Tragedi Ellyas Pical
Suatu waktu ditahun 2008 saya pernah datang bersama teman saya ke markas Pertina di Gedung KONI Senayan untuk bertemu dengan Sjamsul Harahap. Kebetulan teman saya ada urusan dengan Sjamsul Harahap. Setelah berbicara dengan Sjamsul saya keluar ruangan dan sekelebat melihat sosok Elly Pical. Teman saya yang sering liat Elly Pical di Senayan berkata "Elly Pical sering jalan sendirian disana, nggak tau apa yang dikerjakan" Saya tertegun dan berpikir lama. Kenangan saya meloncat ke pertengahan tahun 1985. Saat itu rakyat Indonesia sedang demam Pical, waktu Pical melawan Judo Chun jalan-jalan di Jakarta nyaris kosong, semua orang tegang di depan layar televisi. Semua orang Indonesia melonjak kegirangan di depan TVRI saat Pical terus melayangkan Uppercut kiri-nya yang fenomenal itu, saat itu rakyat Indonesia bangga menjadi bangsa Indonesia.
Pical adalah fenomena dia lahir sebagai anak miskin di Saparua, Ambon, kerjanya mencari mutiara alam tiap hari dia menyelam sehingga kupingnya separuh budeg. Ia gambaran anak bangsa yang miskin dan bertahan hidup. Pical kecil menyenangi Ali dan sering nonton Ali di TVRI. Ia kerap diam-diam berlatih sendirian di ladang sagu untuk menjadi seorang petinju. Dan kehidupan Pical adalah drama itu sendiri. Di tahun 1985 Pical menjadi bintang dalam benak bangsa Indonesia. Di tahun 1985 dunia olahraga Indonesia memang menuju puncaknya sebelum merosot hancur setelah tahun 1990. Saat itu sepakbola kita mampu berbicara di tingkat Internasional orang2 macam Rully Nere, Djoko Malis atau Bambang Nurdiansjah menjadi idola di masanya. Liem Swie King lagi jaya-jayanya. Namun Pical adalah fenomena tersendiri karena dia merupakan juara dunia Indonesia yang pertama. Teriakan : Elly...Elly...Elly menjadi teriakan wajib di tahun-tahun itu melengkapi banyak peristiwa macam bom cilandak atau penyerbuan tentara ke Tanjung Priok.
Tapi kegembiraan di masa lalu, kebanggaan di masa lalu tidak terlihat pada wajah Elly Pical di masa itu. Tangannya yang rada gemetar tidak memperlihatkan bahwa tangan kiri itu pernah dijuluki sebagai Rudal Exoceet, seperti Rudal buatan Perancis yang digunakan Inggris buat gempur Argentina di Pulau Malvinas. Tangan itu seperti tangan yang lelah. Bangsa ini tidak pernah mampu memuliakan orang yang berjasa pada negara, orang banyak makmur bukan dari kerja keras tangannya tapi dari mencuri : Mencuri uang pajak, memark up anggaran atau membobol bank. Tangan jujur seperti Elly Pical yang tidak pernah mengambil uang rakyat, bahkan pernah membuat orang Indonesia bangga pada bangsanya hanya kadang-kadang diangkat untuk memarkir mobil........Hidup memang tragedi dan tragedi selalu memilih di tempat yang sistem masyarakatnya kacau.
ANTON
Suatu waktu ditahun 2008 saya pernah datang bersama teman saya ke markas Pertina di Gedung KONI Senayan untuk bertemu dengan Sjamsul Harahap. Kebetulan teman saya ada urusan dengan Sjamsul Harahap. Setelah berbicara dengan Sjamsul saya keluar ruangan dan sekelebat melihat sosok Elly Pical. Teman saya yang sering liat Elly Pical di Senayan berkata "Elly Pical sering jalan sendirian disana, nggak tau apa yang dikerjakan" Saya tertegun dan berpikir lama. Kenangan saya meloncat ke pertengahan tahun 1985. Saat itu rakyat Indonesia sedang demam Pical, waktu Pical melawan Judo Chun jalan-jalan di Jakarta nyaris kosong, semua orang tegang di depan layar televisi. Semua orang Indonesia melonjak kegirangan di depan TVRI saat Pical terus melayangkan Uppercut kiri-nya yang fenomenal itu, saat itu rakyat Indonesia bangga menjadi bangsa Indonesia.
Pical adalah fenomena dia lahir sebagai anak miskin di Saparua, Ambon, kerjanya mencari mutiara alam tiap hari dia menyelam sehingga kupingnya separuh budeg. Ia gambaran anak bangsa yang miskin dan bertahan hidup. Pical kecil menyenangi Ali dan sering nonton Ali di TVRI. Ia kerap diam-diam berlatih sendirian di ladang sagu untuk menjadi seorang petinju. Dan kehidupan Pical adalah drama itu sendiri. Di tahun 1985 Pical menjadi bintang dalam benak bangsa Indonesia. Di tahun 1985 dunia olahraga Indonesia memang menuju puncaknya sebelum merosot hancur setelah tahun 1990. Saat itu sepakbola kita mampu berbicara di tingkat Internasional orang2 macam Rully Nere, Djoko Malis atau Bambang Nurdiansjah menjadi idola di masanya. Liem Swie King lagi jaya-jayanya. Namun Pical adalah fenomena tersendiri karena dia merupakan juara dunia Indonesia yang pertama. Teriakan : Elly...Elly...Elly menjadi teriakan wajib di tahun-tahun itu melengkapi banyak peristiwa macam bom cilandak atau penyerbuan tentara ke Tanjung Priok.
Tapi kegembiraan di masa lalu, kebanggaan di masa lalu tidak terlihat pada wajah Elly Pical di masa itu. Tangannya yang rada gemetar tidak memperlihatkan bahwa tangan kiri itu pernah dijuluki sebagai Rudal Exoceet, seperti Rudal buatan Perancis yang digunakan Inggris buat gempur Argentina di Pulau Malvinas. Tangan itu seperti tangan yang lelah. Bangsa ini tidak pernah mampu memuliakan orang yang berjasa pada negara, orang banyak makmur bukan dari kerja keras tangannya tapi dari mencuri : Mencuri uang pajak, memark up anggaran atau membobol bank. Tangan jujur seperti Elly Pical yang tidak pernah mengambil uang rakyat, bahkan pernah membuat orang Indonesia bangga pada bangsanya hanya kadang-kadang diangkat untuk memarkir mobil........Hidup memang tragedi dan tragedi selalu memilih di tempat yang sistem masyarakatnya kacau.
ANTON
3 comments:
Saya sampai mbrebes mili mbaca tulisan ini mas .
Saya termasuk salah satu yang berteriak teriak ketika Pical jadi juara dunia saat itu .
Dan ketika tahu nasibnya kini ...
saya hanya bisa berteriak : Assuuuu
bukankah Istrinya rina siahaya adalah dokter gigi?? seharusnya istrinya bisa mengelola uang ellyas pical yang pada th 1987 sudah sekitar 1 Milyar tapi kenapa mereka bisa jatuh miskin???
Dulu sudah ada perhatian berlebih.. Kenapa sekarang miskin.. Kalau mau kelola dengan baik uangnya tak akan kayak gitu.. Salahnya sendiri berarti kayak gitu.. bukan salah pemerintah.
Post a Comment