Sunday 4 October 2009

Narasi Memindahkan Ibukota Djakarta Ke Palangkaraja


(Gambar atas : Semaoen di masa Pergerakan Nasional 1920-an).



Narasi Memindahkan Ibukota Djakarta Ke Palangkaraja

By.Bustanus Salatin


Akhir riwayat, sang pengobar semangat rakyat Hindia ini meninggal dunia tahun 1971 pada usia 72 tahun. Sebelum mangkat, Semaoen sempat berucap: “Hawa panas di Hindia, negeri Arab, Hindoe, Tionghoa.... penting dalam ilmoe ghaib, ataoe sering dikodratkan oleh Toehan jang Maha Koeasa mengeloarkan Nabi ataoe Begawan-begawan jang terbesar-besar.”



Wacana pemindahan ibukota Republik Indonesia ke PalangkaRaya menarik untuk dikaji dan diskusikan. Terlebih lagi wacana ini selalu terus didengungkan jikalau ibukota pemerintahan di Jakarta mendapat bencana banjir seperti yang terjadi tahun-tahun yang lalu. Meta-narasi besarnya adalah Soekarno sebagai peletak gagasan untuk pemindahan ibukota RI ini ke Palangka Raya. Menarik sekali meta-narasi ini untuk ditelusuri dan di bongkar kembali. Ternyata dari telusuran litelatur, Tokoh pemikir dibalik pemindahan Ibukota RI adalah Semaoen. Tokoh ini juga mempengaruhi secara ekonomi, social, politik serta arsitektur dimana cikal bakal desain Palangka Raya.

Pada era demokrasi terpimpin pada masa era soekarno, Semaoen seorang Tokoh Sarekat islam (SI) 1918 Ketua SI Semarang, yang baru kembali dari pengasingannya di Uni Sovyet ke Indonesia oleh Pemerintah Kolonial Belanda waktu itu pada tahun 1953. Semaoen dipilih menjadi anggota Dewan Ekonomi Nasional oleh Soekarno alasan pengangkatan ini adalah Semaoen selama di pengasingan pernah diangkat oleh pemerintah Stalin sebagai Pimpinan Badan Perancang Negara (Gozplan) di Tajikistan dengan pangkat Wakil III Perdana Menteri.

Pengaruh Semaoen terhadap Soekarno sangat besar. Ini terlihat bagaimana Semaoen melontarkan Pemindahan Ibukota RI. “Pindahkan ibukota keluar dari Jawa, Ke Palangka Raya Kalimantan Tengah” tulis Pramoedya Ananta Toer. Alasan Semaoen adalah mematahkan faktor genetika dari peninggalan pemerintahan Kolonial Belanda yang masih diteruskan oleh pemerintah Soekarno yaitu export pembunuh bayaran yang berbedil untuk menguasai luar jawa dimana kekayaan diluar jawa diangkut ke jawa serta export orang Jawa tanpa bedil diluar jawa-madura dengan mengunakan pacul (Transmigrasi besar-besaran). Rancangan ekonomi negara ini dituangkan Semaoen dalam bukunya “Tenaga Manusia sebagai Postulat Teori Ekonomi Terpimpin”.

Menurut Semaoen memindahkan Ibukota RI adalah alasan Politik Ekonomi. Hutan Palangka Raya saat itu adalah asset untuk membangun Indonesia sebuah pembiayaan untuk membangun ibu kota negara. Pada kenyataannya asset hutan ini pada jaman orde baru dikuras besar-besaran oleh Soeharto Tapi Ibukota Negara tidak jadi pindah juga.

