Sunday 4 December 2011

Cerita Masa Muda John Lennon

Gambar Atas :
John Lennon manggung pertama kali dengan band-nya Quarrymen di Halaman Belakang Gereja St. Paul, distrik Woolton 6 July 1967
Yang nonton anak-anak kecil dan menjadi sore yang menyenangkankarena di saat itulah selesai manggung John Lennon berkenalan dengan Paul MacCartney



Cerita Tentang Masa Muda John Lennon

John Lennon adalah salah satu, -bila tidak bisa dikatakan nomor satu- musisi yang meletakkan musik dunia ke era-nya yang baru, musisi yang dapat membentuk musik menjadi sesuatu yang hidup, ceria, lebih aktif dan membebaskan segala pakem-pakem bentuk nada dan nyanyian. John Lennon juga merupakan penyanyi yang selalu “berlagu dengan hati”.

“Setiap karya-karya besar selalu dihasilkan dari manusia yang sedih” begitulah mungkin yang juga terjadi pada John Lennon. Hidupnya adalah rangkaian tragedi demi tragedi, tertawa sejenak, gembira sejenak lalu murung. John Lennon mirip cuaca Inggris yang selalu kelabu tapi dia mampu menghasilkan kekuatan raksasa yang menggerakkan manusia seluruh dunia.

John Lennon lahir dari dunia yang terpisahkan, dunia ayah dan ibu yang berjarak. Dari situasi kota yang berantakan. Pada malam kelam 9 Oktober 1940, udara Inggris dipenuhi pesawat-pesawat Jerman Nazi membombardir kota Liverpool, gedung-gedung meledak dan terbakar. Kota Liverpool bertahan hidup, sementara disatu tempat Ibu John Lennon, Julia Stanley bertarung nyawa melahirkan John ke dunia, ia berada di bawah ruang bawah tanah sebuah rumah sakit yang berisi ratusan orang pengungsi, hanya ada dua perawat disana. Seorang dokter umum mondar-mondir mengurus mereka yang luka. Barulah ketika detik-detik melahirkan tiba datang seorang dokter ahli kandungan, Julia melahirkan dengan selamat. Seorang pembaharu musik dunia lahir..............

Hanya saja disana tak ada Alfred Lennon, suami Julia yang bisa memegang tangan Julia disampingnya. Alfred sedang berada di dunia yang jauh, ia seorang pelaut. Hubungan Alfred dan Julia juga pada titik yang buruk, Alfred tak mampu menjadi seorang romantis yang dulu lagi, ia tak lagi menyenangkan, bermain banjo dan merayu Julia seperti sebelum menikah. Alfred sudah tak peduli pada Julia. Tapi Alfred tahu ia bakalan punya anak dari Julia. –Alfred menuliskan sebuah surat kepada Julia, berilah nama anak itu sesuatu yang mengagumkan, agar dirinya kelak jadi orang yang mampu bertahan hidup-. Dan Julia menamakan anaknya yang baru lahir “John Winston Lennon”. Nama tengah Winston diambil dari nama Perdana Menteri Inggris, Winston Churchill seorang Pemimpin Inggris yang mati-matian berdiri menghadapi gempuran Jerman pada masa Perang Dunia II.

Hadirnya John Lennon kecil membuat Julia senang, ia selalu menggendong John, membawanya kemana-mana, ia mendudukkan John ke dalam sebuah bangku kayu yang dirakit sebagai tempat duduk bayi. Lalu menaruhnya di pojok ruangan, di umur 2 tahun John Lennon selalu menarik perhatian pengunjung restoran kecil tempat dimana Julia bekerja sebagai pelayan. Banyak pengunjung menarik-narik pipi John dan mengelus-elus bayi dengan rambut pirang yang manis itu, dan John kecil selalu mengangguk-angguk seperti mengucapkan kata terima kasih, atau bilang sendiri “Thank You”. “Semasa bayi John memang anak yang tampan” kenang Mimi bibinya yang kelak mengasuh John hingga dewasa.

Suatu saat di sore yang hujan datanglah pengunjung bernama John Dykins. Julia tertarik dengan Dykins yang selalu tertawa, bercanda dan mengeluarkan joke-joke lucu. Dykins berkenalan dengan Julia dan sontak mereka langsung akrab. –Sementara di sisi batin yang lain hati Julia terhadap Alfred mulai kosong, Alfred tak lagi mengiriminya surat, alfred tak lagi mempertanyakan anaknya bagaimana, Alfred berkelana dari satu tempat ke tempat lain tanpa lihat anaknya. Julia merasa Alfred sudah berada di sisi yang jauh, tapi ia terikat pada perkawinan dengan Alfred, dan Dykins sudah menggoda hatinya. Julia melawan tatanan kehidupan, ia hidup dengan Dykins sementara statusnya masih menikah dengan Alfred. John Lennon kecil tumbuh dalam situasi konflik seperti ini, - dan sebagian besar manusia, alam bawah sadarnya selalu dipengaruhi masa-masa sebelum umur 5 tahun, suasanan konflik inilah yang kelak menghasilkan John sebagai manusia yang murung’.

Julia dan Dykins tinggal satu rumah di sebuah apartemen kecil di pinggiran kota Liverpool. Mimi kakak Julia yang mendengar Julia tinggal di tempat Dykins marah besar, ia memarahi adiknya dan meminta Lennon dididik oleh Mimi. “Julia, kamu tahu satu orang kota ini membicarakanmu... aku nggak mau John hidup lewat keadaan seperti ini, aku nggak mau dia besar dari pembicaraan-pembicaraan yang buruk tentang kamu, sudahlah John saya bawa pulang dan saya besarkan dia”

Julia setuju dan menyerahkan John kecil ke Mimi. Lalu Mimi keluar dan menggendong John, John bertanya pada bibinya “Mau dibawa kemana saya, Bibi Mimi” Bibi Mimi menjawab singkat “Ke rumah tempat kamu besar nanti” – Mimi masih ingat saat itu mata John kecil seperti memandang jauh, ia sedih melihat keponakannya menjadi murung.

John tumbuh di rumah Mimi. Setahun setelah perang selesai sekitar tahun 1946, Alfred datang ke kota Liverpool dan mendengar berita-berita buruk tentang hidup serumah-nya Julia dengan Dykins. Alfred tau dia yang salah, tapi ia hanya ingin lihat anaknya. Alfred dapat kabar dari kawannya bahwa John tinggal bersama Mimi, kakak Julia. Di satu pagi Alfred mengetuk pintu rumah Mimi “Hai, Mimi”

“Wow, Alfred...” seru Mimi. Lalu Mimi memanggil John yang sudah berumur 6 tahun. “John kemari, lihat siapa yang datang?”

“Siapa bibi?” kata John bingung. Alfred menatap mata John dengan menangis, ia melihat wajah anaknya sendiri. “John ini Papa-mu”

“Papa” kata John sambil bingung. “Ya Papamu”..... lalu John dipeluk Alfred dan digendongnya. “John kamu sudah besar sekarang...” John Lennon tertawa dan berkata “Papa...Papa..Kapan papa datang?” Alfred membuka tas besarnya dan membuka sebuah kotak yang berisi miniatur kapal layar. “Ini untukmu”. Kelak miniatur kapal layar itulah yang sering menjadi ingatan-ingatan kelam John Lennon di masa dewasa, sebuah “gagasan terhadap kesedihan”

Alfred membawa John ke tempat bilyard, lalu membawanya keliling kota Liverpool. Malamnya John dikembalikan ke Mimi. “Mimi, besok aku mau bawa Alfred ke Blackpool untuk liburan. Mimi hanya mengangguk “Bawalah, Al...nanti aku bilang ke Julia, toh John adalah anakmu”

Mendengar John Lennon dibawa Alfred ke Blackpool, Julia gelisah ia marah-marah dengan Mimi bahkan ribut besar di halaman rumah. “Aku menitipkan John padamu bukan berarti kamu serahkan John ke Alfred” teriak Julia. Mimi menyahut “Hei, Julia...Alfred itu ayah dari John, ia berhak dan kau memang masih isteri Alfred bukan?”

