Skema Sponzi Dalam Sistem Keuangan
Oleh Anton
Rakus itu Baik...
(John Gekko, dalam Film Wall Street 1988)
Ada satu kelemahan watak orang Indonesia dalam memahami pertumbuhan nilai uang yaitu : Rakus. Kerakusan ini lebih disebabkan bukan karena mereka tahu bagaimana mendeteksi booming sebuah investasi, tapi lebih karena ketidaktahuan mereka terhadap makna investasi. Kasus Wahana Globalindo yang merupakan komprador dari Dressel sebuah Reksadana terbitan Swiss atau kasus Alam Raya menunjukkan betapa irrasionalnya orang Indonesia menanggapi sebuah kasus Investasi.
Watak orang Indonesia lebih sering memfokuskan pada hasil, bukan proses. Setiap sesuatu atau tindakan pasti punya asal muasalnya, dengan kata lain setiap sesuatu punya silsilahnya, punya historisnya dan setiap sesuatu berkembang dengan hukum rata-rata/hukum normal. Kalaupun ada penyimpangan maka waktu yang akan menarik kembali penyimpangan itu ke dalam rata-rata dan baik pertumbuhan maupun penyusutan juga selalu bergerak dalam situasi rata-rata kita mengenalnya sebagai : Trend.
Dan rata-rata normal pertumbuhan bisnis dalam setahun adalah 20-30% atau memiliki spread antara 10%-15% dari tingkat risk free interest seperti : Suku Bunga Bank yang dijaminkan atau Obligasi Pemerintah yang nyaris tidak ada resiko default. Keadaan bisa berubah bila memang ditemukan sebuah bisnis yang booming dan memiliki pertumbuhan cepat bisa diatas 100% dalam durasi dibawah satu tahun, tapi pertumbuhan yang cepat dan dashyat akan mengalami penyusutan pertumbuhan juga dalam tempo singkat. Bisnis-bisnis dengan kategori pertumbuhan cepat saat ini seperti : Internet (penemuan-penemuan baru dalam jaringan internet), Pertambangan dan Energi serta Komunikasi diluar industri itu semua pertumbuhan mengalami situasi stagnan atau bertumbuh dalam situasi rata-rata.
Tapi kalau misalnya bisnis cabe seperti yang digembar-gemborkan Alam Raya pada waktu itu mengalami peningkatan diatas 30% dalam durasi tiga bulan dan itu berlangsung terus menerus jelas sebuah kebohongan, karena bagaimanapun bisnis cabe merupakan bisnis konvensional, ledakan harga cabe hanya berlangsung sesaat dan merupakan ledakan Sistemik Pasar, sebuah ledakan yang tidak bisa dikendalikan oleh pelaku pasar namun akan segera menemukan titik keseimbangan baru lewat rasionalisasi pasar. Dan titik keseimbangan inilah yang merupakan tangan kuat untuk menarik harga cabe ke dalam hukum normal. Ketika harga cabe masuk ke dalam hukum normal, Pak Haji yang punya alam raya jadi bingung bagaimana menaruh dana masuk, sementara ia sendiri sudah meletakkan landasan yang paradoks antara sistem kredit dengan sistem investasi : Di brosurnya ia mengatakan dana nasabah yang masuk adalah investasi tapi ia juga menjamin tingkat pengembalian sebesar kontrak yang sudah disepakati (Investasi dimanapun mengharamkan tingkat pengembalian pasti, bila tingkat dijamin pasti oleh pihak defisit maka itu masuk ke dalam wilayah kredit). Ia menganggap harga cabe terus menerus tumbuh sesuai dengan ekspektasi-nya dimana ia mendasarkan perkiraan ROI (Return of Investments) berdasarkan gerak booming bukan gerak normal, maka yang didapat adalah hancurnya siklus uang yang dikelola.
Begitu juga dengan Wahana Globalindo sebagai agen dari Dressel. Berulang kali saya ditawarkan oleh banyak teman untuk masuk ke dalam Reksadana Dressel ini dengan mengatakan bahwa tingkat pertumbuhan diatas 100% bahkan salah satu teman mengiming-imingi “ pengembaliannya ajeg diangka 300%, terus-terusan selama dana kita ditaruh, Ton” saya tanya “apa dana yang masuk kemudian digunakan dalam bisnis judi seperti di Makau atau Las Vegas?” teman saya diam sebentar dan berkata “No...no this is pure mutual fund, dana yang masuk di investasi ke dalam saham perusahaan-perusahaan legal” Lalu saya berpikir hebat benar Manajer Investasi Dressel bisa tumbuh diatas 300%, petaruh investasi macam Soros saja harus menemukan momentum yang tepat untuk mendapatkan keuntungan diatas 300% dan itu hanya satu saat saja, bukan terus menerus.
Hanya momentum yang bisa menghentikan laju gerak rata-rata. Ini sesuai dengan hukum Universal Newton tentang Gerak terus menerus dan harus dihentikan dengan sesuatu, dan sesuatu itu adalah momentum dan momentum dalam terminologi investasi tidak bisa didapat terus menerus. Kerja momentum hanya didapat melalui situasi pasar yang sudah tidak normal dan mulai mengindikasikan adanya ketidak seimbangan baru. Disinilah momentum mulai membentuk trend baru sebelum akhirnya menjadi normal kembali.
Jadi ketika saya ditawarkan Reksadana dengan pertumbuhan diatas 300% maka saya berpikir dengan akal sehat sama seperti ketika Alam Raya dipromosikan teman saya dengan puja-puji berlebihan pada Pak Haji, pada saat saya ditawarkan dengan skema keuntungan yang berlipat-lipat maka pertanyaan saya :
1. Kenapa institusi Bank atau lembaga pembiayaan lain tidak masuk, bagaimanapun mereka sangat rasional menempatkan dananya.
2. Bisnis apa saja yang ada dalam portofolio mereka
3. Cek dulu berapa rata-rata tingkat pengembalian bisnis ini dalam 2-5 tahun ke belakang, baik pola pertumbuhan atau penyusutan pertumbuhan.
4. Tetap melihat pada intinya..sekali lagi intinya, misalnya kalau kita ke Alam Raya pada waktu itu, ada pengajian dan ceramah-ceramah agama atau gambar-gambar tokoh-tokoh masyarakat sedang berkunjung itu merupakan titik plesetan perspektif yang mengalihkan perhatian dari inti kenapa kita menanamkan modal kita? Yang dijadikan pegangan ketika kita mengeluarkan uang adalah kita tahu benar uang itu untuk apa, bagaimana pola geraknya dan bagaimana ekspektasi pengembaliannya dilihat dari sisi historisnya.
5. Ketahuilah display investasi atau kemana dana kita dimasukkan dan untuk apa. Bila suatu saat ada orang mengajak kita berinvestasi lihat dulu industrinya. Dan pelajari lalu ambil kesimpulan kenapa kita berani masuk ke dalam industri ini. Bila hasilnya tidak sesuai dengan prediksi setidak-tidaknya kita sudah bersikap rasional di awal mula. Sehingga tidak memunculkan kejutan-kejutan yang bisa merusak urat syaraf kita atau malah mengakibatkan kematian karena stress. Tingkat stress dalam memahami investasi kebanyakan disebabkan kita tidak mampu meraba-raba hukum normal, yang ada hanyalah optimistik dan ekspektasi berlebihan.
Lalu kenapa pihak kolektor dana masyarakat itu bisa mengembalikan bunga pada tahun-tahun awal. Disinilah skema sponzi bekerja. Polanya ada di Arus Kas, selama masih ada uang masuk maka bunga bisa terus dibayarkan dan selama jumlahnya yang masuk minimal tiga kali lipat dari jumlah bunga yang harus dikembalikan kepada pemodal maka selama itu bisnis model sponzi berlangsung aman.
Jadi kalau memang mau rakus sekalian, kita bisa masuk pada awal sekali (dan kita harus yakin dana yang kita masukkan adalah untuk sponzi game) idealnya masuk pada tahun pertama dan maksimal bulan ketiga lalu keluar pada bulan kesembilan tapi itu juga harus dilihat skala penipuannya. Masalahnya mau anda juga terlibat sebagai bagian dari penipuan?
ANTON
No comments:
Post a Comment