Jadilah Hutan di Kalimantan gundul habis semua sehingga menjadi cerita narasi bagi orang – orang Dayak yang kalah. Tempun Petak Nana Sare, Semaoen mengusulkan untuk tahun 1961-1965 harus mengupayakan antara lain: “menaikkan national-income, hingga dalam tahun 1965 mencapai taraf 50% di atas taraf tahun 1961; di lapangan pertanian harus diutamakan intensifikasi, yaitu penggunaan bibit-unggul, rabuk, agroteknik modern dan irigasi; dikerjakan segala tanah bero untuk penghasilan buah-buah tanaman atau untuk perikanan darat dan perikanan tambak; dimulai dengan transmigrasi secara besar-besaran atas dasar pembangunan prusahaan-perusahaan pertanian negara; di lapangan industri harus dibangun perusahaan pabrik-pabrik negara yang baru-baru, dengan memperkenankan swasta juga mendirikan pabrik-pabrik baru, termasuk pabrik-pabrik rabuk di tiap-tiap propinsi; harus dibuka pertambangan-pertambangan negara yang baru-baru terutama pertambangan emas di Menado, daerah-daerah Kalimantan, pulau Jawa dan Sumatera; didirikan pabrik pengecoran besi dan baja, diintensifikasi produksi dalam semua pabrik dan bengkel-bengkel mesin dengan menggunakan dua ploeg atau tiga ploeg sistim; dimulai dengan mendirikan pabrik mesin untuk membuat alat kerja dan perlengkapan pabrik-pabrik baru serta perlengkapan-perlengkapan transpor; pertambangan biji besi dan logam-logam lain untuk industri serta minyak tanah harus diperluas dengan modal negara (pemerintah) dimana perlu dari pinjaman luar dan dalam negeri; segala perusahaan sandang-pangan harus dinaikkan produksinya paling sedikit dengan 60% dalam lima tahun; dengan melaksanakan program ini dimaksud melenyapkan paling sedikit 3/4 jumlah pengangguran di desa-desa dan kota-kota” (Suar Suroso).

Sejarah menulis, Wacana Ibukota RI di Palangka Raya dinarasikan oleh Soekarno, kenyataan studi litelatur Dalam narasi yang berbeda Semaoen memiliki peran besar dalam mempengaruhi pikiran Soekarno mengenai wacana pemindahan Ibukota RI ini Palangka Raya dengan pengalaman strategisnya sebagai bekas pimpinan buruh di SI Semarang dan pemimpin badan perancang Negara.

Bagi kami kau tak hilang tanpa bekas, tidak. Hari ini tumbuh dari masamu. Tangan kami yang meneruskan. Kerja agung jauh hidupmu. Kami tancapkan kata mulia hidup penuh harapan. Suluh dinyalakan dalam malammu. Kami yang meneruskan kepada pelanjut angkatan (Henriette Rolland Hoslt).

I. Merubah Dunia Salah Satunya Harus dengan Menulis

PUISI seperti dikutip di atas ditorehkan di makam Ali Archa, teman sejawat Semaoen, H Misbach dan Tan Malaka - di tempat pembuangannya di Digul, Tanah Papua. Menjadi "tak hilang tanpa bekas", ketika jejak langkah tulisnya dibaca dan terbaca kembali, yang tidak saja ditemukan sejarahnya, tetapi juga membongkar historiografi yang telah bertahan lama, sebagaimana telah dilakukan Takashi Shiraisi dalam membongkar historiografi ortodox setelah menelusuri kembali naskah-naskah yang ditulis para aktivis SI (Sarekat Islam) Merah yang utamanya berbasis di kota Semarang (SI Locaal Semarang/SI Afdeling Semarang).

Takashi Shiraishi menjelaskan3, Misbachlah dan juga Mas Marco Kartodikromo, Semaoenn, serta Tan Malaka - yang mengingatkan kita akan kesalahan klasifikasi Nasionalisme, Islam, Komunisme itu dan memperingatkan kita akan pandangan nasionalis yang serampangan itu. Jika kita membuang klasifikasi dan pengamatan serampangan itu serta menghindarkan diri dari pandangan teleologis, maka pergerakan di perempat abad ke-19 akan muncul kembali dalam bentuknya sendiri yang khas. Di zaman pergerakan, pemimpin pergerakan berpikir, menulis, dan berkata serta bertindak sebagai orang pertama. Dicerahkan oleh kata-kata dan perbuatan mereka, rakyat melihat dunia dan bergerak. Akhirnyakita pun sekarang masih dapat melihat dunia mereka dengan mengikuti kata dan perbuatan mereka yang tergores dalam tulisan-tulisan yang mereka tinggalkan.

Ketika banyak orang menganggap setiap komunis itu atheis dan menghalalkan segala cara, novel 'Hikajat Kadiroen', yang ditulis Semaoenn di penjara justru berkisah tentang Toehan Alloh, tempat meminta bantuan, memberikan rasa syukur, dan sumber dari yang halal dan haram maupun masalah dari kodrat yang tak terhindarkan.

Atau tulisan dari H. Misbach di koran Medan Moeslimin: "Kami sebagai orang Islam wadjiblah dari djaoeh memboeka topi boeat tanda memberi trimakasih kepada Karl Marx jang menjadi penoenjoek djalan, karenanja kami bisa mengetahoei rintangan agama yang terbesar4.. "Ketahoilah, saja saorang jang mengakoe setia pada Igama dan djoega masoek dalam lapang pergerakan komunist, dan saja mengakoe bahoea tambah terbukanja fikiran saja di lapang kebenaran atas perintah Agama Islam itoe, tidak lain jalah dari sesoedah saja mempeladjari ilmoe kommunisme, hingga sekarang saja berani mengatakan djoega, bahoea kaloetnja kasalamatan doenia ini, tidak lain hanja dari djahanam kapitalisme dan imperialisme jang berboedi boeas itoe sadja, boekanja kasalamatan dan kemerdekaan kita hidoep dalam doenia in sadja, hingga kepertjajaan kita hal agama poen beroesak djoega olhnja5.

Dalam teks laporan kongres Komintern yang ke-4 pada tahun 1922, Tan Malaka yang mewakili Indonesia, dalam pidatonya menyebutkan bahwa ia bersikeras bahwa Pan-Islamisme berarti "perjuangan nasional untuk memperoleh kebebasan"6.

Bung Karno pernah berujar: "Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah." Mengapa kita membaca dan belajar pada sejarah, karena kalau tiada makna buat apa menghabiskan waktu untuknya. Paling tidak, dalam pengertian yang minimal, kita sedang tidak ingin mengulang kegagalan dan belajar pada keberhasilan untuk sebuah kemajuan, maka untuk itu kita belajar pada sejarah. Dengan sejarahlah pula, para pemikir, seperti Marx, Gramsci, Semaoenn, H. Misbach, Tan Malaka, hingga Manifesto kaum pergerakan selalu menampilkan kenyataan sejarah. Tuhanpun dalam kitab suci coba mengajari manusia dengan sejarah.

Berbicara atas sejarah, bukannya kita sedang menghapalkan nama dan tanggal peristiwa dan itu selalu yang dianggap penting, oleh siapa, dan mengapa semua menganggapnya penting adalah kenyataan tentang pertanyaan pada pelajaran sejarah. Ketika History adalah His Story para penguasa untuk mengkukuhkan status dominan mereka via manipulasi sejarah dan praktek pembodohan. Tugas revolusioner kita adalah MEREBUT ALAT PRODUKSI PENGETAHUAN7 .

Perebutan alat produksi pengetahuan dalam rangka membangun kritisisme dan emansipasi massa adalah dengan cara menciptakan intelektual dan ilmu pengetahuan yang berpihak kepada rakyat serta kemampuan membuka media propaganda bagi rakyat.

Dalam diskusi sejarah, menarik sekali ucapan dari Dom Helder Camara: "Ketika Aku Memberi Makan Orang Lapar, Aku Disebut Orang Suci. Namun, Ketika Aku Bertanya Mengapa Orang Itu Lapar, Aku Disebut Komunis." Ini menunjukan bagaimana kritisisme massa digebuk dengan stigmatisasi yang legitimasinya bersandar pada pemalsuan sejarah. Maka merebut alat produksi pengetahuan juga berarti pembongkaran sejarah yang dijadikan legitimasi bagi penolakan atas kritisime massa dan penolakan atas kebijakan-kebijakan populis.

Sejarah pergerakan, adalah di mana kita memperhatikan perkembangan masyarakat secara dialektis, sehingga kita dapat melihat ruh dan aliran darah dari pergerakan. Dalam konteks Hindia Timur, Pemerintahan Kolonial telah menyediakan Buitenzorg (Bogor) untuk mengamati dan mencari rumusan penghancuran bagi kaum pergerakan. Rumah Kaca8, yang dimaksudkan Pramoedya Ananta Toer adalah maksud dari itu. Produk rumah kaca adalah sejarah pergerakan yang dilihat dari permukaan yang kemudian banyak dijadikan referensi yang melahirkan apa yang oleh Takashi Shiraishi disebut sebagai historiografi ortodoks atau historiografi cangkokan yang melihat pergerakan dalam aliran Nasionalisme, Komunisme dan Islamisme.

Ulasan tentang ideologi-ideologi kemudian menjadi sebuah "rumah-kaca" yang gagal memahami tentang bahwa para pelaku ideologi adalah orang yang sedang merespon dunia yang menurutnya bergerak dan diapun bergerak mempraktekan pergerakan dan dalam kenang-kenangan kita sekarang menjadi sebuah memori tentang sejarah pikiran yang bertindak. Kegagalan atas pemahaman tersebut lahir dari historiografi ortodox yang merupakan historiografi cangkokan. Yang boleh kita sebut sebagai ilmu sejarah dari kinerja intelijen pemerintah kolonial Hindia Belanda.

2. Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia

Penetrasi ide-ide marxis di Indonesia dilakukan lewat ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeninging) yang didirikan oleh Henk Seneevliet pada Mei 1917, yang kemudian oleh para aktivisnya dikembangkan di Red Guardist di Surabaya maupun VSTP (Vereninging voor Spoor en Tramweg Personeel) di Semarang, dan akhirnya mampu mempengaruhi beberapa tokoh pergerakan Sarekat Islam, seperti Semaoen, H. Busro dan Darsono (Semarang), Alimin dan Musso (Jakarta), maupun H. Misbach danMas Marco Kartodikromo(Surakarta). Mereka inilah kelak ketika terjadi perpecahan di tubuhCSI (Centraal SarekatIslam) akan tergabung dalam Sarekat Islam Merah/Sarekat Ra`jat (SR)-PKI.
Ide-ide marxis itu kemudian semakin kuat dalam tubuh pergerakan rakyat dalam hal ini SI-SI lokal ketika kaum muda terpelajar seperti Semaoen - ketika itu berumur 19 tahun-merebut kursi ketua SI Locaal Semarang. Segera saja Semaoen menggerakan SI Semarang "ke kiri" sehingga mampu mengubah basis massa SI Semarang dari kelas menengah menjadi buruh, petani dan kaum miskin kota. Tidak itu saja, karena kemudian SI Semarang mampu merebut hegemoni di SI-SI lokal lainya dari tangan HOS Tjokroaminoto, terutama sekali setelah perjuangan ekonomi dengan pemogokan serikat buruh berhasil dan terbukti mampu menggairahkan kembali pergerakan rakyat pada umumnya dan SI pada khususnya.

Radikalisasi atau proses perevolusioneran SI Semarang sangat ditentukan oleh kondisi masyarakat Jawa yang memang sangat menyedihkan. Kemisikinan, kelaparan, dan penyakit telah mengakibatkan banyak orang menderita dan banyak orang meninggal dunia, hal ini. mengakibatkan agitasi dan propaganda SI Semarang segera mendapat sambutan dari khalayak luas.

Sementara itu ketika penderitaan sangatlah menyedihkan, justru Volksraad hanyalah komedi politik dan pemerintah mendirikan Indie Weerbar dan Milisi Boemi Poetra, sebuah pasukan pribumi untuk mempertahankan Hindia Belanda dari serangan musuh dan hal ini ternyata didukung oleh elit CSI maupun BO (Boedi Oetomo).

Berbagai bentuk penindasan yang sangat luar biasa, meminjam istilah Tan Malaka9, "tanah emas, surga buat kaum kapitalis, tetapi tanah keringat air mata maut, neraka bagi buat kaum proletar", kemudian melahirkan berbagai pertanyaan tentang sumber dan solusinya.

Dari Sneevlietlah mereka belajar menggunakan analisa marxistis untuk memahami realitas sosial yang dialami. Mereka berpendapat bahwa sebab dari kesengsaraan rakyat Indonesia adalah akibat dari struktur kemasyarakatan yang ada, yaitu struktur masyarakat jajahan yang diperas oleh Kapitalis10. George Mc.T Kahin memberikan penilaian: Tingginya derajat toleransi keagamaan dan ideologi politik yang dimiliki oleh banyak orang Indonesia, telah memberi kesempatan kepada banyak penganut agama yang taat untuk mengembangkan suatu sintesis kerja yang memadukan unsur-unsur pokok penting marxisme dan agama mereka11.

Dalam konggres-konggres CSI, Semaoen semakin memperoleh dukungan dari SI-SI lokal lainnya meski mendapat hadangan dari grup Abdoel Moeis dan H. Agoes Salim.
Kemudian untuk memperkuat propaganda dan pendidikan, Semaoen menarik Mas Marco Kartodikromo untuk bergabung dalam surat kabar SI Semarang, serta meminta Tan Malaka untuk mendirikan sekolah-sekolah rakyat.

Meskipun ada pertentangan antara grup Semaoen dan Abdoel Moeis, toh kemudian melahirkan transformasi baru dalam tubuh SI, ketika dalam kongres, SI memutuskan untuk melawan Zondig Kapitalisme (Kapitalisme yang haram), hal ini menunjukan perubahan orientasi SI dari kelompok ronda (Rekso Roemekso, didirikan di Surakarta awal 1912) untuk mempersiapkan perkelahian dan pemboikotan terhadap Cina, menjadi perjuangan yang lebih luas, pemerintahan sendiri dan perlawanan atas Kapitalisme.

Ditengah perseteruan dalam tubuh SI antara grup Semaoen dengan Abdoel Moeis dan Agoes Salim, didirikanlah PKI (Persarekatan Kommunist India/Partij der Komunisten in Indie) pada 23 Mei 1920 sebagai pengganti ISDV, di bawah pimpinan Semaoen.

Setelah kepulangannya dari negeri Belanda, Soewardi Soerjaningrat mempublikasikan terjemahan sebuah lagu berbahasa Peranacis, L `Internationale karya Eugene Pottier, lagu itu diberi judul Internasionale, Bangoenlah, bangsa jang terhina!, Bangoenlah kamoe jang lapar! Kehendak jang moelia dalam doenia! Senantiasa tambah besar. Linjaplah adat fikiran toea! Hamba-ra`jat, sadar, sadar doenia telah berganti roepa, Nafsoelah soedah tersebar Bagi prang penghabisan. Koempoelah berlawan. Serikat Internasional akan kemanoesian..

Lagu tersebut juga diterjemahkan oleh partai komunis di berbagai dunia sebagai salah satu ciri keanggotaan mereka dalam organisasi komunis internasional, Komintern yang didirikan oleh mendiang Vladimir Illich Ulyanov Lenin. Keikutsertaan kaum pergerakan rakyat Indonesia khususnya orang-orang kiri-komunis dalam kancah internasional, Komintern, diawali ketika ISDV menerima disiplin organ, syarat menjadi anggota Komintern, syarat itu diantaranya memakai nama partai komunis dan negara asal.
Informasi berasal dari sepucuk surat dari Haring, agen Komintern di Canton pada awal 1920, Haring adalah nama samaran Henk Sneevliet pendiri ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeninging) yang telah dipaksa keluar dari Hindia Belanda oleh pemerintahan kolonial dan hidupnya diakhiri oleh tembakan pasukan Nazi.

Semaoen kemudian mengirimkan surat tembusan tersebut ke para anggota ISDV hingga melahirkan kongres istimewa ISDV, kongres berlangsung cukup panas. Dalam sidang 2 orang mengajukan keberatan dengan alasan, jika kita menerima perintah Komintern, ini berarti kita berada dibawah orang Rusia. Semaoen mencoba menjelaskan bahwa Komintern bukan milik orang Rusia. Dan perubahan nama itu hanya sekedar disiplin partai. Akhirnya sidang menerima perubahan nama itu12.

Dengan diperkenalkannya disiplin partai (Partijucht) ala Barat oleh Soewardi Soerjaningrat, yang menyatakan tidak boleh adanya keanggotaan ganda dalam sebuah partai, hal inilah yang digunakan Abdoel Moeis untuk menendang keluar kubu Komunis dalam rangka perbaikan citra Tjokroaminoto di mata para etisi pemerintahan Hindia Belanda

Maka pecahlah kemudian CSI, orang-orang PKI kemudian mendirikan SI Merah yang kemudian menjadi Sarekat Ra`jat (SR.). Tan Malaka yang kemudian naik menjadi pucuk pimpinan PKI berusaha mengakhiri konflik ini. Dalam memorinya, Dari Penjarake Penjara, Tan Malaka menuliskan13:

yang sekarang masih saya ingat, pidato saya yang terpenting dalam kongres PKI tadi (1921), adalah uraian tentang akibatnya perpecahan awak sama awak, antara kaum komunis dengan kaum muslim, berhubung dengan politiknya "pecah dan adu" imperialisme Belanda. Perpecahan kita di jaman lampau, yang diperkuda oleh politik devide et impera itu sudah menarik kita ke lembah penjajahan. Kalau perbedaan Islamisme dan Komunisme kita perdalam dan lebih-lebihkan, maka kita memberi kesempatan penuh kepada musuh-musuh yang mengintai-intai dan memakai permusuhan kita untuk itu melumpuhkan gerakan Indonesia. Marilah kita majukan persamaan, dan laksanakan persamaan itu pada persoalan politik dan ekonomi yang kongret nyata terasa. Demikian sari pidato saya Sebelum usaha Tan Malaka mengakhiri konflik berhasil, ia telah dipaksa keluar dari Hindia Belanda, disusul kemudian para tokoh kunci PKI.

Dalam persoalan perseteruan dalam tubuh CSI, H. M. Misbach dalam Medan Moeslimin menuliskan:

Begitoe djoega sekalian kawan kita jang mengakoei dirinja sebagai seorang kommunist, akan tetapi mereka misi soeka mengeloewarkan fikiran jang bermaksoed akan melinjapkan agama Islam, itoelah saja berani mengatakan bahoewa mereka boekannya kommunist yang sedjati atau mereka beloem doedoeknja kommunist, poen sebaliknja, orang jang soeka mengakoe dirinja Islam tetapi tidak setoedjoe adanya kommunisme, saja berani mengatakan bahoewa bukan Islam sedjati, ataoe beloem mengerti betoel-betoel tentang duduknja agama Islam14

Dalam situasi yang terus menghadapi teror dan para pemimpinnya banyak yang ditangkap, dibuang dan lari, PKI mengangkat Sardjono menjadi ketua dan kemudian memutuskan berontak, oleh Tan Malaka yang kala itu berkedudukan sebagai agen Komintern untuk wilayah Timur Jauh telah dilarang, namun urung, pemberontakan meletus juga dan hancurlah PKI. Joseph Stalin juga melarang pemberontakan tersebut, bahkan memarahi dan menahan Musso untuk dididik ulang, namun ketika pemberontakan meletus Komintern toh memberi dukungan moral

Pemberontakan bersenjata PKI di Banten tahun 1926 dan di Sumatera Barat tahun 1927, kmeudian tidak saja menghancurkan PKI tetapi hampir seluruh gerakan rakyat di Indonesia.

Menurut Soe Hok Gie15, pada saat Jepang menyerah telah tumbuh bermacam-macam grup dalam PKI-grup Alimin/Musso yang hijrah ke Rusia, grup PKI 35, grup Digul di bawah Sardjono, grup mahasiswa di negeri Belanda dan grup-grup yang tidak tertangkap selama pendudukan Belanda dan Jepang. Mereka mempunyai tradisi kerja yang berlainan, mempunyai pengalaman yang berbeda-beda dan juga membawa emosi yang beraneka warna. Semuanya mengaku tunduk pada Komintern, semuanya berkiblat ke Moskwa.

Paling tidak di luar garisnya Tan Malaka, dalam tubuh gerakan komunis di Indonesia di tahu 1945, terdapat dua model. Model pertama adalah yang berkarakter home grown communist yang terkadang tidak berorientasi marxis-leninis-stalinis (Moskwa/Komintern ? Komunis Internasional), melainkan lebih pada patirotisme. Model ini kemudian mengkonsolidasikan dirinya pada PKI yang kembali didirikan pada tanggal 21 Oktober 1945, dipimpin oleh Mr. Moch. Jusuf. Pada tanggal 6 sampai 10 Februari 1946, PKI melangsungkan kongres di Cirebon. Sikap anti pemerintahnya ditunjukan dalam pernyataan bahwa pemerintah harus berkonsultasi dengan rakyat sebelum berunding dengan Van Mook. Sikap anti pemerintahnya juga ditunjukan dengan clash antara laskar-laskar PKI dengan TKR pada tanggal 12 Februari 1946. Putch Jusuf di Cirobon sesungguhnya sama dengan apa yang terjadi di bulan Desember 1945 yang kemudian kita kenal sebagai Peristiwa Tiga Daerah, di mana sejumlah pemimpin komunis melakukan putch terhadap pemerintah daerah di Tegal, Brebes dan Pekalongan.

Orang-orang komunis yang pulang dari Australia merupakan orang PKI yang dibuang di Digul dan patuh kepada garis Komintern, prihatin atas situasi yang dialami PKI Jusuf yang tidak sesuai dengan garis Moskwa. Maret 1946 mereka menyelenggarakan rapat di Jakarta dan memutuskan akan melakukan konferensi partai di Solo pada bulan April. Dalam konferensi tersebut Sardjono, pemimpin PKI yang memutuskan berontak di tahun 1926, terpilih menjadi ketua, dan kini PKI mendukung program pemerintah bahkan dalam konferensi tersebut muncul usul agar PKI dan PS melebur menjadi satu.

Model kedua adalah yang berkarakter russia trained atau moskwa trained. Model ini berorientasi pada Moskwa dan patuh kepada keputusan Komintern16. Model komunis seperti ini dikembangkan oleh Musso ditahun 1930-an dengan membangun PKI Illegal, setelah PKI hancur dan terpecah menjadi berbagai kelompok/grup mahasiswa di negeri Belanda dan grup-grup yang tidak tertangkap selama pendudukan Belanda dan Jepang. Mereka mempunyai tradisi kerja yang berlainan, dan juga mempunyai pengalaman yang berbeda-beda. Semuanya mengaku tunduk pada Komintern, semuanya berkiblat ke Moskwa. Amir Sjarifoeddin adalah sel dari PKI Illegaal.

Banyak kebijaksanaan Komintern yang diambil berdasarkan pengalaman di Indonesia. Tokoh-tokoh pergerakan rakyat Indonesia yang diusir keluar Indonesia seperti Semaoen, adalah agen Komintern untuk wilayah Asia Tengah dan sempat menjadi Perdana Menteri ketiga Republik Soviet Tadjikistan. Darsono, juga dari SI dan PKI Semarang diangkat menjadi agen Komitern di Eropa, berkedudukan di Berlin, setelah melihat kekejaman Stalin dan kebijakan oprtunis Komintern yang lebih mencerminkan kepentingan nasional Rusia ia bertobat. Tan Malaka ketua kedua PKI, yang juga mengawali karir pergerakan dari Semarang ?kota merah? diangkat menjadi agen Komitern wilayah Asia Timur, ketidaksepakatannya dengan Komintern atas sikap bermusuhan Komintern terhadap Pan Islamisme, kebijakan Komintern tentang kerja sama dengan borjuis dalam rangka melawan kolonialisme di negeri jajahan dan masalah pemberontakan 1926, membuat ia menjauhkan diri dari asosiasi tersebut. Sedang yang tetap setia pada garis Moskwa adalah para ?Haji Moskwa?, seperti Musso dan Alimin yang pernah ditugaskan beroperasi di Cina17.

3. Semaoen: Perancang Gerakan dan Perancang Negara

SEMAOEN lahir di Curahmalang Mojokerto Jawa Timur pada tahun 1899, bapaknya adalah Prawiroatmodjo tukang batu, di jawatan kereta api. Setelah lulus Tweede Klas (sekolah bumiputra kelas dua), Semaoen meneruskan jejak sang ayah bekerja di jawatan kereta api, di Staatsspoor (SS) Surabaya sebagai juru tulis (klerk) kecil.

Pada umur 14 tahun (tahun 1914), ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun kemudian ISDV afdeeling Surabaya (VSTP) afdeeling Surabaya. Pada tahun 1916 ia pindah ke Semarang karena diangkat menjadi propagandis VSTP yang digaji.

Di Semarang, ia kemudian terpilih menjadia presiden SI afdeeling Semarang, sekaligus juga menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Tahun 1920 dalam kongres istimewa ISDV, ia tepilih menjadi ketua pertama PKI, beberapa tahun kemudian ia melalang buana di Belanda dan Rusia setelah diusir dari Indonesia oleh pemerintahan kolonial, dan menjadi agen Komintern dan menjadi Gozplan (Badan Perancang Negara) Tajikistan/

Semaoen pulangh ke Indonesia pada tahun 1953 atas inisiatif Iwa Kusumasumantri. Ia kemudian mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Pajajaran dan diangkat oleh Soekarno sebagai anggota Dewan Ekonomi Nasional.

Pemikiran-pemikiran Semaoen di era kolonial muncul dalam berbagai media khususnya di Semarang. Ia juga menulis buku salah satunya Penoentoen Kaoem Boeroh dari Hal Sarekat Sekerdja - (1920) dan novel (Hikajat Kadiroen). Dan setelah pulang ke Indonesia ia menulis buku Tenaga Manoesia sebagai Postoelat Teori Ekonomi Terpimpin.

Dalam Penoentoen Kaoem Boeroh dan Tenaga Manusia, Semaoen menjadikan sejarah sebagai pintu masuk dengan metoe materialisme historis, yang meletakan sejarah dan perkembangan masyarakat dalam konteks hubungan-hubungan produksi (perkembangan tenaga-tenaga produktif).

Penoentoen Kaoem Boeroeh menjelaskan hilangnya kemerdekaan rakyat akibat masuknya perdagangan, modal dan mesin produksi barat, menjadikan takdir historis rakyat untuk berkumpul (begandring) dan mendirikan perkumpulan/perserikatan (verenenging) dan perlunya buruh mendirikan serikat pekerja (vakbond) yang memiliki modal pergerakan (kontribusi), kemampuan adminitrasi dan propaganda serta pengurus yang tidak terlantar.

Tenaga Manusia menjelaskan lebih rigid sejarah dan perkembangan masyarakat, dari komunalisme, feodalisme ke kapitalisme, juga dasar pemikiran Marx tentang nilai, uang, komoditas serta nilai lebih, dan karena Indonesia sudah merdeka tetapi revolusinya belum selesai -, ia menawarkan tahapan pembangunan ekonomi Indonesia dan pensitaan modal Belanda di Indonesia sebagai modal.

Dalam buku tersebut18, Semaoen mengemukakan enam tahapan untuk menuju kepada masyarakat Indonesia yang sosialis adil dan makmur. Masing-masing tahapan itu berjangka waktu empat tahun, mulai dari tahun 1961 hingga 1990. Di dalam rencana tahapan tersebut, Semaoen menyatakan bahwa di setiap tahapan terdapat target untuk meningkatkan pendapatan nasional sebesar 50 persen. Menurut dia, hal itu dapat dicapai dengan pembangunan perusahaan-perusahaan negara yang baru, perbaikan infrastruktur, intensifikasi pertanian dengan perbaikan irigasi, penggunaan bibit unggul, pemberian pupuk yang baik, serta penciptaan sistem agroteknik yang modern.

Selain itu, ia mengusulkan transmigrasi secara besar-besaran ke luar Pulau Jawa, khususnya Kalimantan. Tujuannya agar sawah para petani di Pulau Jawa dapat diperluas dua kali lipat. Tahapan rencana ini setelah 30 tahun diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para pekerja dan pegawai negeri lainnya sebanyak enam kali lipat. Setiap pekerja juga akan terjamin hari tuanya karena mendapatkan pensiun dari negara. Seluruh tahapan rencana ini dibuat untuk menciptakan suatu tatanan ekonomi masyarakat yang bebas dari pengisapan antarsesama manusia lainnya. Menurut Semaoen, dalam sistem masyarakat feodal, para petani dan buruh tani diisap tenaganya oleh para tuan tanah. Sementara dalam masyarakat kapitalistik, kaum pekerja atau buruhlah yang diisap oleh para pemilik modal. Oleh karena itu, menurut Semaoen, harus diciptakan tatanan masyarakat sosialis, yaitu suatu sistem masyarakat di mana modal dimiliki oleh masyarakat yang diwujudkan di dalam perusahaan negara. Seluruh keuntungan dari perusahaan tersebut dimiliki negara dan digunakan untuk kesejahteraan rakyat sehingga, menurut Semaoen, pengisapan antar sesama manusia sudah dihapuskan.

No comments: