membawa Indonesia ke panggung berikutnya.

Teori yang saya uraikan pada paragraf diatas sudah cukup masuk dalam hukum revolusi pertama ciptaan Sukarno : ‘Menentukan lawan dan kawan’. Tapi demarkasi ini tidak akan semudah Sukarno dalam mendefinisikan siapa lawan, siapa kawan. Tidak akan semudah ciptaan redaksional Kontrarevolusi, kontrev, si kepala batu tapi dengan mengimajinasikan lawan dan kawan berarti kita sudah masuk pada fase awal perubahan dan ini menjadi panduan sebelum masuk ke dalam hukum-hukum Revolusi yang akan saya uraikan nanti tapi sebelumnya saya akan sodorkan Prolog kepada anda : masyarakat otentik apa yang sudah terbangun di Indonesia. Hal ini sebagai pengantar panggung masyarakat mana yang akan kita pilih, revolusi jenis apa yang akan kita mulai seandainya rezim SBY selesai sehingga kita bisa menentukan panggung kita, bisa menentukan narasi kita lalu kita mampu menentukan masa depan.

TEMA BESAR

Pengantar Hukum-Hukum Revolusi ini akan menjelaskan dulu apa tema besar dalam revolusi, seperti yang kita lihat selama sepuluh tahun ini bangsa ini tidak memiliki tema besarnya. Terutama sekali lima tahun belakangan dibawah kepemimpinan Rezim Peragu Susilo Bambang Yudhoyono. Tema besar yaitu : Lompatan Masyarakat, Lompatan kebudayaan, Lompatan cara berpikir dan Lompatan ekonomi dimana mustinya pemerintahan ini selama masa damai setelah Pemilu (2004-2009) membangun landasannya, tapi itu disia-siakan dan mereka bergembira atas ketidaktahuan mereka menyia-nyiakan waktu.

Mari kita lihat ke belakang tentang gerak sejarah kita, Indonesia dibangun dengan basis lompatan yang luar biasa. Coba catat : Dalam sepuluh tahun yaitu : 1945-1955 Indonesia bisa memimpin Bangsa-Bangsa Asia Afrika menemukan identitas nasionalnya, dalam sepuluh tahun Indonesia mampu menjadikan sebuah negara dengan sistem masyarakat yang saling bergesek tapi menuju pada arah persatuan yang solid. Namun lompatan besar sepuluh tahun itu terganggu oleh konstelasi politik Internasional yaitu : Tatanan Dunia Berdasarkan Blok. Blok Kanan dan Blok kiri pada dasarnya kedua blok ini adalah Imperialis, inilah yang mendasari Tan Malaka untuk mengucapkan kalimat terkenalnya : “Kita tidak mau menjadi budak Imperialis Amerika pun tidak mau menjadi Budak Moskow” lalu berdasarkan analisa ini maka Sukarno di tahun 1953, pada sebuah malam yang dingin ketika ia membacai buku-buku geopolitik dan mendalami lagi Ernst Renan, maka ia berkesimpulan : “Langkah Pertama adalah menyelamatkan wilayah modal Republik, langkah kedua adalah mendefinisikan pola Imperialisme baru sehingga kita bisa mendeteksinya sekaligus menciptakan gerakan perlawanannya”. Jelasnya definisi Sukarno ini masih abstrak sampai ia menemukan polanya di tahun 1958 saat Pesawat Pope jatuh maka Sukarno sudah menemukan alasannya dalam membentuk konsolidasi kekuasaan demi menyelamatkan politik modal. Ia membaca gejala bahwa Amerika Serikat akan masuk dalam garis geopolitik Indonesia.

Lalu lahirlah tema besar Sukarno, TRISAKTI : Politik Mandiri, Ekonomi Berdikari dan Berkebudayaan Otentik. Ini adalah tema luar biasa dan meloncati logika umum yang tidak dimengerti banyak orang.

(Bersambung : TRISAKTI DAN TEMA BESAR PENGHANCURAN POLITIK MODAL)

Kita Belajar Dari Kehidupan


Dari angin kita belajar arah gerak
Dari arus air kita belajar kesabaran
Dari batu-batu kita belajar keteguhan
Dari karang yang dihajar ombak kita belajar ketegaran
Dari tanah kita belajar siklus kehidupan
Dari kupu-kupu kita belajar merubah diri

Dari hujan kita belajar memberi
Dari pelangi kita belajar menghargai
Dari matahari kita belajar tentang komitmen
dan dari bumi kita belajar tentang kesetiaan

Dari pohon kita belajar melindungi
Dari akar kita belajar menjaga
Dari rumah kita belajar tentang kebahagiaan
Dari diri kita sendiri kita belajar mengenali orang lain

Dari Padi kita belajar rendah hati
Dari Rasa Cinta kita belajar keindahan
Dari Rasa sedih kita belajar kegembiraan
Dari kerja kita belajar tentang kehormatan
Dan dari doa kita belajar merumuskan masalah

Tuhan sudah memberikan alam ini begitu banyak sebagai guru, tugas kitalah untuk memperhatikannya dan berpikir.

Tujuh Dosa Sosial Menurut Gandhi


Tujuh Dosa Sosial yang dikenalkan Mohandas Karamchand Gandhi

1.Kekayaan tanpa kerja
Korupsi seperti menyelundupkan gula, rekening gendut Polisi, nerima dana talangan Bank Century, naikkin uang tiket final bola setelah antusias masyarakat tinggi untuk menonton, ngegelapin pajak dan segala bentuk tindak kejahatan yang tidak memerlukan kejujuran dan mempermiskin rakyat banyak.

2.Kenikmatan tanpa nurani
Membakar rumah ibadah orang lain sehingga merasa dirinya benar dan menikmatinya, melarang orang beribadah, dan segala bentuk kesenangan yang mengorbankan perasaan orang lain.

3.Ilmu tanpa kemanusiaan
Mempelajari disiplin akademis lalu setelah menjadi dosen ia jadi banci tampil di TV, syukur-syukur bisa menjadi pejabat negara dan salah satu pengurus partai politik.

