Sunday 27 November 2011

Rasa Keindonesiaan......

Abis baca blog-blog wanita Indonesia yang nikah dengan bule, dari lima orang yang nulis semuanya hampir merindukan Indonesia tanah kelahirannya, tapi hampir semuanya juga membenci Indonesia sebagai sebuah sistem. Ada seorang wanita yang ibunya harus keluar dari kamar ICU karena tidak sanggup membayar biaya kamar dan terpaksa harus mati tanpa perawatan karena uang, lalu ia melihat sistem kesehatan di Kanada yang begitu manusiawi, padahal ibunya amat mencintai Indonesia, amat bangga dengan bangsanya bila nonton Bulutangkis - dia menceritakan saat Icuk bertanding lawan Yang Yang ibunya selalu nonton, saat sepakbola bertanding ibunya selalu berteriak-teriak, nasionalisme yang begitu banyak melekat pada diri orang Indonesia. Tapi kadang nasionalisme ini dibayar dengan sistem yang bejat.

Hebatnya lagi orang Indonesia tidak pernah membenci bangsanya, sedendam-dendam apapun, bila ia mengingat Indonesia di negeri yang jauh air matanya selalu menetes. Ada cerita lagi dari satu wanita Indonesia yang tinggal di Belgia dan menikah dengan lelaki Belgia, ia punya pengalaman pahit dengan pemerintahan geblek di Indonesia, tapi ia selalu memiliki kebiasaan di setiap tanggal 17 Agustus untuk duduk di tepi jendela pada satu malam dan meneteskan air mata, ia menyanyi sendirian lagu-lagu tentang kerinduan pada bangsanya.

Mencintai bangsa adalah hal yang abstrak, ia tidak begitu jelas, tapi ia nyata, ia memenuhi ruang pikiran dan hati bagi bangsanya. Indonesia ini aneh tiap hari ada saja hal-hal yang menyebalkan untuk dibicarakan, tapi kecintaan yang luar biasa tidak pernah menjadikan orang Indonesia terasing oleh kebangsaannya. Ada satu cerita yang menarik di Kanada juga, ia menangis saat harus berganti WNI, padahal ia dulu tidak pernah merasa mencintai Indonesia saat tinggal di Semarang, ia merasa biasa saja, ia bolos saat upacara bendera dan ia tak hapal nama-nama wapres Indonesia, ia bahkan tak tahu pulau Sulawesi bila ia melihat gambar peta, Ia keturunan Cina-Jawa, sebuah peranakan khas Semarang dengan identitas tersendiri, namun ia ketika ia harus berganti kewarganegaraan ia menangis, ada sesuatu yang hilang. Akhirnya ia menarik pena-nya menolak tanda tangan kewarganegaraan dan tetap memilih menjadi orang Indonesia.

Nasionalisme memang absurd, ia seperti udara tak terlihat tapi terasa.........

1 comment:

Anonymous said...

bertemulah dengan orang-orang yang tepat, maka guncanglah dunia