Julia dan Dykins akhirnya mencari John dan Alfred ke Blackpool, di sebuah perempatan kota dekat kantin yang sepi, Julia melihat Alfred dan John masuk ke kantin. “Itu Alfred” teriak Julia. Lantas Julia masuk ke kantin dan menarik tangan Alfred “Dimana kamu saat aku melahirkan anak ini, dimana kamu saat aku merindukanmu dan ingin kamu melihat anak ini, dimana kamu saat aku merasa kamu harus ada? Dimana kamu saat anak ini bertanya siapa bapaknya?” teriak Julia. Alfred hanya diam saja ia tak melawan. Tapi ketika Julia menarik tangan John, Alfred menepis tangan Julia. “Hai, ini anakku!!”.....Julia berusaha memukul Alfred tapi kemudian Dykins memisahkan. Dengan tenang Dykins berkata “Sudahlah Alfred, Julia kita tentukan sendiri dari anak ini, dia mau ikutnya dengan siapa”.

“Hei, John kamu mau ikut siapa?” tanya Dykins. John diam saja kelopak matanya tergenang air mata, ia menangis tapi suara isaknya tertahan. John ingin ikut kedua orang tuanya, tapi pikiran anak kecil tak mungkin mampu memahami dunia orang dewasa yang perceraiannya kerap menghancurkan hati anak-anak seusia dia. John menunjuk ke Papa-nya “Aku ikut Papa”.

“Oke” jawab Dykins. “Nah, Alfred bawalah John” Lalu Alfred menggandeng John Lennon keluar kantin, tapi sampai jarak 10 meter John Lennon berteriak menangis dan melihat wajah ibunya, ia kembali dan berlari memeluk ibunya. Alfred hanya melihat adegan itu, ia merasa bersalah dan tanpa menoleh ia meninggalkan John Lennon dan Julia. Sore itu di Blackpool, Alfred telah kehilangan keluarga yang dilahirkannya dari rasa tak peduli. “Aku mencintai anakku, tapi aku harus menghadapi kegetiran luar biasa” kenang Alfred kelak di buku memoarnya saat menceritakan John Lennon.

Julia membawa John Lennon ke rumah Mimi. “Nah, Mimi ini John jaga baik-baik, aku lebih percaya John kau besarkan ketimbang ia harus hidup dengan Alfred”. Mimi diam saja dan menarik tangan John, Mimi tidak suka lihat wajah Dykins. – “Ada satu kehendak besar dalam diriku : ingin mengembalikan Julia ke Alfred dan mereka hidup dalam keluarga bahagia, tapi dunia bukan selalu yang kita inginkan bukan?” kelak cerita Mimi dalam memoarnya.

Di bawah Bibi Mimi, John tumbuh. Ia belajar mengenal dunia. Suatu sore John datang ke apartemen Dykins. John melihat Dykins bermain Banjo dan Ibunya memainkan piano. John meminta diajarkan gimana caranya memetik banjo. Dykins mengajarinya sebentar lalu ia merasa anak ini punya insting luar biasa dalam memetik gitar. Hanya dalam 10 menit John mampu memainkan nada-nada sulit, biasanya pemain banjo belajar ini bisa tiga hari. “John anak yang cerdas” kata Dykins kepada Julia suatu saat ketika John pulang dari Apartemennya.

Julia menatap Dykins. “Ya” kata Julia singkat. “Besok aku mau ke toko belikan John sebuah gitar, tapi bilanglah pada John itu hadiah dari kamu” kata Dykins dengan mata sendu. Perhatian Dykins inilah yang membuat Julia jatuh cinta.

Suatu saat John Lennon datang ke apartemen Dykins, saat itu Dykins tidak berada di rumah. Hanya saja John melihat sebuah gitar baru yang masih terbungkus. “For My Son John Winston Lennon” tulisan di dalam bungkusan itu. Julia tertawa saat John melihat-lihat gitar itu “John membuka gitar dengan wajah bukan main gembiranya, matanya berbinar-binar” ...”Mam ini untuk aku?” tanya John sampai tiga kali. Belum pernah Julia melihat mata John sesenang itu, ia menitikkan air mata.

Hampir tiap hari John belajar main gitar, guru pertamanya adalah Dykins. Lalu John diajari juga dengan beberapa anak tetangganya. Di satu sudut di kafe kota Liverpool John suka memperhatikan pemain gitar memainkan gitarnya, matanya memperhatikan arah gerak jari-jari itu. John melihat ada titik-titik nada sederhana tapi sangat sulit bila dimainkan, akhirnya John berpikir disitulah letak indahnya sebuah lagu, nada mudah yang sesungguhnya dimainkan amat sulit.

Tiap detik yang dibawa John adalah gitar, ia seperti pengamen muda yang kesana kemari nggak jelas, ia berhari-hari memainkan nada-nada di satu sudut bangku kota, melihat sore sambil memainkan gitar, menggoda wanita sambil memainkan gitar, menyapa teman-temannya sambil metik senar gitar. Semuanya dilakukan dengan senang, ini diperhatikan oleh Mimi, berkali-kali Mimi menyindir tingkah John yang aneh ini. Suatu saat ketika John mainkan gitar di beranda rumahnya dan memamerkan kemampuan nyanyi lagu “My Bonnie” Mimi senang bukan main keponakannya bisa memainkan gitar dengan mahir, tapi kemudian ia menyahut “Gitar memang oke John, tapi kamu nggak bisa hidup dari situ”. John tertawa saja, tapi kata-kata ini selalu diingat. Kelak di saat puncak kejayaannya, John Lennon menghadiahi gitar emas kepada Mimi dengan tulisan “Gitar memang Oke, John. Tapi kamu nggak bisa hidup dari situ”

Di satu senja yang cerah. John Lennon dengan gitarnya sedang berjalan ke arah rumah Mimi, ia melihat dari kejauhan ibunya Julia sedang menyeberang jalan – Julia ingin ke rumah Mimi juga. Tapi dari arah jalan ada sebuah mobil yang sembarangan nyetirnya. Dan mobil ini menabrak mati Mimi. John melihat dengan tragis ibunya terbunuh di pinggir jalan, ia berlari ke arah insiden itu, ia berlari kencang, ia menerobos kerumunan orang dan ia menangis berteriak “Mamaaaaa....Mamaaaaaaa...
..” seluruh kenangan atas mamanya dari masa ia kecil sampai terakhir menjadi rekaman di masa-masa buruk bagi John Lennon. Ia menangis sejadi-jadinya. John mengangkat kepala Julia dan memeluknya lalu berkata singkat “Mama”........

Penabrak Julia adalah seorang Polisi kota Liverpool. Rupanya polisi itu sedang mabuk, namun polisi itu bebas dari segala tuntutan. John marah bukan main, kenapa orang seperti Julia yang tak punya kekuasaan bisa mati oleh orang yang seharusnya melindungi warga seperti Julia bahkan lolos dari tuntutan hukuman. Seumur hidup John akhirnya antipati dengan kekuasaan, ia membenci negara dan perangkatnya. John menganggap negara adalah kekuasaan yang tak butuh untuk mengerti ketika manusia-manusia di dalamnya dibunuh oleh kekuasaan itu sendiri. John mengangkat wajah menentang kebiadaban atas nama negara, kelak demonstrasi-demonstrasi besar di Amerika Serikat menentang negara di dominasi oleh pengaruh Lennon, dan ingatan akan Julia ini yang membuat John Lennon bikin lagu paling legendaris di dunia : IMAGINE...........

John Lennon adalah jenis manusia yang melompat-lompat dari rasa murung ke rasa gembira yang aneh. Ia adalah badut kelas paling lucu, ia pelawak di kelas, ia tak pernah memperhatikan pelajaran, yang dikerjakannya adalah melukis kartun dengan gambar guru-gurunya, ia juga sering menirukan aksen gurunya. Suatu hal yang paling diingat kawan-kawan sekelasnya di waktu sekolah adalah kesenangan John Lennon ikut-ikutan gaya Elvis Presley dengan menjingkrak-jingkrakkan kakinya kaku seperti tarian Presley, . Dengan menggunakan pensil tebal untuk make up, John bercanda membuat cambang Presley di dua belah pipinya dan berlagu dengan suara bariton menirukan Elvis Presley, masa-masa menjadi Elvis Wannabe adalah masa ia melihat dunia sebagai sebuah becandaan yang menyenangkan.

John bersekolah di “Quarry Bank Grammar School” pada pertengahan tahun 1950-an sedang rame-ramenya musik Skiffle – musik ini menggunakan alat-alat rumah tangga sebagai instrumennya-. John bikin band namanya “Quarrymen” akhirnya John mau manggung pada tanggal 6 Juli 1957. Kabar ini dibawa oleh kawan sekelas John, Ivan Vaughan yang amat mengagumi John Lennon. Ivan Vaughan punya tetangga bernama Paul McCartney, kalau mau ke tempat MacCartney di samping rumahnya Ivan selalu bangga menceritakan kehebatan John bermain gitar. Pernah suatu saat Ivan melihat Paul memainkan gitar, Ivan cuman berkata singkat “Ah, kalo cuman nada begituan John Lennon metik pake kaki bisa” kata Ivan. Bualan Ivan inilah yang buat Paul pengen sekali lihat John memainkan gitarnya. Lalu Ivan membawa selebaran kabar The Quarrymen akan manggung.

Paul dan Ivan datang ke pertunjukan yang diadakan di belakang halaman gereja St. John Woolton. Saat memainkan musiknya, Paul terkagum-kagum dan ia bengong maut saat melihat John Lennon memetikkan gitar pada nada-nada sulit dimana ia sendiri tak bisa memecahkan. “Ivan, ternyata kamu nggak membual” kata Paul pelan pada Ivan. Temannya itu hanya tertawa. Selesai manggung Ivan ngejar John Lennon. “Hei, John aku mau kenalin temenku” kata Ivan dengan wajah sumringah, John melihat sekilas wajah Ivan, “Oh ya” kata John Lennon.

“Paul MacCartney” tanpa diminta Paul mengenalkan diri. “John Lennon” kata John membalasnya dengan singkat. –Akhirnya sore itu menjadi saksi mulainya persahabatan mereka sekaligus sebuah awal yang akan menggetarkan panggung musik dunia.

Paul MacCartney bergabung dengan Quarrymen. Sejak Paul bergabung dengan John, ia jadi amat dekat. Paul dan John seperti nama yang tak terpisahkan, ia satu nafas. Jika awalnya John selalu melihat berlalunya matahari sore di udara kota Liverpool sendirian dengan gitar hadiah Mama-nya, maka John kini ditemani Paul. Mereka berdua sering duduk di bangku taman sudut kota atau di halaman belakang gereja, mereka berdua sering mencorat coret lagu. John kerap datang ke rumah Paul dan bermain gitar di kamar Paul. Ayah Paul amat menyenangi John Lennon, Paul anak dari kelas menengah kota. Di Liverpool perbedaan kelas karena status sosial amat teras, inilah yang membuat Mimi agak kurang suka John bergaul dengan Paul, “John, Paul itu anak orang kaya...ia bukan kelas yang sama dengan kita, kaum buruh” tapi John hanya tertawa saja. Bagi John manusia tetaplah manusia, ia hadir dalam hidup dinilai dari kebersamaannya bukan apa yang ia punya. John melihat manusia dalam keadaan yang tak melihat rupa.

Di satu siang Paul memanggil John, “Hei John aku mau ngenalin kamu sama temenku, dia satu tahun dibawah kita, namanya George” John cuek saja. Sorenya di sebuah halte bis mereka menunggu George Harrison. John Lennon menyalami George, lalu mereka pergi ke sebuah tempat dan naik bis. Di Bis itu Paul meminta George memainkan gitarnya. “Coba George mainkan gitarmu” kata Paul. Lalu George mainkan gitarnya. John meremehkan aksi George tapi ia tak berkomentar, matanya hanya melirik sebentar ke arah George. Paul paham John adalah orang yang pesimis, hanya dia yang bisa melunakkan hati John. “John, George bisa gabung ke Quarrymen?”

“Terserah kamu” kata John. “Tapi apa umurnya nggak kemudaan?”

Akhirnya George Harrison bergabung dengan Quarrymen, formasi Quarrymen berubah-ubah terus. Sampai pada satu saat Paul meminta John agar Quarrymen punya manajer. Kebetulan ada tetangga Lennon yang lumayan banyak link ke cafe-cafe, namanya Allan Williams. Lalu Allan Williams menjadi manajer Quarrymen.

Dua hari Allan Williams jadi manajer, band Quarrymen menandatangani kontrak di Hamburg Jerman Barat. Saat itu Hamburg berada di bawah penguasaan pasukan Amerika Serikat akibat perjanjian politik “Pecah Jerman Bagi Empat” oleh negara pemenang perang yaitu sekutu : Inggris, Perancis, Amerika Serikat dan Uni Soviet. Banyak tentara Amerika Serikat yang mencari hiburan di cafe-cafe Jerman Barat dan hanya ingin mendengarkan lagu-lagu berbahasa Inggris.

Dalam perjalanannya ke Hamburg, John mencoret-coret kertas dan kemudian ia merenung akhirnya ia menemukan sebuah nama The Beatles. Akhirnya Quarrymen diganti nama menjadi The Beatles.

Hamburg jadi kota yang ramai, banyak musisi dari Eropa, Amerika Serikat dan Australia datang menguji nasib di kota ini. The Beatles hanya mendapatkan kesempatan manggung di sebuah kafe kecil. Saat itu formasi Beatles : John Lennon, Paul MacCartney, Stuart Suttcliffe, Pete Best dan George Harrison. Sehabis manggung John Lennon menonton musisi lain, di satu tempat ada musisi yang amat digemari Paul dan John di Hamburg namanya The Tielman Brothers, pimpinan Andy Tielman. John suka dengan nada-nada yang dimainkan The Tielman Brothers, lalu Paul menjadi pengagumnya, Paul berusaha mendekat Andy Tielman, hampir tiap malam Paul dan John melihat The Tielman Brothers manggung. The Tielman Brothers adalah band asal Belanda yang anggotanya adalah keturunan Indonesia-Flores, di tahun 1948 semasa anak-anak Tielman masih kecil mereka pernah manggung di depan Presiden Sukarno di Istana Yogyakarta. Tielman sendiri keturunan Jawa Timur dan Flores. Andy selalu menganggap dirinya ‘wong jowo’. Andy akhirnya berkenalan dengan John dan Paul. Di salah satu memoarnya Paul menyebut “Musik Indo (maksudnya Indonesia) amat berpengaruh pada kami, berkat Andy Tielman”.

Di cafe Hamburg yang kotor, mereka akhirnya kembali ke Inggris, mereka dapat kontrak manggung di Club Carvern. Di Klab inilah nama The Beatles mulai dikenal. Banyak orang Liverpool suka dengan cara grup ini bermain musik. Mereka gembira saat John Lennon dengan Beatles-nya menghentak-hentakkan lagu. Suatu saat datang Tony Sheridan. Tony datang dan menemukan John Lennon, ia berkata “John kita rekam lagu kamu dan saya” akhirnya John mau ajakan Tony Sheridan lalu direkamlah lagu “My Bonnie”. Tony Sheridan ini waktu di Hamburg sering kolaborasi dengan The Beatles, tercatat Tony Sheridan dan Billy Preston adalah dua penyanyi non Beatles yang kerap berkolaborasi dengan Beatles di jam-jam pertama Beatles terbentuk. Lalu Sheridan menyanyi lagu “My Bonnie” dengan iringan Beatles. Lagu ini digemari luar biasa, rekamannya dicari-cari.

Di sebuah toko musik bernama NEM’S di pusat kota Liverpool beberapa orang mencarikan lagu rekaman ini, Brian Epstein pemilik toko berulang kali bingung “My Bonnie” dengan Tony Sheridan dan Beatles itu siapa? Lalu Brian Epstein cari tau siapa sesungguhnya The Beatles. Ia lalu mendapatkan informasi bahwa Beatles manggung di Cavern, malamnya Brian mendengarkan mereka Beatles bernyanyi : Brian Epstein terpesona atas lagu-lagu yang dinyanyikan The Beatles.

Akhirnya Brian menawarkan Beatles rekaman, tape rekaman itu kemudian disebarkan ke studio-studio rekaman, demo itu banyak ditolak studio rekaman besar termasuk Decca Records, - Semuanya menolak.

Suatu saat Brian duduk di sebuah kafe, siang itu udara London amat panas. Ia meneguk coca cola dingin. Tak lama datang seseorang yang rupanya ia kenal tapi ia agak lupa. Orang itu memesan segelas vodka. Orang itu juga memandang Brian dan mengangguk, lalu orang itu bertanya pada Brian :”Anda pemilik toko kaset itu kan?” lalu Brian mengangguk. “Oh ya.....”

“Anda pelanggan saya” teriak Brian senang. “Ya saya George Martin” rupanya George Martin sekarang berprofesi sebagai produser. Brian bercerita soal Beatles, lalu George setuju “datanglah ke Studio rekaman EMI Records” kita uji mereka. Lalu Beatles datang dan memainkan lagu-lagu, George hanya melihat sejenak dan berkata singkat “Oke kita ganti pemain drum-nya Pete Best dengan orang yang saya kenal Ringo Starr”.

Single Love Me Do dan Please, Please Me akhirnya menjadi single pertama Beatles yang mengubah wajah dunia musik dunia.

No comments: