Setelah Gempa
By Anton Djakarta
Tuhan, Gempa lalu sudah pergi
Ia terbang bersama angin
tapi kenang-kenangan sebelum gempa menjadi gambar buram dalam diriku
Kotaku, Desaku, Sungai yang lihai cara meliuknya, Bukit-Bukit yang berbunga di musim hujan, atau cendawan yang menapaki pohon-pohon hutan belantara
Dunia yang aku kenal rusak ya Tuhan
Bayangan harimau berlarian dari sudut Pasaman
Bau Kematian seperti bau dupa
dan suara tangis menjadi riuhan anak-anak di kala sore
Tuhan, Beri aku kekuatan
kekuatan yang telah diajarkan pada sidang di surau-surau
kekuatan yang pernah disejarahkan pada Tambo yang aku baca di masa lalu
Bumiku, Bumi Minangkabau
Tanah Pusako, Warisan Ninik Mamak
Bumi alam yang berserak-serak di rerumputan hitam terbakar api karena gempa
Air saja menyalakan api, melihat jerit anak bayi
Kota ini yang begitu indah
Gunung-gunung melingkari Bukittinggi
Ruko-Ruko di lingkar Ulak Karang Pantai Padang
Atau ketika aku mandi di laut tepi Pariaman
Ah, Luka Tambo yang aku lukiskan pada anak cucuku kelak
Adalah luka setelah gempa
Jalanan dilukiskan darah kering
darah yang pelan-pelan menjadi abu debu aspal
Disinilah sejarah hidup manusia berakhir
Karena gempa
Tapi hidup, toh adalah harapan
Dan harapan merupakan susunan doa kita pada Tuhan
Dengan harapan kita bakar kayu api kehidupan
lalu gerak menggiling kenyataan
kita bangun kehidupan
dengan kekuatan akal Minangkabau
Ah, bumiku bumi Pusako
Minangkabau yang tak lekang indahnya
Kampung yang jauh di mata
Gempa sudah berlalu
Maka kini saatnya
Kita bangun kehidupan
Tangan-tangan kita
Kerja Kita
Pikiran Kita
Adalah untuk menciptakan
Kota, Desa, Sawah, Ladang agar bersemi kembali
Langit menjadi payung bagi lembayung
Dan anak-anak kita bisa tertawa memuji dunia
Wahai bangsaku Indonesia, Wahai Anak Minang
Marilah kita ingat Pepatah Inyiak kita
Anak-anak kato manggaduah
sabab manuruik sakandak hati
kabuik tarang hujanlah taduah
nan hilang patuik dicari
Sekarang suasana telah baik
keadaan telah pulih
sudah waktunya
menyempurnakan kehidupan.
No comments:
Post a Comment