4.Pengetahuan tanpa karakter
Mengetahui sesuatu tapi buta pada integritas pribadi dan merusak tatanan moral seperti membobol Bank, membuat trik-trik kartu ATM Palsu, hacking barang-barang yang dijual di Internet, menjadi Pemimpin agama karena pengetahuannya tapi menjual pengetahuan agamanya untuk uang dan kekuasaan. Mempelajari hukum dan detil-detilnya untuk menipu rasa keadilan.

5.Politik tanpa prinsip
Masuk ke dalam partai politik hanya demi jabatan, ketika partai politik tidak membutuhkan dia kemudian dia pindah ke partai lain, masuk ke dalam perjuangan ideologi tapi berujung hanya jadi makelar kekuasaan, membuat jaringan kekuatan di masyarakat tapi digunakan untuk memperkaya diri bukan memperjuangkan ide-idenya dimana masyarakat tumbuh sesuai idealisme yang ia impikan.

6.Bisnis tanpa moralitas
Menggelapkan pajak, iklan-iklan di TV yang melecehkan, menghancurkan saingan, menggunakan pejabat negara sebagai tangan untuk menggodam pesaing dan menyogok pejabat negara demi keuntungan bisnis.

7.Ibadah tanpa pengorbanan.
Beribadah hanya menghitung untung rugi, padahal jalan menuju Tuhan adalah keikhlasan dan kunci dari keikhlasan adalah tidak memikirkan apapun kecuali Tuhan, dan jalan menuju Tuhan adalah jalan pengorbanan bagi hati nurani untuk menjadi bersih.

Pidato Sukarno tentang Agama dan Negara Nasional


Rata Penuh
" Kita langsung terjun di dalam fase negara nasional ini. Maka oleh
karena itu di dalam perdebatan saya dengan beberapa pihak, saya berkata: ‘Republik Indonesia bukan negara agama, tetapi adalah negara nasional, di dalam arti meliputi seluruh badannya natie Indonesia’.

Dan apa yang dinamakan natie? Sebagai tadi sudah saya katakan, ialah segerombolan manusia dengan jiwa le desire d’etre ensemble, dengan jiwa,sifat, corak yang sama, hidup di atas satu wilayah yang nyata-nyata satu unit atau satu kesatuan.

Maka, jikalau kita membantah anggapan, baik daripada pihak agama maupun dari pihak Marxis yang dangkal bahwa kita harus berdiri di atas kebangsaan dan mereka berkata tidak, pada
hakikatnya ialah oleh karena ada salah paham tentang apa yang dinamakan kebangsaan. Pihak agama kadang-kadang tidak bisa mengadakan batas yang tegas antara ini adalah agama, ini adalah kenegaraan.Negara tidak boleh tidak harus mempunyai wilayah, agama tidak. Adakah negara tanpa wilayah? Tidak ada! Negara harus mempunyai wilayah. Syarat mutlak daripada negara yaitu teritori yang terbatas.

Dan agar supaya negara kuat, maka wilayah ini harus satu unit. Dan bangsa yang hidup di dalam satu unit itu akankah menjadi bangsa yang kuat, jikalau ia mempunyai rasa kebangsaan bukan bikin-bikinan, tetapi yang timbul daripada objectieve verhoudingen.Agama tidak memerlukan teritorial, agama cuma mengenai manusia. Tapi lihat, orang yang beragama pun, aku beragama, engkau beragama, orang Kristen di Roma beragama, orang Kristendi negeri Belanda beragama, orang Inggris yang duduk di London beragama, pendeknya orang-orang beragama yang dalam agamanya tidak mengenal teritorial. Kalau ia memindahkan pikirannya kepada keperluan
negara, ya tidak boleh tidak harus berdiri di atas teritorial, di atas
wilayah. Tidak ada satu negara, meskipun negara itu dinamakan agama
Islam, tanpa teritorial…

Jadi, Saudara-saudara, saya ulangi, salah paham letaknya di situ. Tidak bisa membedakan antara apa yang diartikan dengan agama, apa yang diartikan dengan negara. Itulah sebabnya maka selalu hal ini menjadi persimpangsiuran di dalam pembicaraan-pembicaraan….”

Orang Palestina dan Sepeda



Seorang Palestina bernama Mahmud hendak melintasi pos perbatasan Israel – Palestina. Dia bersepeda dan membawa dua tas besar di pundaknya.

Tentara Israel segera memerintahkan dia berhenti, “Pinggirkan sepedamu itu. Saya ingin bertanya, apa isi kedua tas itu?” “Pasir,” jawab Mahmud.

Tentara Israel tidak percaya begitu saja. Mereka membongkar kedua tas itu dan benar mereka menemukan pasir didalamnya. Akhirnya mereka melepaskan Mahmud dan membiarkan dia melintasi perbatasan menuju wilayah Israel.

Keesokan harinya, kejadian yang sama berulang kembali. Tentara Israel menghentikan Mahmud dan bertanya, “Apa yang kamu bawa?” Mahmud menjawab, “Pasir.” Tentara-tentara itu memeriksa dengan teliti kedua tas itu dan tetap menemukan benda yang sama, pasir.

Kejadian yang sama berulang kali terjadi hingga tiga tahun lamanya. Akhirnya, Mahmud tidak muncul lagi dan tentara Israel itu menjumpainya sedang bersantai ria di luar kota Yerikho.

“Hei, kamu yang suka bawa pasir,” tegur tentara Israel itu. “Saya menduga kamu selama ini membohongi kami saat melintas perbatasan. Tapi saya selalu menemukan pasir di dalam tasmu. Selama tiga tahun, saya sepertinya menjadi gila, tidak bisa makan atau tidur memikirkan apa yang kamu selundupkan. Baiklah, ini di antara kita berdua saja! Saya mau tanya, apa sih yang kamu selundupkan tiap hari selama tiga tahun ini?”

Mahmud menjawab dengan kalem, “SEPEDA!”

(Dikutip dari sumber lain).

Tuesday, 25 October 2011

Ketika Anak SD bunuh diri karena miskin, maka Fungsi Negara gagal



Saksikan film dokumenter "Kejahatan Negara" Di Bioskop terdekat.

Disaat -saat ini kita sedang menyaksikan Negara bukan saja membunuh dengan terang-terangan rakyatnya lewat tabung gas yang meledak di dapur tapi juga membunuh masa depan anak yang sesungguhnya berhak mendapatkan pendidikan. Negara harus bertanggung jawab terhadap akses pendidikan yang bisa dinikmati warga negara selemah apapun kedudukan ekonomi warga negaranya. Karena pada hakikatnya fungsi negara bukan fungsi bisnis seperti yang dipahami kaum bajingan Neoliberalisme tapi fungsi negara adalah fungsi sosial-kemanusiaan. Akumulasi kapital yang dilakukan pada negara harus diarahkan menjadi kanal-kanal modal yang bisa menghidupi akses-akses kesehatan, pendidikan dan perumahan bagi warga negaranya dengan mudah.

Negara bukanlah club para pejabat yang memakan duit anggaran dengan kerakusannya, Negara bukanlah club para pemodal yang memanipulasi eksploitasi atas sumber daya alam dan mengakumulasinya untuk kepentingan bisnisnya. Negara adalah tempat dimana fungsi-fungsi manusia menjalankan hidupnya bisa terlayani dengan baik dan Negara yang baik adalah negara yang mampu menyediakan semua akses pada warga negara dengan sangat mudah. Sudah waktunya kita menghabisi para birokrat pencoleng, Jenderal Pembekeng dan kaki tangan koruptor. Bila kita kalah maka akan banyak anak yang kehilangan hak pendidikannya, akan banyak orang kehilangan hak kesehatannya dan akan banyak warga negara kehilangan hak yang mustinya disediakan oleh negara.

Berpikiran waras adalah kunci dari semua rasa kemanusiaan............

Peluru Kehidupan


Kemanakah masa saat kita melangkah masuk sekolah, dimana ketika berlatih mengeja huruf-huruf, satu masa ketika kita belajar mengikat tali sepatu, atau belajar memasukkan tangan ke lengan baju. Menutup kancing sendiri dan bangga menutup resleting celana sendiri sambil tertawa 'aku bisa'... kemana masa itu bergerak?

Dimanakah masa ketika kita menghayal bisa terbang ke bulan dengan roket kecil yang engkau rakit dengan tinta parker gemuk, atau ketika kau begitu mudah membayangkan bahwa kehidupan harus seperti masa kanak yang riang, dimana pohon belimbing melambai, jambu ranum yang kita timpuki atau mengganggu anjing tetangga dengan melempari kayu dan menjitaki anak kecil yang sedang jajan es, dimanakah masa itu?

Dimanakan pohon-pohon yang pernah gagah di depan mata kita dan menjadi barisan alam yang mengiringi kita berangkat sekolah sebelum jam tujuh pagi, udara pagi yang merenggangkan kulit atau kuburan sepi di belakang masjid yang tiap pagi kita lalui dengan senang, karena toh kehidupan pada dasarnya ingin kembali pada keriangan masa kanak-kanak. Dimanakah senja yang kita hadapi dengan tertawa sambil belajar mengaji bersama anak-anak tetangga, dimanakah guru mengaji kita yang selalu bercerita sorga neraka sambil menakut-nakuti pikiran masa kecil kita, dimanakah tongkat kecil yang mengajari kita tentang huruf alif, ba, ta dan melatih kita menghapal basmallah?

Lalu dimanakah khayalan-khayalan terbentuk dan kita buang tanpa sengaja. Dimanakah meja yang kita coreti tentang khayalan cinta sambil mengentuti pelajaran matematika, dimanakah perempuan yang matanya pernah kita simpan di laci meja lalu kita ambil saat lamunan melaju cepat bak kereta, perempuan yang rambutnya bisa menyusun aksara tentang keindahan cinta seturut mau kita sambil kita kenangkan tentang bibirnya dan jenjang lehernya, mancung hidungnya sambil kita bertanya dalam, hati 'bisakah dia menjadi isteri masa depan?'

Kemanakah teman kita yang kita pukuli di depan WC sekolah, atau kita tendangi saat marah meledak, lalu dimanakah gadis-gadis yang kita usili dengan menempelkan sesuatu pada punggungnya atau tali beha-nya kita tarik-tarik.

Kemanakah jalan-jalan aspal mulus, pagi yang riuh dan suasana kelas yang semaunya. Kemanakah teman yang rajin kita sodori stensilan porno sambil kita ajari bagaimana cara mengintip perempuan mandi dengan cara yang cerdas?

Kemanakah buku-buku, kemanakah bahan contekan, kemanakah guru-guru, kemanakah kehidupan berlalu ?

Ah, setidak-tidaknya dari seluruh kehidupan kita, kita hanya punya satu peluru : -Masa Muda -

Renungan Hari Ini

Renungan Hari Ini

Keberhasilanmu adalah taktik yang terukur, ia tidak bisa dibangun dengan sikap moody tapi harus dibentuk oleh gairah yang terus menerus. Pekerjaan apapun harus ditemukan titik gairahnya dan ketika kita menemukan titik gairah pekerjaan maka kita sudah memegang apinya kehidupan.

Keberhasilan bukanlah soal hasil, tapi soal menikmati proses. Proses terpenting dalam pengembangan hidup adalah melatih mimpimu, karena dengan mimpi yang terlatih kau bisa menjaga kerja kerasmu menjadi terarah dan memiliki mata masa depan. Untuk menjadi pribadi sukses kita jangan hanya bertindak, tapi juga bermimpi dan jangan hanya berencana tapi juga harus percaya apa yang kita lakukan.

Dan ingat dalam hidupmu hanya ada dua pencuri : -Penyesalan akan hari kemarin dan ketakutan akan hari esok, dua pencuri inilah yang merampas kebahagiaanmu. Maka jagalah pikiranmu terhadap dua pencuri ini.....

Hadiah paling indah yang diberikan pada Tuhan adalah : Bakatmu dan berikan kepada Tuhan yang terbaik dari bakatmu karena rasa syukur, kerna yang terindah dari manusia adalah berterima kasih bahwa ia bisa dengan menjalani kehidupan yang indah di waktu yang tepat dengan derai tawa.

Jalani hari tanpa beban apapun, kerna pikiran yang tanpa beban adalah mesin paling bagus dalam diri manusia.


ANTON

Memahami Generasi Penguasa


Generasinya Sukarno, Hatta dan Sjahrir itu generasi didikan Belanda, mereka lahir awal abad 20. Pola politik yang mereka kenal adalah pola politik yang menghargai hak-hak manusia, bahkan Sukarno sendiripun kerap dikritik terlalu lembek dalam melawan lawan-lawan politiknya, masak tahanan politik ditahan seperti di hotel saja. Generasi mereka adalah generasi yang benar-benar mengerti bagaimana hukum... bekerja dan membatasi kewenangan mereka sebagai negarawan.
Generasinya Harto, Kemal Idris, Wikana, Sukarni, DN Aidit, Ali Murtopo atau Sudomo adalah generasi tangsi militer, mereka tumbuh dewasa dalam jaman perang, mereka hanya sempat mengalami lingkungan sosial yang mapan lima belas tahun awal hidupnya setelah itu jaman krisis dan perang, bunuh-bunuhan adalah logika politik yang mendasar bagi mereka. Mereka sangat mengenal sekali tentang cerita NAZI bahkan mengalami situasi perang dunia II, mereka membaca koran-koran yang bercerita tentang perang dunia II. Generasi ini tidak patuh pada hukum, jalan keluarnya adalah menculik, mereka menghabisi lawan sampai ke titik nol, watak mereka pada dasarnya fasis, mereka korban dari kebrutalan sejarah, tapi sejarah mencatat generasi inilah yang pegang negara dalam tempo yang amat lama. Generasi Harto adalah generasi yang paling gila ambil resiko, tercatat justru dijaman mereka Indonesia mengalami loncatan modernisasi yang luar biasa.

Generasinya SBY, Megawati, JK, Gus Dur, Prabowo adalah generasi Elite Menteng, mereka mengalami masa mapan yang lama. Mereka anak gedongan, mereka tau dunia bukan dari situasi sesungguhnya, mereka rajin membaca, rajin menafsirkan tapi seperti kata Pram : "Mereka tidak turun ke tengah masyarakat, mereka tidak lahir dari situasi kegelisahan masyarakat" bahkan mereka asing dari gerak sosial masyarakat di jamannya seperti Malari 1974 atau pertentangan politik antara mahasiswa dengan pemerintah selama periode menengangkan dalam kurun waktu 1970-1978. Dari generasi ini jangan ada harap ada perubahan yang mendasar.


Monday, 24 October 2011

Renungan

Ambillah kertas dan pensil lalu tuliskan rencana-rencanamu. Berikanlah penghapus karet pada Tuhan,Izinkan Dia menghapus bagian-bagian yang salah dan menggantikan dengan rencana-Nya yang indah di dalam hidupmu. Maka engkau akan bersyukur atas apapun yang terjadi...

Lalu letakkan kertas, berdoalah dengan rasa syukur. Karena Tuhan telah memberikanmu hidup dengan segenap pelajaran-pelajarannya. Bersyukurlah atas segala apa yang terjadi pada dirimu, lalu bersabarlah selama engkau menjalankan rencana-rencanamu, karena sikap syukur dan rasa yang sabar adalah roda yang memutar kebahagiaan hidup.

Hakikat Cinta


Tuhan memberikan kita dua kaki untuk berjalan,
dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita ? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah Cinta ...

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi, jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan, walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan Kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya. Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan di benakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.


Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterimakasih atas karunia tersebut.

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh
menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Seandainya kamu ingin mencintai atau memiliki hati seorang gadis,
ibaratkanlah seperti menyunting sekuntum mawar merah. Kadangkala kamu mencium harum mawar tersebut, tetapi kadangkala kamu terasa bisa duri mawar itu menusuk jari.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu, hanya untuk menemukan bahwa pada akhirnya menjadi tidak berarti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehingga kamu kehilangannya.
Pada saat itu, tiada guna penyesalan karena perginya tanpa berkata lagi.

Cintailah seseorang itu atas dasar siapa dia sekarang dan bukan siapa
dia sebelumnya. Kisah silam tidak perlu diungkit lagi, kiranya kamu benar-benar mencintainya setulus hati.

Hati-hati dengan cinta, karena cinta juga dapat membuat orang sehat menjadi sakit, orang gemuk menjadi kurus, orang normal menjadi gila,
orang kaya menjadi miskin, raja menjadi budak, jika cintanya itu
disambut oleh para pecinta PALSU.

Kemungkinan apa yang kamu sayangi atau cintai tersimpan keburukan didalamnya dan kemungkinan
apa yang kamu benci tersimpan kebaikan didalamnya.

Cinta kepada harta artinya bakhil, cinta kepada perempuan artinya alam, cinta kepada diri artinya bijaksana,
cinta kepada mati artinya hidup dan cinta kepada Tuhan artinya
Takwa.

Lemparkan seorang yang bahagia dalam bercinta kedalam laut, pasti ia
akan membawa seekor ikan.
Lemparkan pula seorang yang gagal dalam bercinta ke dalam gudang roti, pasti ia akan mati kelaparan.

Seandainya kamu dapat berbicara dalam semua bahasa manusia dan alam, tetapi tidak mempunyai
perasaan cinta dan kasih, dirimu tak ubah seperti gong yang
bergaung atau sekedar canang yang gemericing.

Cinta adalah keabadian ... dan kenangan adalah hal terindah yang pernah dimiliki.

Siapapun pandai menghayati cinta, tapi tak seorangpun pandai menilai
cinta karena cinta bukanlah suatu
objek yang bisa dilihat oleh kasat mata, sebaliknya cinta hanya
dapat dirasakan melalui hati dan perasaan.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati danmeniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dahsyatnya cinta.

Cinta sebenarnya adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi
dirinya sendiri dan tidak merubahnya menjadi
gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai
pantulan diri sendiri yang kamu temukan didalam dirinya.

Kamu tidak akan pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. Namun apabila sampai saatnya itu,
raihlah dengan kedua tanganmu dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya.

Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut kemulut
tetapi cinta adalahanugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bercinta memang mudah, untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai
itulah yang sukar diperoleh.

Jika saja kehadiran cinta sekedar untuk mengecewakan, lebih baik cinta
itu tak pernah hadir.

Ilmu Membaca

Ketika kita membaca sesuatu usahakan jangan kita langsung melakukan imajinasi atas teks, menjadi percaya atas teks atau menjadikan teks sebagai sebuah pusar keraguan atas segala. Teks yang kita bacai adalah sebuah narasi yang melewati rangkaian cerita dimana pengarang mengalami sebuah proses timbal balik dalam kehidupannya, dimana pemikiran menjadi berkembang pada saat teks diciptakan. Membacai teks haruslah dengan kritis dengan pengertian seperti ini :

Setiap teks yang diproduksi dalam kebudayaan selalu mempunyai semacam riwayat hidup berupa sejarah penyusunan, kodifikasi, perubahan, atau revisi redaksi dan mungkin juga otorisasi teks yang terjadi dari waktu ke waktu.Mengetahui sejarah redaksi ini merupakan sebuah prasyarat penting untuk menyimak makna teks itu dalam hubungan dengan konteks penciptaan atau penyusunannya karena sering terjadi pergantian atau pertukaran semantik, penambahan anotasi, penyisipan bagian-bagian baru dalam editing, perbaikan sintaksis atau modulasi stilistik, yang mengakibatkan pergeseran makna atau perubahan tekanan pada berbagai bagian teks itu.

Sukarno dan Pancasila



Pancasila..saudara-saudara
merupakan Overtrekking, puncak dari segala puncak penemuan Ideologi. Oleh kerna Marx menemukan bagaimana menghancurkan daripada sistem harga-harga yang diciptakan oleh kaum Borjuis, sistem manipulasi borjuis yang menghasilkan penindasan, Oleh karena Jefferson menemukan bagaimana sebuah negara bisa dieksperimen, bisa dibentuk dan bisa dibuat dalam sebuah gagasan besar tentang 'Manusia menjadi segala pusat kerja' sehingga membentuk negara yang kuat dan kaya raya. Maka Pancasila adalah perpaduan keduanya!!...

Perpaduan daripada gagasan menghilangkan penindasan seperti yang dimaklumkan Karl Marx, sebagai gagasan besar tentang membangun sebuah bangsa raksasa seperti yang diinspirasikan oleh Jefferson. Maka Pancasila juga mengambil daripada gagasan raksasa tentang penghargaan kemanusiaan yang telah dilahirkan Abraham Lincoln. Oleh kerna itu, aku ini sedjak muda memperdjoangkan daripada gagasan-gagasan ini, kuncinya satu..hanya satu!!...PERSATUAN. Persatuan adalah kunci dari segala kunci membentuk Modal Indonesia Raya, Indonesia Raya yang mampu, yang bisa menjadi MERTJU SUARNYA DUNIA...Menjadi arah pemandu daripada pembebasan manusia, menjadi sebuah avant garde dari Menghormatkan kemanusiaan. Peradaban manusia ditentukan oleh sikap saling hormat menghormati tiada ...tiada...tiada Penindasan, tiada penindasan...tiada penindasan sekali lagi ...saya kataken Tiada penindasan!!!! diantara persoon dengan persoon, negara dengan rakyatnya dan negara yang kuat dengan negara yang lemah.


Aku katakan padamu, aku telah melewati begitu banyak kejadian, melewati kehidupan penuh bahaya ini, mata tuaku sudah melihat begitu aneka rupa kedjadian, aku melihat jatuh bangunnya bangsaku, aku melihat dunia kecil dari jeruji penjara, dan kini ditengah kalian hai bangsa-bangsa yang baru merdeka, hai para pemimpin-pemimpinnya dunia, saya kataken : TIDAK UNTUK PENINDASAN, TIDAK UNTUK PENJAJAHAN. Dan penjajahan bukan saja lagi penjajahan yang mengancam rakyat dengan penjara bukan lagi penjajahan yang menendangi kepala petani dan kaum buruh, tapi penjajahan yang dibentuk oleh modal.

Indonesia Raya dibangun untuk membebaskan manusianya, dibentuk untuk memakmurkan bangsanya dan digagas untuk menjadi sebuah tempat : Berkumpulnya Manusia Baru, yang punya semangat menggebu-gebu, punya kekuatan maha raksasa untuk mengubah dunia, menjadi dunia yang nyaman bagi seluruh umat manusia. Itulah inti dari Revolusi Indonesia............

Jack Lord dan Kemerdekaan Kita

Jack Lord (30) lulus Cum Laude dengan IPK 3.75 pada fakultas FISIP Universitas Riau (Unri), hanya dipekerjakan sebagai tukang sapu dan pel. Sementara di berbagai tempat kita menyaksikan Otonomi Daerah hanya menghasilkan Raja-Raja Kecil berbasis Nepotisme. Seorang Isteri Pertama lawan Isteri Kedua dari seorang Bupati untuk merebut jabatan Bupati, Anak, Ipar atau Menantu seorang Gubernur atau Bupati bertarung merebut kekuasaan.

Kemerdekaan adalah bukan soal kebebasan politik, tapi kebebasan dari mobilitas sosial, gambaran nasib Jack Lord ini merupakan bagaimana bangsa ini justru dijajah oleh mentalitas bejad feodal yang masih tumbuh subur di negeri ini. Jutaan Jack Lord diluaran sana berada di jalan-jalan, anak-anak cerdas yang tidak mampu bayar uang masuk sekolah, kaum marginal yang disingkirkan oleh kelas-kelas sosial. Bangsa ini dibangun dengan tujuan akhir terciptanya : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, tapi keadilan sosial itu kini diperkosa oleh kelas feodal yang bersenggama dengan kelas modal sehingga menghasilkan kelompok kecil yang menjajah Indonesia dengan modal, keturunan dan senjata. Dan satu kata untuk itu : LAWAN.........

Membaca Pikiran Sukarno

Tidak seperti Suharto yang berpikir bahwa kekuatan terbaik adalah diri sendiri, adalah kemampuan diri sendiri dan orang-orang terdekatnya dimana Suharto selalu memperhatikan keadaan orang-orang terdekatnya dan ia tidak pernah percaya pada kekuatan diluar lingkaran terdekatnya. Sukarno selalu berpikir bahwa kekuatan terbaik adalah "Sesuai Kebutuhan Sejarah". Apabila Suharto sangat percaya pada intuisi-nya maka Sukarno sangat percaya pada Intelektualitas dan kemampuannya dalam menafsirkan arah gerak sejarah. Dari arah gerak sejarah inilah Sukarno menentukan "Siapa Teman, Siapa Lawan".

Sukarno mendirikan PNI 1927 dengan memanfaatkan kehancuran total PKI. Disana ada kevakuman sejarah dan dengan lompatan luar biasa ia mampu menjadi "Pemimpin Nasional" Sementara semua jago-jago lama Komunis berlarian ke luar negeri dikejar intel Belanda dan Inggris, sebagian besar ditangkapi dan dipenjarakan ke Digul, Sukarno membangun ruang gerak baru bernama Nasionalisme dan sontak ia menjadi raksasa baru dan pusat perhatian seluruh bangsa. Sukarno dengan cepat menjadi pemimpin dengan memanfaatkan keadaan. -Sukarno dengan lihai memanfaatkan kehancuran PKI kemudian menjadikan Nasionalisme sebagai arus besar sejarah - inilah keberhasilan pertama Sukarno.

Di Jaman Jepang Sukarno memilih bergabung dengan Jepang, pertimbangannya sederhana : Apabila Jepang menang perang dalam pertempuran Asia Pasifik maka Indonesia langsung merdeka dan menjadi anggota Persekutuan Asia Timur Raya. Sukarno selalu melihat kondisi geopolitik. Di tahun 1931 dia selalu berbicara "Kemerdekaan Indonesia bergantung pada Perang Asia Pasifik" dan tidak ada satupun ahli politik serta pemimpin dunia yang memperkirakan ada perang Asia Pasifik hanya Sukarno yang berkata demikian, pada tahun 1942 saat Jepang mengebom Pearl Harbour dan Perang Pasifik dimulai barulah orang sadar bahwa Sukarno selalu mengatakan demikian 10 tahun sebelumnya. Saat mendengar kabar AS mengumumkan perang dengan Jepang, Sukarno berkata dengan Inggit "Nggit, Aku merasa inilah saatnya Indonesia Merdeka". Sukarno sudah paham lama satu-satunya kekuatan yang bisa mengusir Belanda adalah kekuatan luar dan ia harus memanfaatkan kekuatan luar.

Sukarno pulang ke Jakarta dan memanfaatkan kekuatan Jepang untuk mengeliminir semua aset Belanda dan menjadikan namanya tetap Flamboyan di tengah rakyat. Walaupun di Jaman Jepang ia dikatakan bertanggung jawab terhadap Romusha namun itu bukanlah kerjaan Sukarno, justru Sukarno yang meminta Jepang agar Indonesia punya kekuatan militernya sendiri. Sukarno paham kunci setelah Perang Pasifik adalah kekuatan militer antar wilayah dan Indonesia harus jadi tandem yang seimbang apabila Jepang menang perang atau kalau Jepang kalah perang maka Indonesia harus punya Angkatan Perang-nya untuk berhadapan dengan pemenang perang : 1. Amerika Serikat (menurut perhitungan Sukarno akan berpangkalan di Filipina dan menjadi dominasi di Asia Tenggara) 2. Inggris (berpangkalan di Malaya) 3. Sovjet Uni (Yang menurut perkiraan Sukarno akan mencari tempat baru di Asia Tenggara).

Asia Tenggara selalu menjadi titik perhatian Sukarno, ada dua wilayah Asia Tenggara yang dijajah oleh kekuatan lemah Internasional : 1. Indochina dan 2. Indonesia. Indochina dijajah Perancis dan Indonesia dijajah Belanda. Dua titik lemah inilah yang diperkirakan Sukarno akan dikuasai Moskow atau Peking. Disinilah Sukarno menempatkan dirinya sebagai pemain politik Internasional, langkah pertama yang ia lakukan adalah menghindari Indonesia menjadi satelit Moskow dan Peking. Ia melihat Peking masih lemah dan bisa ia manfaatkan setelah menjadi raksasa dunia sementara satu-satunya kekuatan besar adalah Moskow.

Akhirnya memang Moskow masuk ke Vietnam, tapi Cina-lah yang memenangkan perang di Vietnam. Sukarno adalah orang paling cerdik dalam memanfaatkan ini. Disatu sisi ia memegang Tan Malaka dengan melakukan deal politik untuk menyambungkan kekuatan laskar rakyat sebagai beking tentara resmi yang masih lemah, Sukarno menemui Tan Malaka pada September 1945. Kemudian di sisi lain ia pegang Sjahrir. Tujuan utama dari politik Sukarno 1945 adalah "Mencegah agar jangan Moskow bermain di Jawa" Apabila Moskow bermain di Jawa maka resikonya Belanda akan memanfaatkan kekuatan Amerika Serikat untuk menghantam Komunisme sebagai Project Pertama kali "Membendung Kekuatan Merah di Asia" yang memang sudah diperkirakan oleh Churchill sebelumnya, kata Churchill "Setelah Hitler, Musuh kita adalah Stalin". Maka Sukarno berpegang kuat-kuat pada doktrin Churchill ini, dan hanya ada dua kekuatan yang bisa menghindari Indonesia dari Moskow : Tan Malaka yang dibenci Moskow dan Sjahrir cs yang berkiblat pada Eropa Barat. Sukarno memanfaatkan dua orang ini sebagai tangan kanan dan tangan kirinya lalu berhasil. Sukarno dengan cerdas memperpendek perang dan kemudian ia melakukan perang besar selanjutnya : Revolusi Indonesia Sesungguhnya.

Revolusi Sukarno sesungguhnya adalah Revolusi Modal. Dan ini ia buktikan di tahun 1960, Sukarno tau bahwa Indonesia adalah negara paling kaya di muka bumi, dan kekayaan terbesar di Indonesia justru di wilayah Irian Barat. Irian Barat harus dijadikan lumbung modal Indonesia untuk menguasai politik di Asia Tenggara dengan menguasai politik di Asia Tenggara maka Indonesia akan menjadi kekuatan nomor empat dunia setelah Amerika Serikat, Sovjet dan Cina, maka Sukarno memilih pembantu terdekatnya adalah Subandrio. Lagi-lagi Sukarno menunjukkan kejeniusan luar biasa, ia memanfaatkan kemampuan diplomasi Subandrio untuk menekan Kennedy. Sukarno menodong Kennedy apabila persoalan Irian Barat tidak beres maka AS akan menghadapi dua front di Asia Tenggara : Front Hanoi dan Front Jakarta. Kennedy mengalah dan memerintahkan Belanda mundur setelah 'Gertak' Sukarno dengan puluhan pesawat buatan Sovjet dan beberapa korvet yang siap menyerang ke Irian Barat dan mempermalukan Belanda.

Kennedy dimusuhi CIA setelah mengalah pada Bung Karno dan ditembak mati dengan meninggalkan cerita politik konspirasi. Lalu naiklah Lyndon B Johnson orang yang sangat keras dalam soal Asia Tenggara. Ia masuk ke Vietnam dengan brutal. Sukarno melihat bahwa persoalan Vietnam akan menjadi tragedi kemanusiaan yang luar biasa, ia berniat menghentikan perang di Vietnam dengan membangun poros persekutuan di luar AS. Sasaran antara Sukarno adalah Inggris dan mendepak Inggris dari Asia Tenggara. Karena bagi Sukarno, Inggris adalah otak bisnis di Asia Tenggara sementara Beking Keamanannya AS. Tapi Sukarno tau bahwa berhadapan dengan AS langsung tidak akan bisa maka Sukarno memperhatikan perkembangan politik di Peking. Mao sedang naik daun, kekuatan merahnya menggetarkan Amerika Serikat, Sukarno ingin memanfaatkan Mao Tse Tung bertarung langsung dengan AS di Asia Tenggara, Sukarno yakin Mao pasti menang karena keinginan utama AS bukanlah perang tapi dagang. Ini dibuktikan ketika Amerika mundur secara memalukan dari Perang Korea.

Maka untuk melancarkan hegemoni Indonesia di Asia Tenggara, Sukarno membuka front dengan Inggris di Kalimantan Utara. Lagi-lagi Sukarno menggunakan politik gertak. Apabila penguasaan Irian Barat, Sukarno memanfaatkan panasnya politik AS-Sovjet. Maka dalam kasus Ganjang Malaysia sesungguhnya Sukarno sedang nge-test Cina sebagai kekuatan di Asia. Dengan memanfaatkan kekuatan Cina maka Indonesia akan bisa memperpendek perang di Vietnam dan menghentikan pembantaian Amerika disana. Dengan menguasai hegemoni di Asia Tenggara maka Indonesia akan menjadi negara paling kaya di Asia setelah Cina.

Tapi pemikiran Sukarno yang melompat jauh ke depan, pemikiran Sukarno yang sudah paham tentang pertarungan modal tidak pernah mampu dibaca tandem-tandem politik di dalam negeri. Terbukti Sukarno diboikot Jenderal-Jenderalnya sendiri dalam kasus Ganjang Malaysia. Sukarno dikentuti orang-orang yang belagak Intelektual tapi tidak bertanggung jawab.

Apabila Sukarno berhasil memainkan politik Ganjang Malaysia maka Irian Barat tidak akan jatuh ke Freeport, sepenuhnya kekayaan alam Indonesia dibangun untuk bangsa Indonesia dan kekayaan negara. Tidak ada yang namanya sekolah harus bayar, Rumah Sakit harus bayar. Indonesia akan diciptakan oleh Sukarno sebagai negara paling memakmurkan rakyatnya dan memang step pertamannya adalah menciptakan struktur modal.

Inilah kejeniusan Sukarno yang harus menjadi pelajaran bagi kita semua, dialah bapak bangsa yang mewarisi kekayaan nasional bangsa Indonesia. Bukan mewarisi hutang ribuan trilyun seperti yang dilakukan Suharto dan mungkin juga SBY.

Masa Kanak-Kanak


Masa kanak-kanak kita seperti balon ini
ia berasal dari lingkungan yang berwarna
kawan-kawan kita punya begitu ragam mimpi
dan mimpinya saling bertaut
dimana kita bisa membangun jembatan di antara kepala

Masa kanak-kanak kita masa penuh lonjakan
mungkin saja di saat itu kita melihat Tuhan
Tuhan ada pada keriangan permainan kita
keinginan kita yang dibatasi
sehingga kita menangis, itulah tangisan Tuha
Tuhan ada pada tertawa kita

Langit bisa saja menawarkan aneka warna
kupu-kupu bermain diantara sela-sela celana
kita memakan es krim lupa segalanya
dunia kita coklat, permen dan sedikit air mata
tapi itu adalah keriangan.

Sayangnya saat kita dewasa
kita dilatih untuk menahan semua rasa
kita mendidik diri kita sedih
dan terasing dari kebebasan

Masa anak-anak kita
Masa penuh cinta
Kemanakah ia berada
Ia tidak lari kemana-mana?
hanya saja ia bersembunyi di balik hati kita
takut pada semua topeng kemarahan kita pada dunia..........

Sepak Bola Kita


Adakah yang lebih indah dari menonton bola sebagai acara keluarga yang damai, kita bisa membawa anak-anak kita ke stadion, memberi kegembiraan di akhir pekan dan menjadikan sepakbola sebagai bagian budaya kita dimana nilai-nilainya memperkaya penafsiran filosofis kita.

Tapi apa nyana, realitas sepakbola kita sekarang jatuh di tangan birokrat yang korup, anarkisme, tergantung pada anggaran dan hasilnya adalah 'sepakbola yang bodoh'. Stupid Football ala Indonesia ini bukan hanya dilihat sebagai bagian dari bangkrutnya manajemen PSSI, hancurnya jaringan klub-klub dan tidak disiplinnya seluruh elemen sepakbola yang patuh pada peraturan Internasional FIFA. Tapi dari sumber dari segala sumber kehancuran sepakbola kita adalah 'Birokratisasi Sepakbola'.

Di Jaman Bung Karno, Sepakbola kita adalah bagian dari gemuruh nasionalisme yang luar biasa. Sepakbola kita boleh dikatakan terbaik di Asia. Kita bisa menahan Sovjet Uni 0-0 tahun 1956 dan menjadi headline dikoran-koran. Atang Witarsa, Danu dan Ramang menjadi idola dimana-mana, Pelatih Indonesia Toni Pogacnik berkata setelah pertandingan "Suatu saat apabila sepakbola Indonesia dibina secara baik akan menjadi sepakbola terkuat di dunia, ini akan menyamai Brasil atau Sovjet.

Tapi setelah itu malah sepakbola kita mengalami kehancuran dari waktu ke waktu. Padahal persyaratan sepakbola kita untuk menjadi nomor satu dunia sudah memenuhi syarat. : Bangsa ini adalah bangsa yang gila bola, penduduknya hampir 300 juta, dan anak-anaknya memiliki talenta yang luar biasa terhadap permainan bola. Tapi kenapa hancur? jawabnya adalah : Politik.

Politik telah menjadi racun bagi sepakbola kita, di jaman Suharto sepakbola kita masih maju, masih ada Ronny Pattinasarani, Iswadi Idris, Robby Darwis atau Herry Kiswanto. Bahkan pada Pra Piala Dunia 1986 kita sempat mengejutkan dunia dengan tim Bambang Nurdiansjah dkk. Namun semua itu tidak akan berkembang baik karena kunci penting evolusi bola yaitu : Klub diakuisisi oleh negara. Dulu ada yang namanya Galatama, sebuah liga semi Profesional yang berisi klub-klub dan dibiayai oleh pemodal. Mereka bisa mengambil pemain asing, yang terkenal dulu mengambil pemain asing adalah Niac Mitra dengan membon Fandi Ahmad dari Singapura. Jaman itu sangat marak, ada Kramayudha Tiga Berlian, Semen Padang, Pelita, Arseto, Gelora Dewata dan banyak lagi. Tapi kemudian setelah tahun 1983 gegap gempita sepakbola klub pudar, ada tema besar dalam sepakbola kita memajukan klub amatir yang dikelola negara melalui anggaran pemerintah daerah. Divisi yang diminati bernama Perserikatan dimana anggotanya adalah klub-klub yang dibiayai Pemerintah Daerah. Negara secara otomatis menjadi penyelenggara kompetisi, semua bergantung pada negara, Pemain-pemain kehilangan kesejahteraannya, yang sejahtera para pengurus yang memiliki akses kepada anggaran pemerintah. Hal ini memang seakan-akan sudah menjadi desain Orde Baru bahwa segala hal yang tumbuh di dalam masyarakat harus memiliki benihnya dari negara, masyarakat dilarang tumbuh. Klub-klub yang dibiayai pemodal dan masyarakat dimatikan.

Sepakbola yang juga merupakan bagian dari kampanye terselubung kekuasaan menjadi sebuah proyek mengamankan jalannya kekuasaan. Kantong-kantong perkembangan sepakbola menjadi kerdil karena masuknya orang-orang yang tidak memahami bagaimana olahraga sepakbola bekerja, bagaimana sportifitas dikembangkan dan bagaimana sebuah keseluruhan jaringan yang bekerja menjadikan sepakbola hidup mulai dari penonton sampai pengurus menjadi bagian dari anarkisme yang hanya bisa dikendalikan oleh kekuasaan negara.

Padahal sepakbola yang baik harus memiliki sistem yang baik dan sistem itu hanya bisa tumbuh dari kesadaran masyarakat, klub-klub sepakbola harus dibiayai sendiri oleh masyarakat, mereka bukan saja bertanding untuk sebuah liga tapi juga menjadi agen kesadaran serta penumbuhan generasi baru pemain bola. Dari kultur sepakbola klub yang mandiri dan berjarak dengan negara maka bisa tumbuh sepakbola profesional yang memiliki rantai pertumbuhan natural bukan cangkokan.

Memang Rezim Nurdin Halid harus dibongkar dan PSSI harus steril dari kelompok Nurdin, tapi yang menjadi pertanyaan : Yang Salah Nurdin atau Sistem? Bila yang salah adalah sistem maka PSSI akan terjebak seperti kondisi Republik Indonesia dimana orang berteriak Turunkan Suharto tapi Sistem Suhartorian masih tegak berdiri. Nurdin lain akan masuk bila sistem sepakbola kita masih bergantung pada negara. Satu-satunya jalan adalah memberi akses terhadap klub sepakbola membangun dirinya sendiri. Dan menghancurkan peran negara dalam perkembangan sepakbola dengan menghindari klub-klub menjadi pengemis anggaran pemerintah yang lebih baik diberikan kepada rakyat miskin dan penyejahteraannya. Biarlah klub mendapat dana lewat kompetisi dan pendanaan publik bukan merampok duit rakyat.

Kita bermimpi suatu saat Klub kita menjadi kaya, Persib atau Persija bisa menjual sahamnya di Pasar Modal, dengan dana saham bisa dibeli pemain-pemain terbaik dari Eropa atau Amerika Latin, bukan pemain kelas tiga yang pengangguran di negaranya atau pemain dunia tapi sudah berusia diatas 40 tahun. Dengan membeli pemain asing dan didukung dana kuat dari masyarakat maka datangnya pemain asing akan menumbuhkan kultur sepakbola yang profesional, para pelatih kelas dunia datang dan kompetisi liga semakin menarik. Disini negara hanya sebatas mengamankan pertandingan sepakbola saja, bukan menjadi diktator atas sepakbola dan keluarga-keluarga Indonesia akan bergembira menonton Torres, Mesut Ozil, Iker Cassilas, David Villa, Thomas Muller atau Puyol bermain di Indonesia.