Wednesday, 21 November 2007

Ramalan Dukun Anton

Spekulasi-Spekulasi Penggerak Sejarah
Oleh : ANTON

Mungkin dalam benak banyak orang Indonesia mengidentifikasi spekulan dengan gambaran orang yang nekat, yang tidak waras dan jauh dari nilai-nilai umum yang banyak dianut orang-orang Indonesia, yaitu : “Hati-Hati”. Spekulasi dalam definisi webster spekulasi berarti : “To make risky investments with hope of gain”. Artinya disini adalah seseorang yang mau mengambil resiko untuk mengharapkan sebuah hasil, dan resiko itu relatif bisa lebih besar atau lebih kecil dari ekspektasi hasil yang diimpikannya. Sementara ‘Downess and Soodman yang menulis handbook yang kerap menjadi rujukan jurnalis menuliskan definisi spekulan sebagai : “ assumption risk of anticipation of gain but recognizing a higher than average possibility of loss”.

Sebuah antisipasi untuk mendapatkan gain dengan mensyaratkan bahwa perhitungannya mengalahkan tingkat rata-rata kemungkinan mengalami kerugian.

Banyak orang yang bilang spekulasi itu masih pada tahap fifty-fifty dalam menentukan sesuatu, atau paling tidak eliminasi kemungkinan rugi hanya sanggup dihapus berkisar 5%-10%, artinya bila kita hanya mengekspektasi sebuah tindakan dengan hitungan 65-35 sekalipun tingkat spekulasi masih sangat tinggi. Namun sadarkah kita bahwa tindakan spekulasi itu merupakan alat paling cepat dalam memutar roda kehidupan? Maka untuk menjawab itu lihatlah sejarah.
Dulu Hitler menaklukkan Polandia lewat taktik ‘blietzkrieg’ dengan tindakan spekulasi, saat itu perjanjian yang mengikat Jerman untuk tidak melakukan aksi militernya masih berlaku, perjanjian Versailles namanya. Dalam perjanjian itu dua negara pemenang perang dunia pertama Inggris dan Perancis masih dikuasai orang-orang yang curiga terhadap dinamika politik Jerman termasuk naiknya Hitler sebagai fuehrer di tahun 1933. Ada ancaman di tahun 1939 bahwa jika Hitler mencoba menyerang wilayah timur maka Inggris dan Perancis akan bertindak. Tapi Hitler melihat bahwa pemerintahan Perancis lemah dan Inggris dipimpin oleh seorang Perdana Menteri yang karakter kepemimpinannya mirip-mirip SBY, peragu dan lamban. Chamberlain Perdana Menteri Inggris itu sudah berkali-kali dinasihati oleh Churchill bahwa Hitler adalah bahaya, bukannya menurut Chamberlain malah berminat untuk damai dengan Hitler dan menjuluki Hitler sebagai ‘Kanselir Perdamaian’. Tanpa dinyana Hitler menjalin perjanjian diam-diam dengan Stalin dan dua modal inilah yang digunakan Hitler untuk merayah Polandia lewat aksi tank Jenderal Guderian. Penaklukkan Polandia merupakan titik balik sejarah paling penting yang akan mengubah wajah dunia jika akhirnya Hitler kalah karena terlalu spekulatif berperang di dua front barat dan timur namun dari sanalah kemudian muncul pakta perdamaian bersama yang ditandangani bangsa-bangsa pemenang perang yang juga melucuti kolonialisme dan segala bentuk penjajahan, pembebasan manusia dan kemakmuran bersama. - Sebuah perubahan wajah sejarah yang dimulai aksi spekulasi!

Perubahan wajah politik dan sejarah Indonesia terbesar adalah spekulasi itu sendiri. Aksi eks Letkol (TNI/AD) Untung bin Sjamsuri yang didukung sejumlah perwira dalam tubuh angkatan darat untuk menculik beberapa perwira tinggi AD termasuk Jenderal Nasution dan Jenderal Jani adalah sebuah contoh aksi spekulasi politik. Masih menjadi pertanyaan sejarah terbesar di Indonesia apakah Sukarno mengetahui aksi pengawal pribadinya itu?, apakah Mayor Jenderal Suharto terlibat atau setidak-tidaknya tahu tentang aksi bekas anak buahnya - sewaktu ia menjabat komandan divisi Panembahan Senopati di Solo Letkol Untung adalah anak buah kesayangan Suharto- lalu Suharto mengambil keuntungan? Apakah ada permainan CIA disini? Apakah PKI terlibat atau hanya diketahui sekelompok orang dari biro khusus yang dikemudikan dua pentolannya DN Aidit dan Sjam Kamarruzzaman? Kenapa setelah Suharto dan Kol. Sarwo Eddi Wibowo perlawanan Letkol Untung sama sekali tidak ada? Apakah biro khusus telah membina sejumlah perwira tinggi TNI yang kelak akan mendukung tindakan politik PKI? Apakah gerakan 30 September berkaitan dengan masalah suksesi? Jika PKI ingin merebut kekuasaan politik kenapa ia tidak menunggu sampai tahun 1975 toh mereka meng-klaim memiliki 30 juta pengikut?

Pertanyaan-pertanyaan ini biarlah yang menjawab ahli sejarah namun yang jelas tindakan Letkol Untung adalah spekulasi. Dan spekulasi G 30 S memiliki tingkat kerumitan yang tinggi untuk mengantisipasinya. Katakanlah seandainya Letkol Untung menang maka ia akan berhadapan dengan Presiden Sukarno yang namanya tidak tercantum dalam daftar rezim Dewan Revolusi, lalu Letkol Untung akan berhadapan dengan perwira-perwira tinggi Jenderal-Jenderal Sukarnois yang jauh lebih senior macam Jenderal Moersjid, Jenderal Ibrahim Adjie atau Jenderal Sukendro. Juga dalam rencana aksinya Letkol Untung tidak menunjukkan tanda-tanda – setidak-tidaknya tidak ada dokumennya- tentang antisipasi bila gerakan ini gagal. Nah, yang menjadi kenyataan politik adalah Gerakan Letkol Untung dimentahkan oleh Mayjen Soeharto dan pasukan RPKAD Kol. Sarwo Edhie Wibowo dan belakangan juga tidak mendapat dukungan dari divisi-divisi organik terutama Kodam V Djakarta Raja, dimana Panglimanya Mayjen Umar Wirahadikusumah tertahan di ruangan Mayjen Suharto. Di titik ini Letkol Untung mengambil keputusan tidak berdasarkan kaidah-kaidah investasi yaitu mengeliminir resiko sebanyak mungkin dan memperbesar peluang capital gain. Dianggapnya Suharto dan RPKAD itu bukan ancaman justru yang terjadi sebaliknya, ataukah gerakan ini memang di plot sedemikian rupa? Agar Letkol Untung terpancing keluar, sekali lagi biarlah Wertheim, Ben Anderson, A. Dake, Victor M Fic, Asvi Warman Adam, Hermawan Sulistyo atau Taufik Abdullah yang menjawab. Mereka ahlinya....namun terlepas dari konteks menang tidaknya sebuah kelompok, ternyata spekulasi adalah penggerak paling cepat dalam putaran sejarah, ke depan pemain-pemain politik yang tidak mau ambil spekulasi maka ia akan cepat terjungkir.

Dan untuk mencermati siapa-siapa saja pada dewasa ini yang sedang making risky untuk investasi politik ke depan akan dapat menikmati hasilnya. Menurut penilaian saya sampai saat ini politikus yang melakukan making risky dan membentuk portepel investasi paling bagus adalah Gus Dur, kedua Jusuf Kalla dan ketiga Megawati.
Investasi terbaik Gus Dur dalam politik saat ini justru terletak pada kemampuannya yang utama yaitu : bermain di ruang rakyat. Keterampilan ini tidak pernah dimiliki politikus Indonesia manapun kecuali Sukarno. Momen tertinggi Gus Dur adalah ketika demokrasi di Indonesia memasuki tahapan kedua yaitu : kebebasan untuk mengeluarkan pendapat berhadapan dengan kebekuan kepikiran ciptaan masa lalu. Disini Gus Dur melakukan gerakan bongkar peti es, ia turun ke jalan-jalan berhadapan langsung dengan penggagas sifat Islam ekslusif yang menampik pluralitas, ia juga mempertaruhkan resiko darah birunya karena yang ingin dihancurkannya justru salah satunya adalah kandungan feodalisme yang merusak akidah-akidah Islam dimana Islam adalah agama egaliter yang sama sekali tidak mengenal kelas dalam berhubungan dengan Tuhan.

Gus Dur melihat dunia ke depan adalah dunia yang semakin plural karena keragaman budaya pada satu saat nanti tidak dibentuk oleh produk lingkungan kolektif tapi individulah yang membentuk lewat komunikasi-komunikasi dunia maya. Sehingga varian peradaban dan kebudayaan semakin beragam. Dan Gus Dur justru menghindari bangsa ini agar tidak berbenturan sehingga memberi peluang tumbuhnya kekuasaan otoriter yang korup macam junta militer Suharto. Disinilah investasi Gus Dur terbesar pada dunia politik Indonesia. Tapi spekulasi-spekulasi yang dilakukan Gus Dur akan mendorong dia pada pilihan sulit untuk mencapai popularitas karena lawan-lawannya pasti akan mengoptimalisasi kelompok penentang Gus Dur untuk menghambat dia menjadi Presiden RI. Namun dilihat dari sumbangan jangka panjang apa yang dilakukan Gus Dur adalah merupakan peletakkan peradaban Indonesia masa depan setelah memasuki era demokrasi.

Investor politik terbaik Indonesia kedua adalah Jusuf Kalla, walaupun orang ini agak ngawur dalam ucapan-ucapannya yang bersangkut paut dengan demokrasi atau masalah gender, namun JK berhasil meletakkan gagasan birokrasi yang efektif, cepat dan bersentuhan dengan dunia usaha. Gaya politik JK bisa saja menjerumuskan Indonesia sebagai ruang bermain saudagar-saudagar berwawasan cupet tapi gerak politik JK yang cepat dalam melakukan negosiasi-negosiasi politik seperti kemampuannya menguasai Golkar dan penyelesaian kasus Aceh telah memberikan gambaran kadang-kadang sifat sifat praktis dibutuhkan dalam Indonesia masa depan. Seandainya JK tidak ngawur bicaranya terutama masalah janji 30 juta perak untuk merenovasi rumah korban gempa di Yogya dan Jawa Tengah ia bisa diharapkan menjadi pemimpin utama Indonesia masa depan, resiko JK adalah telah menyakiti rakyat Yogya dan sialnya Yogya itu intinya Jawa Mataraman dimana pengaruh budaya mataraman terhadap politik Indonesia sangat besar.

Investor dengan portepel politik sederhana, berhati-hati, menghindari resiko namun ada harapan tingkat pengembalian bagus adalah Megawati. Satu-satunya tokoh politik Indonesia pasca reformasi yang paham akan luasan pengaruhnya adalah Mega, keputusan dia untuk melakukan oposisi total terhadap pemerintahan SBY merupaka keputusan investasi politik jangka menengah yang akan menuai hasilnya di tahun 2009, Mega akan diuntungkan jika SBY dianggap gagal oleh rakyat (korelasi negatif mendekati satu thd pemerintahan SBY) membuat posisi Mega beruntung. Resiko Mega sebenarnya adalah ia akan berhadapan dengan politisi Islam eksklusif yang agak risi dengan masalah gender dan menganggap kaum nasionalis kurang kenal agama. Tapi Mega telah membentuk investasi politik 2009 yang cukup efektif yang membangun sayap Islam di tubuh PDIP yang akan mendukung garis-garis kampanye Mega 2009. Mega adalah contoh investor politik berkarakter hati-hati tapi ini justru yang disukai masyarakat Indonesia, bila saja Mega mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada dirinya seperti tahun 1986 di jaman Orde Baru dan tahun 1999, maka dari ketiga tokoh yang saya uruti ini Mega paling berpeluang dalam Pemilu 2009. Tapi paling kecil dalam kontribusi peletakkan peradaban politik di Indonesia untuk masa depan. Kalo fund manager bilang karakter Mega ini ibarat ‘reksadana dengan kandungan obligasi pemerintah yang tinggi’ hati-hati, pengembalian pasti tapi pertumbuhan NAB rendah.

Peluang untuk SBY....? Ah rupanya dia perlu cari lagi peristiwa agar bisa dibilang ‘Orang Teraniaya’ masalahnya ada nggak yang mau jadi Taufik Kiemas baru dalam episode ‘Presiden Teraniaya’. Agar namanya melambung lagi setelah terpuruk akibat peristiwa sistemik seperti bencana alam dan ansistemik macam naiknya BBM yang keterlaluan!!...

ANTON
Dukun Politik Indonesia

No comments: