Pada tahun 2002 tidak lama setelah Bom Bali tingkat kunjungan turis asing lansung anjlok, orang asing takut berkunjung ke Indonesia. Satu-satunya harapan yang membuat Bali bertahan adalah kunjungan turis lokal. Saya masih ingat semangat banyak orang Indonesia untuk tidak ke luar negeri tapi berani berkunjung ke Bali untuk mendukung orang Bali dan pariwisata Bali saat mereka dijauhi dunia Internasional motto yang dikenal saat itu : "Bali tidak akan kita tinggalkan", begitu juga saat Aceh dilanda Tsunami jutaan orang Indonesia semuanya menangis melihat acara TV Tsunami di Aceh, sumbangan datang bertubi-tubi dan sebagai bangsa saat itu kita bersatu. Di tahun 1998 saat kelas menengah dihancurkan oleh krisis moneter dan banyak berdiri warung tenda untuk kaum pekerja kantoran yang kena PHK semua orang berbondong-bondong meninggalkan restoran dan cafe tempat mereka biasanya kongkow tapi ke tenda-tenda pinggir jalan untuk membantu saudara-saudara kita yang terkena musibah PHK dan bencana keuangan lalu berdagang makanan dan minuman di warung tenda.
Dibalik intrik-intrik rendahan, ancaman persatuan nasional, konflik SARA dan politik sebagai bangsa kita diikat oleh perasaan cinta yang kuat. Oleh sebab itu Indonesia tidak akan pecah seperti Balkan yang terpecah atau Rusia yang hancur berkeping-keping, kesadaran persatuan Indonesia dibentuk oleh cinta dan pengalaman yang sama. Inilah kenapa ketika Alvin Toffler ditanya tentang tren perpecahan wilayah sebuah bangsa dan ia bicara mengenai Indonesia, Toffler berkata :"Indonesia itu tidak akan terpecah oleh alasan apapun, kerna persatuan Indonesia dibentuk dengan perasaan bukan dengan kekerasan".
No comments:
Post a Comment