Wednesday 21 November 2007

Rhoma Irama

Rhoma Irama dan Kegagalan Sebuah Kultur
Oleh Anton

Kemarin malam saya melihat Rhoma Irama berduet di ANTV bersama Rita Sugiarto, lagunya berjudul “piano”. Langsung saja ingatan saya melayang ke 23 tahun lalu, saat saya masih di kelas dua atau tiga SD sekitar tahun 1982-1983, saat itu yang lagi populer lagu-lagunya Queen sama Duran-Duran, saat salah seorang teman saya yang masih saya ingat bernama Rahmat Bothel (bothak Telor) menyanyikan lagu Duran-Duran kalo nggak salah judulnya, Hungry like The Wolf...nah pas si Rahmat nyanyi'in lagu itu sambil gebrak-gebrak meja, eh tahu...tahu si Hakim (teman saya, dia betawi asli) malah nyahutin lagu “Pak guru yang itu, apa namanya.... Pak guru yang ini...apa namanya....pianooo...aha...aha piano...” Saya masih inget banget kejadian itu, dan yang bikin saya ketawa terbahak-bahak gaya si Hakim ini kalo joget udah badannya gendut kayak buntelan, kakinya pendek dan bibirnya lebar.Kita yang liat pada ketawa...tanpa disadari dengan nalar anak kecil itu, ada seakan-akan sebuah tubrukan kultur, antara kultur modern yang direpresentatifkan pada Duran Duran, dengan figur norak dan kampungan yang di cerminkan lewat lagu “piano” nya Rhoma Irama, tentu saja saya yang masih kecil saat itu nggak paham artinya tabrakan kultural, yang hanya saya pahami adalah kok musik keren di sambung sama musik yang sering kita denger di kampung-kampung.

Penyadaran saya bahwa musik dangdut adalah musik kampungan bahkan lebih jauh lagi, sejak umur 5 tahun, waktu itu saya lebih suka mendengarkan lagu-lagu country atau balada,Adi Bing Slamet atau lagu-lagu penyanyi cilik dari barat seperti My Bonnie, Twinklle...Twinkle Litlle star atau Billy Boy , sedangkan lagu dangdut hanya khas milik komunitas kampung di belakang rumah yang memang banyak dihuni oleh orang-orang yang secara ekonomi jauh di bawah dengan tempat tinggal saya. Dan cap dangdut itu kampungan semakin kental ketika ada perseteruan antara Benny Subardja gitaris Giant Step dengan Rhoma Irama yang menyebut musik dangdut itu musik tai kucing, yang nyaris terjadi bentrokan dan akhirnya di damaikan oleh Ahmad Albar yang kemudian diwujudkan dengan duet Ahmad Albar dan Rhoma Irama di Senayan. Kini walaupun dangdut agak bisa diterima oleh komunitas yang secara ekonomi atau pendidikan lebih baik dari mayoritas rakyat Indonesia tetapi melihat dangdut sebagai budaya kampungan masih sangat melekat, saya banyak melihat di account FS atau biografi-biografi temen yang dicatet secara informal banyak yang menyebut “asal jangan musik dangdut”, “anti dangdut dsb. Disinilah saya masih melihat dangdut masih mengalami kegagalan untuk menjadi sebuah budaya yang solid dan malah menimbulkan segregasi thd warna-warna musik, harus diakui hanya musik dangdut yang masih mengalami diskriminasi thd warna-warna musik di Indonesia, kebencian kaum menengah atas thd mulai mendominasinya dangdut di tahun-tahun 1992-2000-an, diwujudkan dengan banyaknya kelas menengah-atas Indonesia yang mendukung atau membela Inul Daratista karena perseteruannya dengan Bang Haji.

Sesungguhnya pembelaan terhadap Inul bukanlah murni pembelaan thd kebebasan ekspresi seni, tetapi lebih kepada kebencian bawah sadar kelas menengah- atas pada musik dangdut, dan kebetulan Bang Haji menjadi ikon penting yang mempopulerkan musik itu, penyerangannya thd musik dangdut bagi kelas menengah-atas ditunjukkan dengan penyerangannya thd karakter Bang Haji yang banyak dinilai sebagai figur yang menyebalkan.

Ketika kita menarik keluar konteks dangdut ke dalam pergeseran pola-pola formasi struktur sosial maka perjuangan dangdut sebagai musik yang diterima seluruh kalangan mengalami gagal total, kegagalan dangdut ini bisa diambil sebagai gambaran betapa kerasnya formasi struktur soisal masyarakat Indonesia untuk menerima hal-hal di luar wilayah toleransi psikologisnya. Dangdut bagi kalangan menengah-atas, merupakan ancaman dan sesuatu yang menjijikkan, ia digambarkan sebagai buah dari budaya vulgar, dan seronok yang tidak mengindahkan etika seni, sya'ir-sya'irnya dianggap sebagai buah pemikiran dan perasaan yang dangkal, sehingga tidak memenuhi selera kalangan menengah atas yang cederung terdidik dan lebih di dominasi alam pemikiran barat. Sya'ir-sya'ir dangdut bila kita perhatikan lebih kepada jeritan rakyat atau orang kecil yang mengalami himpitan ekonomi dan berusaha berjuang tapi dengan mimpi, ini berbeda sekali dengan lagu-lagu Iwan Fals misalnya yang juga menyuarakan himpitan ekonomi, ketidakadilan dan perjuangan kaum muda, namun dalam sya'ir-sya'irnya Iwan Fals lebih kepada bentuk rasionalitas dan irama musiknya dekat dengan penerimaan orang-orang yang sudah dididik secara barat. Musik Dangdut walaupun gagal diterima di kalangan urban kaya, tetapi dangdut lebih berhasil dan sangat berhasil menguasai wilayah-wilayah pedesaan dan kalangan bawah, musik dangdut secara total berhasil menghancurkan budaya-budaya yang pernah ada dikalangan masyarakat bawah atau pedesaan, kini orang tidak akan lagi menaggap layar tancap, teater-teater rakyat (lenong, tari topeng, ketoprak atau ludruk) tetapi dangdut sebagai hiburan yang murah, mudah dan menghibur.

Kuatnya formasi struktur sosial yang menahan serangan dangdut, boleh jadi memiliki akar panjang sejarahnya, dulu di Jawa ada kesenian kraton yang jarang sekali bisa dilihat oleh orang luar Kraton, para rakyat akhirnya mengadakan bentuk-bentuk budaya tandingan yang menyempal dari garis-garis seni kraton, budaya-budaya rakyat bisa kita kenal seperti ; Tayuban, Ronggeng, Ketoprak dll Kesenian itu sama sekali tidak mengindahkan pencerahan budaya yang banyak dilakukan oleh kesenian kraton, seperti pencerahan pada seusai menonton wayang kulit misalnya, budaya-budaya rakyat lebih menonjolkan aspek kekerasan, seksual dan intrik yang dangkal sesuai dengan pemahaman rakyat kecil yang kurang terdidik. Nah dari sinilah kita bisa melihat bagaimana dangdut tidak akan mungkin diterima sebagai bagian budaya dari masyarakat urban kaya atau menengah-atas sebagai budaya yang diakui keberadaannya, musik dangdut yang dangkal selamanya hanya mampu mengetuk pintu kaum menengah-atas....Pianoooo....aha....aha....Pianoooooooooooooo.

ANTON

3 comments:

rifqy said...
This comment has been removed by a blog administrator.
abd.rachman said...
This comment has been removed by a blog administrator.
abd.rachman said...
This comment has been removed by a blog administrator.