Wednesday 21 November 2007

Sekali Lagi Tentang Sinetron

Sekali Lagi Ttg Sinetron

Suatu hari saya pernah menulis ttg maraknya sinetron2 berlatar belakang pesan2 keagamaan, sinetron yang mengetengahkan pesan2 moral dari ukuran2 agama, saat ini saya inginmenuliskan lagi, pada awalnya sinetron jenis ini sungguh sangat bagus, ada unsur realitas yang jelas, bolehlah saya katakan ini jenis sinetron realisme, tetapi lama kelamaan kisah-kisah ini jada semakin tak masuk akal dan cenderung melecehkan akal sehat kita, dan juga meminggirkan rasionalitas keagamaan.

Dulu sewaktu saya kecil saya, di era awal dan pertengahan 80-an, saya sangat menyukai film2 Michael Landon, mungkin bagi teman2 yang seumuran saya masih inget “litle house on the prairie” ataupun “Highway To Heaven” , dulu saya tidak pernah menyadari kalau itu film yang sarat dengan muatan2 moral dengan basis agama kristiani, dengan moral2 kristiani yang kuat, sebagai anak kecil saya hanya melihat ini film sangat bagus,dalam little house in the prairie, lebih diketengahkan ttg sebuah sistem harmoni masyarakat Amerika yang menuju perubahan hebat menuju masyarakat modern, disitu dikisahkan Michael Landon dan para tetangganya berada disuatu daerah baru, (western) dimana daerah tersebut masih liar dan tiadanya peraturan, namun oleh Michael Landon dan anggota masyarakatnya lainnya sebuah peradaban baru dibangun, dengan kemampuan mereka yang terbatas, berdirinya gereja, sekolah, ruang2 berkumpulnya masyarakat, itu dari sektor publik. Kemudian dari individu2 masyarakatnya bergerak secara perlahan menuju masyarakat yang mandiri, ada toko grosir yang besar (dimana wanita pemilik toko sangat membenci keluar Ingals), kilang2 kayu, tukang besi dan peternakan.

Nah dari infrastruktur kemasyarakatannya dibangun dan menjadi rapi, kemudian muncullah konflik2 di dalam masyarakat yang kemudian di selesaikan dengan manis, happy ending...cobalah kita ingat film itu bagaimana ada sebuah harmoni yang kuat di dalam masyarakatnya, ke gereja pada minggu pagi, anak2 berlarian di halaman sekolah, pertengkaran antar tetangga dan bahkan kisah2 yang tragis namun dibawakan dengan cerdas oleh para pemainnya.

Lalu saya teringat juga film Highway To Heaven, yang main juga Michael Landon.. kalau nggak salah di tayangkan oleh TVRI setiap minggu siang, sampai sekarang saya masih inget Michael Landon memerankan sebagai seorang malaikat yang diutus Tuhan ke muka bumi, disitu Michael Landon ditampilkan sangat manusiawi, (beda dengan peri2 di sinetron kita), banyak permasalahan sosial yang merupakan gambaran sosial masyarakat Amerika mengemuka dalam film ini, ttg anak penderita leukimia, anak haram dari seorang ayah yang pernah bertempur di Vietnam, bahkan masalah2 yang terlihat sepele seperti percintaan...nah dalam Highway To Heaven, kekuatan kisahnya justru terletak pada benturan-benturan psikologis manusia dengan masyarakat ataupun dengan dirinya sendiri, dan penyelesaiannya sangat manis,tanpa perlu mengobral ayat2 suci dan menciptakan wajah Tuhan yang menakutkan.

Sebenarnya di Indonesia menurut saya banyak ide2 cerita yang cerdas yang dapat mucul mewakili dinamika yang ada di masyarakat, dulu pernah ada sinetron Losmen, sebuah sinetron yang sungguh mengangkat muatan budaya lokal (jawa), muatan2 budaya ini disertai dengan ukuran2 moral tertentu berhasil ditampilkan dengan segenap konflik yang ada didalamnya, disitu dikisahkan bagaimana Pak Broto yang gengsi dengan kedudukannya yang dulu sebelum pensiun dihadapkan pada masyarakatnya (ada kebimbangan psikis dalam menempatkan diri), Bu Broto yang harus menerima realita menghadapi permasalahan finansial dan masalah anak2 nya, Jeng Sri yang selalu digombali sama Mas Djarot, Mbak Pur yang nggak jadi2 kawin, tardjo mahasiswa tingkat skripsi yang gelisah thd kondisi masyarakatnya, atau pak Atmo seorang pembantu yang memiliki latar belakang misterius (baru diketahui di satu episode bahwa pak atmo adalah bekas pengusaha kaya). Nah konflik2 yang timbul justru membawa permasalahan mereka di ruang-ruang publik kita, dan penyelesaiannya tentunya dengan warna khas budaya lokal kita. Ada juga Sayekti-Hanafi yang juga sangat bagus melihat ketimpangan bangunan masyarakat sosial kita. Nah kalau dalam sinetron2 berbasis keagamaan, ide2 cerita dari Deddy Mizwar justru mengena, saya suka dengan cara Deddy Mizwar membawakan pesan2 keagamaan dengan enteng, dalam sinetronnya yang paling mutakhir Lorong Waktu, Deddy Mizwar tidak terjebak pada penokohan seorang kyai yang sering dalam masyarakat kita jauh dari kesalahan2, dan yang paling spektakuler saya menilai sinetron Bajaj Bajuri yang sangat berhasil mengangkat problem2 sosial secara realisme di masyarakat kita, kehidupan orang miskin dan terpinggirkan yang menjadi pusat tontonan pada Bajaj Bajuri menjelma menjadi budaya dominan dan menyentak kesadaran kita bahwa memang ada kemiskinan di Indonesia, disitu saya melihat bagaiaman emak memperebutkan uang sepuluh ribu atau bajuri yang mengikuti sebuah mobil karena di ban-nya ada uang seratus ribu yang menempel, membuat kita bagaimana masih ada bahkan bagian besar masyarakat kita yang benar2 terpinggirkan oleh kekuasaan dan modal.

Nah kembali ke sinetron2 yang awalnya saya bicarakan tadi, saya jadi semakin muak karena jenis sinetron ini sama sekali tidak mendidik dan tidak pernah menjadi bahasan menarik dari kaum agamawan, sungguh aneh........ada arus besar tema yang sering diperlihatkan sinetron jenis ini (Insyaf, Kuasa Illahi, takdir Illahi dsb), yaitu bagaimana kematian yang aneh merupakan sebuah gambaran paralel terhadap dosa yang dilakukannya, tentunya bagi saya yang dibesarkan dalam lingkungan Islam dan menekankan pada proses berpikir untuk menyikapi segala sesuatu, hal ini sangat tidak masuk akal melihat tayangan ini, dalam Islam setelah kematian adalah proses yang dianggap selesai dan itu urusan Allah swt, jadi apapun yang terjadi setelah kematian itu adalah urusan Allah swt dan manusia tak kuasa bisa melihat ataupun berhak menilai apa yang terjadi sesungguhnya, bahkan kalau kita mau lihat lebih jauh tradisi Islam, kuburan saja tidak bisa dinamakan, itu untuk menghindari kultus, dan menghindari hal2 yang sifatnya mistik. Islam adalah agama yang sungguh menekankan rasionalitas dalam melakukan kegiatan2 keagamaan, dalam keyakinan saya sebagai muslim, Islam adalah sebuah agama paling sempurna diantara agama2 samawi lainnya, tentunya kesempurnaan Islam dilandasi pada penyempurnaan kerja Tuhan terhadap turunnya wahyu2 yang dimulai (dalam tradisi samawi) pada Nabi Ibrahim dan selesai pada Nabi Muhammad saw. Dan perjuangan Nabi Muhammad saw dalam berbagai fase-nya, ada sebuah warna jelas bahwa Nabi Muhammad menolak dengan keras apapun yang berbau mistik, yang tidak masuk akal dan keluar dari ketentuan sunnatullah, nah dalam sinetron2 itu yang 100% saya yakin adalah karangan yang dilebih2 kan adalah sebuah sikap yang justru menjatuhkan dan menjebak masyarakat tidak berpikir kritis dan bersikap mistik, dan ini justru bid'ah luar biasa, coba anda perhatikan sinetron jenis ini yang pada awalnya sangat bagus (diawali ramadhan tahun 2004 di stasiun TPI) menceritakan kisah2 kehidupan seseorang yang melakukan dosa kemudian orang itu menuai dosa, seperti susah di kuburkan, atau berdiri dengan satu kaki sampai mati, kemudian berkembang menjadi sinetron yang sangat tidak masuk akal, ada pocong bangkit-lah, ada kematian yang menyeramkan, ada kuburan penuh ular dlsb, disini jelas2 hukuman Tuhan di artikan secara singkat dan tidak mau bersusah payah menangkap pesan2 Tuhan yang justru sering kita dapatkan dalam perjalanan hidup kita.Rasionalitas keagamaan benar2 dilecehkan, agama hanya diartikan sempit sebagai alat hukuman Tuhan yang benar2 sadis, Tuhan ditempatkan sebagai sebuah dzat penghukum yang maha keji, dititik inilah kita harus menolak.

Pendangkalan pemahaman keagamaan justru sangat membahayakan terhadap proses kemajuan masyarakat yang berperadaban maju. Bagaimana mau maju kalau proses berpikir, bersikap kritis dan pandangan2 yang didasarkan pada penempatan obyektifitas dalam kehidupan sehari2 sudah disingkirkan oleh khayalan yang bodoh dan sungguh luar biasa menyimpang dari kaidah-kaidah sunnatullah.

CATATAN : Kebenaran adalah seluruh kumulasi dari pemahaman kita terhadap sesuatu yang memiliki basis referensi pada tingkat kecerdasan, kematangan spiritual, kedewasaan berpikir, dan objektivitas lingkungan kita, so...jadi tidak ada kebenaran mutlak dalam hal apapun di luar konteks yang kita pahami.Dan pemaksaan apa yang kita anggap benar di luar proses dialog adalah sebuah bentuk pemerkosaan terhadap hak-hak hidup manusia.

ANTON

No comments: