Wednesday, 21 November 2007

Bung Karno, Irak dan Harga Diri Sebuah Bangsa

Bung Karno, Irak dan Harga Diri Sebuah Bangsa

Oleh : ANTON

Pada akhir dekade 1950-an di sebuah pagi yang dingin dan hujan salju turun lebat pada suatu ruangan di Kremlin, Uni Soviet. Kruschev, Sekjen Partai Komunis Uni Soviet bertanya pada Bung Karno. “Apa yang bisa kami bantu untuk negara anda, Kamerad?”
“Beri saya Stadion” jawab Bung Karno singkat.
Kruschev dengan wajah bingung langsung menyambar “Kenapa Stadion, bukan senjata untuk menaklukkan negara-negara Imperialis-Kapitalis?”
“Kami bangsa cinta damai, kami sudah cukup berperang. Yang kami perlukan adalah persatuan dan persatuan bangsa kami salah satunya adalah lewat pidato-pidato saya, lewat stadion gelanggang olahraga, kami akan tunjukkan pada negara-negara Oldefos, negara-negara Imperialis. Bahwa bangsa kami mampu berdiri tegak di antara bangsa-bangsa lain, dan stadion itu adalah tonggak bagi perlawanan memerangi Imperialisme sebagai fase terakhir dari Kapitalisme” Kruschev makin tercengang.
Dan dengan dana bantuan Uni Soviet maka dibangunlah Stadion Utama Gelora Bung Karno. Sebuah Stadion yang menyimpan sejarah besar negeri ini. Dari pidato-pidato Bung Karno yang menggelora tentang Nasakom, Manipol Usdek, Pantja Azimat Revolusi, Trisakti, Vivere Pericoloso, Genta Suara Revolusi, sampai pada JASMERAH Jangan Sekali-kali melupakan sejarah, penyelenggaraan Asian Games ke IV yang menolak Israel dan Taiwan, penyelenggaraan Pekan Olahraga Negara-Negara Dunia Kekuatan Baru Dunia atau GANEFO, Pidato 17 Agustusan, Kirab-Kirab Front Nasional, Pameran Kekuatan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Ulang Tahun PKI ke 45 dengan ucapan terkenal Bung Karno ‘PKI kuwi yo sanak, yo kadang...yen mati aku melu kelangan’ (PKI itu sanak saudara, kalau mati aku akan hampa), Pemindahan Markas Kostrad dari Merdeka Barat ke Stadion Senayan oleh Suharto karena takut di bom AURI, Penyelenggaraan PON, Konser Mick Jagger, Kantata Takwa dan Iwan Falsnya sampai Ulang Tahun Golkar.

Kemudian Stadion ini menjadi tempat yang jorok, ladang obyekan bagi Sekneg, lahan bisnis rebutan antara Sekneg dan Pemda DKI, hanya tempat penting bagi Perjaka Senja (Persatuan Pejalan Kaki Senayan Jakarta) sembari mendengar celoteh Mar’ie Muhammad bicara berapi-api di bangku plastik depan tukang teh botol, tempat Bill Clinton berlari pagi dan menyalami tukang ketoprak, dan Kongres-Kongres Internasional yang separuh hati termasuk APEC.
Tapi tahun 2007 Stadion Senayan yang namanya kemudian dinisbahkan pada nama Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno oleh Gus Dur, membuat kebanggaan yang luar biasa. Di minggu pertama piala Asia, stadion ini menorehkan sejarah tentang bangkitnya Sepak Bola Indonesia. Sebuah kenangan masa silam bangkit stadion itu penuh sesak persis saat Persib lawan PSMS dengan jago-jago seperti Ponirin Meka atau Adjat Sudradjat. Dan saat Indonesia lawan Arab Saudi dan Korsel, semua bangsa Indonesia tersentuh semangatnya, tergetar hatinya melihat merah putih berkibar. Sebuah bangsa yang merindukan getar patriotisme yang dulu terdengar lewat suara Bung Karno kini menjadi getar di kaki Elie Aiboy dan Bambang Pamungkas. Memang kita kalah tapi tidak 8-1 seperti jaman Bambang Nurdiansyah dulu. Kita kalah dengan kepala tegak dan masih ada harapan melihat sepak bola Indonesia ke depan.
Dan yang jauh lebih menggetarkan, ada sebuah bangsa yang dihinakan kemanusiaannya, diremehkan harga dirinya, diadu domba persatuannya oleh kepentingan-kepentingan bejat Amerika Serikat untuk mendapatkan minyak. Kini berdiri tegak, memperlihatkan pada dunia bahwa mereka ada, menunjukkan pada dunia bahwa mereka satu. Bangsa Irak sedang menari-nari di jalanan yang menyimpan luka penghinaan, di jalanan yang menyimpan dendam dan air mata, di jalanan yang pasar-pasarnya bercerita tentang keluarga mereka yang mati karena bom di hari sial. Dari tanggul-tanggul mimpi kini mereka tegak berdiri. ‘Bahwa mereka masih ada’ mengalahkan negara-negara kaya pekerja keras seperti Korsel, Cina dan Jepang, mengatasi negara-negara pemimpi seperti Vietnam dan Indonesia, mengalahkan antek-antek Amerika seperti: Australia dan terakhir menghujam negara yang kaya tapi malas bekerja keras :Arab Saudi.

Ditengah-tengah nyanyian bangsa Irak, dan tabur bunga serta letusan-letusan peluru kemenangan, Gol Younis Mahmud menyelamatkan bangsa Irak dari perpecahan...Lamat-Lamat terdengar suara Bung Karno di Stadion kita itu untuk bangsa Irak...’BILA KAMU DITANYA BERAPA JUMLAHMU...JAWABLAH KAMI SATU”
ALLAHU AKBAR
ANTON

No comments: