Tuesday, 27 November 2007

Asosiasi Guru Sejarah

Asosiasi Guru Sejarah Dan Kepentingan Sejarah

Oleh : Anton

Sebagai penggemar sejarah saya senang sekali dengan berita Kompas (1/09/07) tentang rencana dibentuknya Asosiasi Guru Sejarah yang akan mewadahi dan melindungi guru sejarah. Dulu waktu sekolah saya selalu ingat guru-guru sejarah saya dari mulai SMP kelas satu sampai SMA kelas tiga adalah orang-orang yang menarik pikirannya, beruntung mayoritas guru sejarah saya bukan orang-orang yang kaku (kecuali guru sejarah kelas dua SMP, yang lebih konsentrasi pada sok galaknya ketimbang diskusi yang terbuka), diluar itu semua guru-guru sejarah saya orang yang terbuka dan membuka diri terhadap setiap informasi sejarah, saya selalu berdiskusi dengan mereka tentang informasi sejarah yang saya dapatkan dari kakek saya. Alhamdullilah saya selalu mendapat nilai sepuluh dari mata pelajaran ini dan nilai-nilai sejarah ini bisa digunakan sebagai pengimbang dari ketidakmampuan saya di bidang Matematika yang selalu dapat nilai di bawah 5.

Dulu pelajaran sejarah Indonesia pada periode 1945-1949 diletakkan pada nilai-nilai yang agak cenderung militeristis sehingga kurang dijelaskan makna sesungguhnya dari Revolusi Kemerdekaan yang merupakan perlawanan ‘rakyat bersenjata’ bukan ‘militer bersenjata’- . Pengetahuan sejarah formal dibatasi pada buku-buku hapalan yang terus terang saja tidak hidup. Jaman Orde Baru tidak terbuka menerangkan bagaimana proses identitas keIndonesiaan terbentuk, fokus sejarah di luar buku formal untuk anak-anak yang banyak dijual di toko buku diarahkan pada perjuangan bersenjata pra Budi Utomo. Rangkaian perlawanan dari Sultan Ageng Tirtayasa, Raden Purbaya, Pangeran Antasari, Imam Bonjol, Diponegoro sampai Tjoet Nyak Dien disampaikan seolah-olah mereka memperjuangkan Ke Indonesiaan, bukan memperjuangkan kepentingan politik tertentu yang sifatnya lebih lokalistik –seperti pertanyaan apakah Diponegoro angkat senjata untuk merebut posisi Sultan atau memang murni mengusir Belanda dari tanah Yogyakarta?-. Peran VOC yang jahat seakan-akan menghilangkan fungsi penting VOC untuk menyatukan wilayah Nusantara. Yang jadi pertanyaan lebih berjasa mana Van Heutz atau Diponegoro dalam menyatukan Indonesia? Atau Daendels yang begitu revolusioner dalam menciptakan jalan raya yang meliputi seluruh Pesisir utara Jawa dari Anyer sampai Panarukan yang bukan saja mendorong proses modernisasi, kapitalisasi bahkan memancing pembangunan infrastruktur-infrastrukyur raksasa, seperti : jalan kereta api, jalan-jalan kota dan lain-lain. Apakah peran Daendels yang jahat dalam kenangan sejarah justru menjadi pemicu proses bersatunya para elite Jawa kemudian menjadi elite Indonesia yang melting potnya berlangsung di Batavia, Bandung, Yogyakarta, Semarang dan Surabaya bisa dihargai peranannya seperti yang terpampang dalam prasasti nol Kilometer di Kota Bandung.

Banyak yang kontradiktif dalam sejarah kita. Apalagi setelah era Kemerdekaan dan ini yang menjadi catatan saya sehingga perlu adanya riset menyeluruh tentang sejarah Indonesia yang objektif tidak memihak dan adanya komitmen masyarakat untuk melindungi guru sejarah. Sejarawan adalah profesi yang rumit, dia harus membongkar masa lalu tanpa memihak namun kadang-kadang pengalaman hidupnya dimasa lalu, sentimen-sentimen masa lalu pribadi dan kepentingan-kepentingan terselubung selalu mewarnai intelektualitas dalam dirinya untuk melahirkan pemahaman sejarah. Seperti apakah benar Aceh, Lombok dan beberapa kerajaan kecil di Bali masih merdeka menurut Han Resink? Tapi kalau dalam dimensi hukum kekuasaan laut jelas bila lautan Nusantara dikuasai maka kemerdekaan sudah terampas jadi artinya bukan hanya 1910 saat Van Heutz menyempurnakan Hindia Belanda tapi sejak seluruh pelabuhan di pesisir Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan Ambon dan Kepala Burung Papua dikuasai maka seluruh Nusantara takluk.

Inilah catatan saya terhadap sejarah Indonesia yang masih membuat saya bertanya-tanya:

A. Pemberontakan PKI di Silungkang, Batavia, Banten dan Sukabumi 1926/1927

Pada pemberontakan aneh ini saya melihat sikap terburu-buru dari Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk memutuskan melakukan pemberontakan karena dipastikan gagal. Andai saja PKI berhasil menggebuk Belanda sudah dipastikan armada Inggris akan turun ke Indonesia. Dan sudah pasti kekuatan Stalin dengan Komintern-nya sangat jauh untuk turun ke Indonesia, perhitungan ini juga pasti sudah dihitung-hitung oleh intel Belanda. Ada nggak kemungkinan pemberontakan ini merupakan rekayasa provokasi dari intel-intel Belanda yang masuk ke dalam tubuh PKI?. Karena bentuk balasan Belanda bukan saja penghancuran gerakan PKI thok, tapi juga penghancuran gerakan politik nasional secara besar-besaran.

Pemberontakan ini memang peristiwa kecil untuk ukuran perlawanan bersenjata yang pernah ada di Indonesia melawan Belanda, namun memiliki implikasi yang sangat jauh ke depan bagi Indonesia baik sosial, budaya dan politik. Terutama sekali adalah penghancuran intelektualitas di Indonesia yang mulai tumbuh karena ditangkapinya seluruh pemimpin politik dalam berbagai aliran, asal radikal ciduk –Bung Karno, Hatta, Sjahrir, dan banyak pemimpin besar pergerakan di penjara atau dibuang ke tempat terpencil. Kematian perdata pemimpin-pemimpin pergerakan ini jelas mematikan rambatan intelektual-politik di Indonesia yang justru kemudian diisi oleh segerombolan politisi jebolan tangsi Jepang alias PETA. Jadi adakah unsur provokasi dalam pemberontakan ini?, atau memang sudah ada grand design negara kolonial (Indonesia tanpa komunis-sosialisme sebagai tanggapan naiknya politik Fasisme Nazi di Jerman) setelah naik De Jonge menjadi Gubernur Jenderal?

B. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Indonesia

Makna bunyi teks sila terakhir Pancasila ini apakah Marxisme-Sosialisme atau slogan kosong yang tak berarti? Kalau ini merupakan makna dari penerapan gagasan Sosialisme kenapa yang berlaku adalah hukum kapitalisme dan sama sekali tidak ada bau-baunya sosialisme? Apa ada penjelasan historis bagi Sila kelima Pancasila ini, bagaimana guru sejarah menerangkan?.

B. Kontradiksi penghapusan peran kaum Marxist sebagai pendorong kemerdekaan Indonesia.

Seluruh elemen yang terlibat langsung adalah orang-orang yang berpihak pada Marxisme dengan berbagai spektrumnya. Dari Sukarno - Hatta sampai orang-orangnya AK Gani dan Amir Sjarifudin adalah penganut paham Marxist, sulit mencari pejuang Indonesia yang tidak mendasarkan Marxisme sebagai alat serang bagi Kolonialisme. Setidak-tidaknya Marxisme dalam pengertian ‘penelanjangan mistifikasi-mistifikasi Kapitalisme’ namun kenapa kemudian justru yang menonjol sisi militeristis dalam kelanjutan peran perjuangan kemerdekaan Indonesia? Bukan perang rakyat?

D. Apa yang dilakukan Sjahrir pada November 1945, merupakan kudeta sunyi ‘silent coup’ atau memang taktik militer Sukarno?

E. Ada penjelasan tentang teori Red Drive Proposal 1948 di Sarangan, Jawa Timur tentang politik subsidi Amerika guna menghancurkan komunis dalam proyek Truman yang berlanjut pada kesepakatan KMB Den Haag 1949?

D. Masa demokrasi liberal ala Parlemen Belanda
Kita diajari pada masa Orde Baru bahwa masa demokrasi liberal (1950-1959) merupakan masa ‘kekacauan politik’, bukan masa ‘pendewasaan politik’ perlu dilakukan penelitian dan uji coba asumsi andai masa ini dilanjutkan dan tidak ada ‘kudeta Sukarno’. Juga bagaimana situasi sesungguhnya, karena banyak kabar bahwa pada masa ini politisi-politisi kita bersikap dewasa sekali. Seperti contoh ketika DN Aidit mati-matian mempertahankan pendapatnya berhadapan dengan Natsir, Prawito Mangkusasmito, Osman Raliby, KH Abdul Kahar Muzzakir dari Masyumi, mereka berdebat keras sekali (ada nggak dokumennya?, apa sudah dibakar pemerintahan anti intelektual Orde Baru?) setelah itu mereka duduk bersama makan soto dan tertawa-tawa saat makan siang di ruang makan gedung konstituante, tidak ada pembunuhan karakter disini yang ada perdebatan logika berdasarkan kemampuan intelektual. Ini beda dengan ulah politisi jaman sekarang yang tidak dewasa malah cenderung kampungan. Bagaimana menjelaskan masa dengan menggunakan analisa sejarah objektif?

E. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Ini adalah masa pemerintahan absolut yang berpusat pada satu orang, Sukarno. Di luar nalar politik barat Sukarno membentuk kekuasaan politiknya. Tapi jujur saja dalam kenangan sejarah kolektif justru masa-masa ini dikenang sebagai masa puncak kejayaan Indonesia bagaimana menjelaskan kontradiksi ini dalam analisa sejarah?

F. Masa Gerakan Tiga Puluh September 1965 dan 1 Oktober 1965
Ada satu hari yang sangat berpengaruh dalam dunia politik Indonesia, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1965 yang dimulai pada jam 00.00 WIB sampai jam 20.00 WIB yang secara marathon kekuasaan berpindah terus menerus mulai dari Sukarno-Gerakan Untung-kembali Ke Sukarno- lalu berakhir ke Suharto sampai pada Mei 1998.

Dalam detik demi detik ada missing link selama hari itu
Prolog dari Gerakan Untung, siapa pemicunya?
Siapakah Sjam Kamaruzaman, kenapa dia memerintahkan pembunuhan terhadap korban penculikan?
Apa hubungan sebenarnya antara Sjam-Aidit-Untung cs?
Yang terbesar dari semuanya ada apa dengan pertemuan dua kali Latief-Suharto pada saat sebelum terjadinya Gerakan?
Apa Sukarno tahu mengetahui Gerakan ini?
Kenapa AH Nasution tidak terbunuh padahal dia sasaran utama?
Dimana Suharto antara sesudah pertemuan dengan Kol. Latief sampai jam enam pagi, saat Mashuri mengabari ada keanehan yang dirasakan?
Kenapa Suharto tidak dijadikan sasaran penculik, dan tidak dijadikan target kendali padahal tentaranya siap siaga di pusat kekuasaan?
Kenapa Sukarno tidak bertindak tegas saat Suharto menolak permintaan panggilan Jenderal Pranoto?
Pertanyaan terbesar apakah G 30 S disebut sebagai pemberontakan PKI atau tidak?

G. Penjelasan Sejarah setelah G 30 S
Selama ini konsentrasi sejarah selalu didramatisir pada pembunuhan enam Jenderal di Jakarta tapi bukan peristiwa setelah itu. Padahal peristiwa yang menyusul adalah peristiwa paling gelap dalam sejarah Indonesia. Inilah sebuah peristiwa yang ingin dibuang dalam kenangan sejarah bangsa Indonesia, karena peristiwa ini merupakan gambaran bagaimana sikap bangsa Indonesia bila sedang kalut. Adalah Soe Hok Gie yang berani menjelaskan kebenaran fakta terhadap pembantaian di Bali dengan artikel ‘ disekitar pembunuhan besar-besaran di Pulau Bali’ dengan nama samaran ‘Dewa’. Pembunuhan besar-besaran 1965-1966 merupakan episode terbesar dari ‘penghancuran keluarga-keluarga di Indonesia’ dan mulai babak dari mental pengecut bangsa Indonesia akibat mitos cap Komunis. Guru-guru sejarah dan Asosiasinya harus berani menerangkan peristiwa ini karena dari sinilah kesadaran sejarah bisa dieksplorasi dan kita tidak terjebak stigma kiri-kanan tapi harus menyadari bahwa kita adalah bangsa yang satu. Dimana tidak boleh ada lagi diskriminasi dalam bentuk apapun atas nama kepentingan apapun.

H. Penjelasan Identitas Negara Orde Baru
Kaum sejarawan ditantang untuk menjelaskan bagaimana posisi sejarah Orde Baru dalam kronik sejarah kita? Apakah merupakan sebuah bentuk berkabut seperti apa yang dilakukan Orde Baru terhadap sejarah di era Sukarno, atau menempatkan secara objektif termasuk penghancuran-penghancuran yang brutal dibalik menterengnya modernisasi yang dilakukan Orde Baru. Guru-guru sejarah juga harus membangkitkan kesadaran tentang gerakan Malari 1974 sebagai awal dari proses perlawanan terhadap bentuk modal asing.

I. Reformasi
Apakah sejarah reformasi itu merupakan jembatan menuju Indonesia yang lebih sempurna atau malah tempat kita duduk sembari menunggu lontaran politik ke Jaman Orde Baru, mengingat Reformasi sekarang ini masih dikuasai oleh birokrat bentukan Orde Baru.

Guru-guru sejarah yang harus bisa menjelaskan, kecerdasan sejarah anak-anak bangsa ditangan para guru yang berjasa itu, bukan ditangan Kejaksaan Agung yang senang bredel macam-macam. Untuk itulah kebebasan kreasi guru-guru sejarah dalam mencari sumber sejarah lalu menerapkannya dalam proses kreatif pengajaran perlu dilindungi. Karena melalui merekalah konstruksi ke-Indonesiaan terus menerus dibangun.

Selamat Bekerja Asosiasi Guru Sejarah dan terima Kasih para Guru sejarah!

ANTON

1 comment:

Azza Shop said...

Bapak bisa membaca di Perang Rakyat Silungkang 1927 http://munirtaher.wordpress.com/2007/05/11/11/