Materialisme dan Emperiokritisisme”
Ke Dalam Bahasa Indonesia.
*
Bagaikan petir di panas terik meledaklah dalam bulan Desember 1905 revolusi Rusia pertama. Di Moskow dan di banyak kota lainnya bergejolak pemberontakan bersenjata. Meskipun revolusi menderita kekalahan, namun ia telah menggoyahkan tsarisme.
Ke Dalam Bahasa Indonesia.
*
Bagaikan petir di panas terik meledaklah dalam bulan Desember 1905 revolusi Rusia pertama. Di Moskow dan di banyak kota lainnya bergejolak pemberontakan bersenjata. Meskipun revolusi menderita kekalahan, namun ia telah menggoyahkan tsarisme.
Beberapa sebab kekalahan revolusi: 1) belum ada persekutuan yang erat antara kaum buruh dan kaum tani; 2) belum ada kesadaran revolusioner di kalangan prajurit sebagai anak kaum tani; 3) kaum buruh bergerak tidak dalam persahabatan yang erat; 4) PBSDR terpecah menjadi dua grup: kaum bolsyewik dan kaum mensyewik; 5) imperialisme Eropa Barat membantu tsarisme menindas revolusi; 6) perdamaian dengan Jepang.
Setelah kekalahan revolusi, berkecamuklah tahun-tahun reaksi Stolipin. Ketika pemerintah tsar melakukan represi yang kejam terhadap klas buruh dan partainya, maka di antara pengikut revolusi yang tidak konsekwen mulailah timbul kebangkrutan dan kebobrokan. Kerontokan juga menyasar kaum intelek Sosial Demokrat (Bogdanov, Bazarov, Lunacarsky, Yuskewic, Valentinov, dll). Mereka menganggap, bahwa beberapa prinsip Marxisme telah ketinggalan zaman dan, menurut pendapat mereka, Marxisme perlu dilengkapi dengan data-data baru dari pada ilmu alam terbaru. Mereka ingin mengganti Marxisme dengan filsafat idelais – emperiokritisisme. Di hadapan kaum Marxis muncul tugas yang tidak dapat ditunda-tunda – yaitu memberi perlawanan terhadap orang-orang bangkrut di bidang teori Marxisme, mempertahankan dasar teori Partai Marxis. Tugas ini dilaksanakan oleh Lenin dengan menulis buku “Materialisme dan Emperiokritisisme”.
Kaum Machis bertindak di luar masalah dasar filsafat. Mereka dengan pertolongan termin-termin yang sukar mau membentuk garis ketiga, yang seolah-olah “mengungguli” materialisme dan idelisme. Di beberapa tempat mereka melakukan eklektisisme yaitu mengambil sebungkal dari prinsip-prinsip materialisme, mereka hubungkan dengan pangkal awal idealis mereka dan mengumumkan, bahwa sup campur -aduk itu sebagai garis ketiga yang seolah-olah menyingkirkan keberat-sebelahan daripada materialisme dan daripada idelisme.
Untuk membantah materialisme, kaum Machis bersumber, seolah-olah pada “filsafat ilmu alam modern”, atau bahkan pada “filsafat ilmu alam abad ke-20”. Situasi itu memaksa Lenin mengikuti perkembangan ilmu alam modern.
Pada perbatasan antara abad ke 19 dan ke-20 di bidang ilmu fisika dibuat penemuan-penemuan besar, di antaranya penemuan radio-aktif dan elektron. W.I.Lenin menamakan penemuan-penemuan itu sebagai revolusi terbaru di bidang ilmu alam. Dengan adanya pertemuan-pertemuan itu terpatahkanlah hukum-hukum lama dan prinsip-prinsip dasar lama, misalnya terusakkan bayangan tentang tak terbaginya atom, tentang tak berubahnya unsure-unsur kimia dll. Tapi revolusi itu menimbulkan krisis ilmu fisika modern sebab dengan terpatahkannya prinsip-prinsip lama yang berdasarkan pada teori pemahaman materialis, para sarjana borjuis menganggap materialisme sudah terbantah dan dari penemuan-penemuan baru itu membuat kesimpulan-kesimpulan gnosiologi yang menuntungkan idelaisme dan agama. “Hakekat krisis ilmu fisika modern, tulis Lenin, terlatak pada pematahan hukum-hukum lama, dengan pembuangan keriilan obyektif di luar kesadaran, yaitu dalam penggantian materialisme dengan idealisme dan agnostisisme” (lihat terjemahan ini halaman 151) . Kesukaran yang menimbulkan krisis di bidang ilmu fisika modern dinyatakan dalam istilah “materi telah hilang”.
Lenin berkata: “Pada fisikawan-fisikawan modern bisa dijumpai pernyataan yang secara harfiah (letterlijk) demikian (pernyataan “materi telah hilang”) “dalam pembentangan atas penemuan-penemuan terbaru”. Misalnya L.Houllevigue di dalam bukunya “evolusi ilmu-ilmu pengetahuan” memberikan satu judul pada satu bab tentang teori-teori baru mengenai materi:”Adakah materi?”. “Atom terdematerialisasikan, - katanya di sana,- materi telah hilang” (;ihat halam 151).
Kaum idealis, di antaranya kaum Machis bersorak sorai menyambut kesimpulan itu dengan memengerti, bahwa karena “materi telah hilang”, maka materialisme, kata mereka, telah terbantah. Tapi Lenin mentertawakan sorak sorai itu, menamakannya sebagai “ketololan kekanak-kanakan”, sebab mereka – orang-orang itu tidak tahu dialektika.
Dulu telah ditentukan, bahwa butiran zat yang paling kecil adalah atom. Dengan perkembangan pengetahuan manusia telah ditemukan, bahwa atom terdiri dari proton (inti) dan elektron dengan muatan listrik negatif yang berputar mengintari inti dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Sudah barang tentu dengan penemuan elektron, fisikawan-fisikawan sudah tidak mengurusi materi yang bisa ditangkap langsung dengan panca indera, melainkan sibuk dengan perhitungan-perhitunga elektron dengan pertolongan operasi-operasi matematis. Tapi itu tidak berarti, bahwa materi telah hilang. Bagi penegasan, bahwa materi pada kenyataan tidak hilang kita ajukan dua penjelasan.Penjelasan pertama dari titik tolak dialektika, yang kedua – dari titik tolak gnosiologi (*).
Penjelasan pertama: materialisme metafisis menganggap, bahwa pengetahuan manusia adalah absolut, tidak berubah. Tapi materialisme dialektis menganggap, bahwa pengetahuan manusia itu relatif. Apa yang dulu merupakan kebenaran absolut, dengan perkembangan pengetahuan manusia, dengan penemuan-penemuan baru muncullah kebenaran absolut baru dan kebenaran absolut lama tergeser ke samping menjadi kebenaran relatif. Dengan penemuan-penemuan yang lebih baru lagi, maka kebenaran absolut baru tadi tergeser lagi ke samping menjadi kebenaran relatif, sebab telah muncul kebenaran absolut yang lebih baru lagi dst. Tapi dengan penemuan elektron muncullah kebenaran absolut baru yaitu pengetahuan tentang elektron, sedang kebenaran absolut lama – yaitu pengetahuan tentang atom tergeser menjadi kebenaran relatif. Dengan begitu, dengan penemuan elektron tidak berarti, bahwa materi telah hilang, melainkan pengetahuan manusia makin mendalam. Lenin berkata:”Materi hilang” – itu berarti hilangnyya batas, sampai mana kita mengetahui materi sampai masa kini, pengetahuan kita lebih mendalam; hilanglah sifat-sifat materi yang dulu kelihatannya absolut, tak berubah …..” (lihat hal. 153).
Penjelasan kedua: dengan penemuan elektron berubahlah pengetahuan manusia tentang susunan materi. Di sini yang berubah hanya pengetahuan manusia tentang susunan materi, sedang materinya sendiri, yaitu atom, baik dulu ketika manusia belum tahun, bahwa dia mengandung elektron maupun sekarang dengan diketemukannya elektron di dalam atom itu, dia – materi tersebut, yaitu atom dengan elektron-elektronnya ada sebagai realitas obyektif tak tergantung dari kesadaran dan perasaan manusia.
Lenin hidup dan berjuang dalam syarat-syarat yang sama sekali lain ketimbang syarat-syarat dalam mana hidup dan berjuang Marx dan Engels. Marx dan Engels tumbuh dari Feurbach dan berjuang melawan orang-orang ceroboh celaka apabila disbanding dengan Feurbach, yaitu orang-orang semacam Buchner, Vogt, Molenschott dan During. Marx dan Engels menghadapi dua tugas sejarah. Tugas pertama: mengembangkan Feuerbach. Feurbach “materialis di bawah dan idealis di atas” artinya dia seorang materialis di bidang gnosiologi dan tetap seorang idealis di bidang sosialogi. Oleh sebab itu Marx dan Engels mengembangkan Feurbach, yaitu sebagaimana dikatakan oleh Lenin: “sangat memperhatikan pada pembangunan filsafat materialisme di atas yaitu bukan pada gnosiologi materialis, melainkan pada konsepsi materialis atas sejarah” (hal. 194).
Tugas sejarah kedua Marx dan Engels terletak dalam hal bahwa mereka berjuang melawan materialisme metafisis Buchner, Vogt dan Moleschot dan melawan si materialis yang tidak konsekwen Dühring dengan jalan memberikan dasar dialektis atas proses-proses alam. Untuk melakukan dua tugas sejarah itu, Marx dan Engels “di dalam karangan-karangannya lebih banyak menggaris bawahi materialisme dialetis ketimbang materialisme dialektis, lebih banyak menuntut materialisme histories ketimbang materialisme histories” (hal. 194).
Lenin hidup dan berjuang dalam syarat-syarat imperialisme, ketika filsafat-filsafat burjuis berspesialisasi pada gnsiologi, ketika mereka dari penemuan-penemuan baru di bidang ilmu fisika membuat kesimpulan-kesimpulan gnosiologis palsu yang menguntungkan idealisme dan agama. Jasa bersejarah Lenin terletak dalam hal, dari penemuan-penemuan baru di bidang ilmu fisika, dia membuat kesimpulan-kesimpulan gnosiologi yang benar, yaitu yang materialis dan membuktikan benarnya prinsip-prinsip materialisme dialektis.
Dari fakta, bahwa banyak fisikawan tergelincir ke idealisme, Lenin berkata, bahwa fisikawan-fisikawan itu tidak tahu dialektika. Misalnya materialisme metafisis menganggap, bahwa unsure-unsur kimia tidak berubah. Prinsip itu tidak benar sebab dia berdasar pada metafisika. Tapi para fisikawan berjuang bukan hanya melawan metafisika (dalam arti kata menurut Engels, yaitu lawan dialektika) melainkan juga melawan materialisme, mereka tidak mengakui materi. Lenin memberi ciri pada tindakan tersebut dengan pepatah Rusia:”membuang air dari bak mandi bersama bayinya” (hal. 154). Lenin berkata bahwa “ilmu fisika tersesat ke arah idealisme terutama justru karena para fisikawan tidak tahu dialektika” (hal. 154).
Di dalam “Dialektika Alam” Engels berkata tentang hubungan dialektika dengan ilmu alam: “Dialektika yang telah terbebaskan dari mistisisme menjadi keharusan absolut bagi ilmu alam” (Karya Marx dan Engels, edisi Rusia, jilid 20, hal. 520). Di tempat lain Engels berkata:” …….hanya dialektika bisa membantu ilmu alam keluar dari kesulitan-kesulitan teoritis” (di sana juga, hal. 368).
Dengan begitu, meskipun Lenin baru pada tahun 1930, yaitu 6 tahun sesudah Lenin wafat, namun tidak membaca karya Engels “Dialektika Alam”, karena karya itu diketemukan Lenin dan Engels sampai pada kesimpulan yang sama, yaitu bahwa bagi perkembangan yang sukses dari pada ilmu alam pada umumnya dan ilmu fisika pada khususnya, sarjana-sarjana ilmu alam harus tahu dialektika.
Lenin adalah manusia yang paling tegas. Di bidang politik idia menuntut supaya orang memilih diktatur burjuis atau Diktatur Proletariat; jalan tengah tidak ada. Di dalam sosiologi orang harus memilih Marxisme atau liberalisme dan di bidang gnosiologi orang harus berwatak klas, harus memilih materialisme atau idealisme, jalan tengah tidak ada.
Dalam karya ini Lenin mengkritik filsafat Mach sebagai filsafat idealis emperiokritisisme. Di sini, kiranya tidak ada jeleknya kalau kita menyinggung, bagaimana hubungan fisikawan Besar Einstein dengan Machisme. Di dalam karyanya “Einstein’s Theory Of Relativity”, Max Born menceriterakan, bahwa di masa mudanya Einstein banyak terpengaruh oleh prinsip positivisme dari Mach. Tapi, kata Max Born, “di hari tuanya dia (Einstein) dengan tegas mengumumkan, bahwa dirinya adalah musuh positivisme” (filsafat Mach yang dikritik oleh Lenin).
Beginilah Lenin mengkritik positivisme, yaitu filasafat Mach yang dianggap musuh oleh Einstein:
“ Sekarang lihatlah pada “ajaran” mengenai masalah ini dari “positivisme baru”. Kita baca pada Mach:”Ruang dan waktu adalah sistim-sistim deret perasaan yang terapikan (atau yang terharmonisir, Wohlgeordnete)” (“Mekanika” cet. ke-3, hal. 498). Itu – adalah keabsurdan idealis yang nyata-nyata….”(lihat terjemahan ini hal. 103).
Beginilah Lenin mengkritik positivisme, yaitu filasafat Mach yang dianggap musuh oleh Einstein:
“ Sekarang lihatlah pada “ajaran” mengenai masalah ini dari “positivisme baru”. Kita baca pada Mach:”Ruang dan waktu adalah sistim-sistim deret perasaan yang terapikan (atau yang terharmonisir, Wohlgeordnete)” (“Mekanika” cet. ke-3, hal. 498). Itu – adalah keabsurdan idealis yang nyata-nyata….”(lihat terjemahan ini hal. 103).
“Akhirnya mentautkan nama Auguste Comte dengan Herbert Spencer juga sekali lagi tidak masuk akal, sebab Marxisme membantah bukannya hal, apa bedanya seorang positivis yang
satu dengan orang positivis yang lain, melainkan hal, apa yang umum bagi mereka, apa yang membuat seorang ahli filsafat menjadi seorang positivis dalam bedanya dengan seorang materialis” (lihat terjemahan ini hal. 120).
satu dengan orang positivis yang lain, melainkan hal, apa yang umum bagi mereka, apa yang membuat seorang ahli filsafat menjadi seorang positivis dalam bedanya dengan seorang materialis” (lihat terjemahan ini hal. 120).
“Dunia tergantung dari pemikiran manusia, -- itu idealisme murtad. Dunia tergantung dari pemiiran pada umumnya, -- itu positivisme baru, realisme kritis, singkatnya, -- penipuan burjuis yang betul-betul!” (lihat terjemahan ini halaman 129)
Sedikit nasehat untuk membaca buku ini. Buku ini sangat sukar dimengerti, baik bagi orang-orang Rusia sendiri, lebih-lebih bagi kita orang asing. Ketika berceramah dengan judul “Tentang Negara”, Lenin menasehati para pendengar ceramah, agar membaca karya Engels “Asal Usul Keluarga, Milik Perseorangan Dan Negara”, dan menandaskan:”Namun sekali lagi saya katakan, jangan risau kalau tidak bisa mengerti sekaligus dalam membaca karya itu. Hal itu tidak pernah terjadi dengan siapapun” (Karya Lenin, jilid 29, hal. 436). Lenin menasehatkan agar berulang-ulang membaca karya-karya yang sukar. Di sini saya (Adi Kromo) bisa mengajukan nasehat, bagaimana saya membaca buku. Pada pembacaan yang pertama kali, sebuah buku saya baca dengan cepat terus sampai habis dari halaman pertama sampai halaman terakhir. Dalam pembacaan pertama itu banyak hal-hal yang tidak saya mengerti, tapi, mengerti atau tidak mengerti, buku itu saya baca sampai habis. Kemudian saya ulangi membaca dari depan perlahan-lahan dan saya berusaha mengerti apa yang ditulis dalam buku itu. Saya garis bawahi dengan pensil hal-hal penting. Pembacaan ketiga, tidak saya baca semua buku itu, melainkan saya baca bagian dari buku itu yang sudah saya garis bawahi dengan pensil.
Sedikit nasehat untuk membaca buku ini. Buku ini sangat sukar dimengerti, baik bagi orang-orang Rusia sendiri, lebih-lebih bagi kita orang asing. Ketika berceramah dengan judul “Tentang Negara”, Lenin menasehati para pendengar ceramah, agar membaca karya Engels “Asal Usul Keluarga, Milik Perseorangan Dan Negara”, dan menandaskan:”Namun sekali lagi saya katakan, jangan risau kalau tidak bisa mengerti sekaligus dalam membaca karya itu. Hal itu tidak pernah terjadi dengan siapapun” (Karya Lenin, jilid 29, hal. 436). Lenin menasehatkan agar berulang-ulang membaca karya-karya yang sukar. Di sini saya (Adi Kromo) bisa mengajukan nasehat, bagaimana saya membaca buku. Pada pembacaan yang pertama kali, sebuah buku saya baca dengan cepat terus sampai habis dari halaman pertama sampai halaman terakhir. Dalam pembacaan pertama itu banyak hal-hal yang tidak saya mengerti, tapi, mengerti atau tidak mengerti, buku itu saya baca sampai habis. Kemudian saya ulangi membaca dari depan perlahan-lahan dan saya berusaha mengerti apa yang ditulis dalam buku itu. Saya garis bawahi dengan pensil hal-hal penting. Pembacaan ketiga, tidak saya baca semua buku itu, melainkan saya baca bagian dari buku itu yang sudah saya garis bawahi dengan pensil.
Terjemahan ini dibuat dari bahasa Rusia dari Karya Lenin jilid 14, edisi ke-4, halaman 1 sampai dengan 357. Di tempat-tempat yang sulit, penerjemah membuka-buka juga teks karya ini dalam bahasa Inggris dan Tionghoa. Terjemahan ini sudah tentu mengandung banyak kekurangan, oleh sebab itu penerjemah mengharapkan kritik-kritik dan perbaikan-perbaikan dari para pembaca. Semua catatan dan kritik akan diterima dengan senang hati dan dengan ucapan terima kasih.
Di tempat, Oktober 2002.
Penerjemah
( Adi Kromo)
Di tempat, Oktober 2002.
Penerjemah
( Adi Kromo)
No comments:
Post a Comment