Thursday 15 October 2009

Kangen





Burung gereja sudah selesai dengan sayap-sayap kecilnya
mencari angin menadah hujan
pada tepi tiang jendela dan siku-siku rumah
mata api hari ini membakar sepi
dan bulan menjadi tengkorak yang dilupakan
putih tanpa nyala

Ci, aku kangen
kangen pada selendang yang kau ikatkan di masa-masa lama
jalan-jalan kita dan cerita di tengah malam
aku kangen pada ingatanmu
tentang kolesterol atau darah tinggi

Laut menghitam angkasa menjadi neraka
tak peduli ombak meraksasa sebesar gunung sundoro
matamu yang kuingat menusuk tajam pelan-pelan
Terpaksa hidup kutantang sendirian

Sore dulu begitu indah
dengan gagasan dan warna pelangi
seribu kenangan menyerbu bagai roman picisan yang tak kunjung selesai
dan mata hujan menjadi langit-langit setiap bab cerita yang kita bacai

Bunga itu tumbuh pelan
bunga yang kau tanam dengan derasan tanganmu dan doamu di tiap malam
sajadah merah sudah bersimbah air mata
dan lamunan kekesalan menjadi kerak-kerak luka

Aku kangen dan ingin memelukmu
aku rindu pada badai yang membesarkan pikiran
aku rindu pada gairah membangun masa depan yang kau sodorkan
aku rindu pada impian raksasa
aku rindu pada kesederhanaan

Balok-balok kayu dan batu yang sudah kau susun di hatiku
kini sudah menjadi pintu membaja
susah untuk dibuka
mengganti hati, hanyalah urusan tawar-menawar kehidupan
bukan ketulusan, bukan niat menemani

Kesetiaan apakah bisa aku pertahankan
tak peduli aku harus menjadi majnun yang merenungkan layla
tak peduli aku harus menjadi Romeo yang kapiran

Malam ini menepi
esok pagi datang
dan separuh jiwaku hilang
aku kangen
Rinduku adalah sayap-sayap patah yang kehilangan arah
burung tak lagi punya nama
harimau tak lagi prabawa
tanpamu separuh jiwa terbang ke langit jingga

Aku mencintaimu lebih dari tapal batas yang engkau mengerti
aku menyayangimu seperti seorang ibu pada anaknya, tanpa batas waktu

Luka ini sudah menjadi candi batu
diam membisu di hatiku
ruang suci candi hanya menyimpan namamu
dan ketika perkamen-perkamen kisahmu dibuka
hanya kangen yang aku rasai.

No comments: