Wednesday, 21 November 2007

Gebrakan Sofyan Djalil

Gebrakan Sofyan Djalil

Oleh Anton

Selama masa SBY memerintah hanya ada dua pejabat publik yang memiliki kebijakan berdampak nyata bagi masyarakat dan berimplikasi terhadap jalannya sejarah Indonesia modern dalam jangka panjang, dua orang itu adalah : Sutiyoso dan Sofyan Djalil. Sutiyoso kita tahu dengan proyek Busway-nya yang ambisius sekaligus mampu menciptakan gerakan perubahan budaya yang revolusioner bagi masyarakat Jakarta dimana hasilnya bisa kita lihat 2-3 tahun ke depan. Dan tulisan saya sekarang ini tidak menyoroti Sutiyoso tapi Sofyan Djalil. Apa yang dilakukan Sofyan Djalil di hari-hari ini merupakan langkah paling radikal dalam menciptakan budaya good governance khususnya sektor pembiayaan negara : BUMN.

Sejak masa nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda gara-gara kasus gagal serah Irian Barat sesuai dengan komitmen Perjanjian KMB 1949 dimana banyak perusahaan perkebunan, manufaktur dan infrastruktur milik pengusaha Belanda diambil alih secara paksa oleh pemerintah Indonesia, di masa itu pula kemudian berkembang perusahaan negara (BUMN) yang kemudian berubah menjadi mesin penyokong politik dan kekuasaan yang paling efektif. Adalah kelompok militer terutama Angkatan Darat yang mampu menyerap keuntungan paling besar terhadap kebijakan nasionalisasi. Perwira-Perwira Angkatan Darat terdidik banyak yang sontak menjadi manajer-manajer perusahaan negara. Dari sinilah kemudian Angkatan Darat secara internal terbantu kebutuhan keuangannya terutama yang dipusat. Sementara kegiatan bisnis Militer di daerah tetap berjalan sesuai dengan tradisi mereka masing-masing termasuk bisnis penyelundupan seperti : Kopra, Minyak Bumi, Gula, Beras bahkan otomotif. Perwira Angkatan Darat yang pernah terkena tuduhan sebagai penyelundup dan akan diancam skorsing oleh Jenderal Nasution dan Jenderal Yani adalah Jenderal Suharto, Panglima Teritorium IV Diponegoro. Bersama dengan staff Finansial dan Ekonomi (Finek) Mayor Soedjono Hoemardani, Suharto aktif melakukan kegiatan bisnis illegal di Semarang. Ada juga tokoh yang kemudian menjadi legenda dalam perusahaan negara yaitu : Ibnu Soetowo. Sejak jaman nasionalisasi Ibnu Soetowo yang juga seorang dokter berhasil masuk ke dalam Permina bersama Mayor Geudong. Ibnu membesarkan Permina yang kemudian namanya berubah menjadi Permigan lalu Pertamina. Dalam sejarah Indonesia modern peran perusahaan negara tak lepas dari masuknya militer ke dalam kegiatan bisnis. Militer, Politik dan Kekuasaan menjadi sebuah aroma yang tak bisa lepas dari Perusahaan-perusahaan negara yang kemudian berujung menjadi jalinan kata : KKN-Birokrasi-Sapi Perah. Jalinan kata itulah yang kemudian menjadi cerminan BUMN kita.

Memang ada perusahaan-perusahaan negara yang sangat menguntungkan dan dibangun dengan visi yang sangat cemerlang seperti Indosat dengan inisiator idee-nya J.L. Parapak (Indosat sendiri sekarang sudah bukan punya RI). Lalu Telkom yang membenahi dirinya dan berkembang menjadi perusahaan telekomunikasi raksasa atau Danareksa yang berkembang karena diuntungkan dengan pesatnya pertumbuhan Pasar Modal Indonesia juga PT Gas Negara yang akan melejit keuntungannya karena konversi energi minyak ke gas sementara Bank Mandiri berhasil melakukan pengurangan Non Performance Loan (NPL) walaupun separuhnya adalah hasil write off tapi NPL sempat menjadikan saham Bank Mandiri sebagai saham paling prospektif.

Namun lebih banyak perusahaan negara yang menjadi beban. Pertamina yang sempat dijadikan oleh Suharto sebagai role model perusahaan konglomerasi pertama di Indonesia dengan diversifikasi bisnis yang rentangnya sangat luas menjadi perusahaan yang sangat merugikan. Ini sangat mengherankan karena sumber daya minyak bumi kita bukan main kayanya. Namun Pertamina selama ini hanya menjadi cap bagi perusahaan-perusahaan asing yang ngebor minyak bumi di Indonesia. Pertamina tak lebih dari perusahaan anak bawang yang dibawa saat tender kemudian disisihkan pada saat pembagian hasil. Begitu juga dengan semua maskapai Penerbangan milik negara. Garuda Indonesia merugi lebih dari 100 milyar sementara Merpati semestinya dari dulu sudah harus bubar. TVRI juga tak kalah mengenaskan, perusahaan ini menjadi semacam pariah dari industri pertelevisian di Indonesia. Melihat acara TVRI seperti melihat sebuah tontonan tua ketinggalan jaman yang minta dikasihani. Masih ratusan BUMN yang bukannya menjadi sumber pendapatan negara tapi malah menjadi beban negara dan herannya kenapa BUMN-BUMN itu tidak dibubarkan. Jawabannya adalah BUMN bukan dipandang sebagai beban tapi sebagai sapi perah bagi penguasa.

Masuknya Sofyan Djalil – ini sangat disayangkan karena Sofyan Djalil terlambat ditempatkan ke dalam Kementerian Negara BUMN dan sebelumnya malah ngurusin kasus ecek-ecek dan tidak perlu seperti isu bredel News Dot Com kerjaan Effendi Gazali – merupakan gebrakan besar yang bisa jadi gebrakan paling bersejarah dalam mengubah haluan pola budaya Orde Baru. Selama ini reformasi hanya sebatas wacana. Kita selama sembilan tahun selalu berada di titik simpang tentang haluan dasar ekonomi kita : Sosialisme atau Kapitalisme tanpa pernah menyentuh substansi dasarnya yaitu optimalisasi kegiatan ekonomi. Jelas Kapitalisme Kroni yang diniatkan menjadi Kapitalisme Negara dengan segenap birokrasinya yang berbelit bagai ular sanca itu selama tiga puluh tahun dipraktekkan oleh rezim Junta Militer Orde Baru. Kapitalisme Kroni berbeda dengan Kapitalisme Negara. Kapitalisme Kroni tidak mengenal hukum bagi pelanggar yang dekat dengan kekuasaan. Contohnya adalah kasus korupsi raksasa Pertamina dan ribuan kasus korupsi yang melibatkan pejabat BUMN jarang sekali masuk ke dalam berkas kejaksaan. Dengan membangun rumah kaca bagi BUMN lewat cara menggiring BUMN-BUMN itu masuk ke dalam struktur Pasar Modal Indonesia maka dengan kata lain BUMN itu terpaksa menelanjangi dirinya untuk dinilai. Birokratisasi yang selama ini melingkupi BUMN dengan segala aspek negatifnya seperti : Senioritas, Orang Dalam, Anak Pejabat, Keluarga Pejabat, KKN, Sokongan dana Kekuasaan, pengadaan barang serta jasa dan segala tetek bengek korupsi akan bisa dilihat para analis Pasar Modal sehingga para analis pasar modal bisa memberikan informasi akan kelakuan bejat para pengurus BUMN dan bisa ditindak melalui mesin hukum kita seperti kejaksaan dan KPK.

Memang agak membahayakan bila perusahaan negara dilempar saham kepemilikannya ke publik dimana kita mengetahui kekuatan dana terbesar pasar modal adalah asing. Investor lokal hanya butuh instant gainnya saja, sementara investor kakap asing lebih pada kepemilikan jangka panjang. Untuk menyiasatinya Sofyan Djalil menggiring perusahaan yang sangat sensitif terhadap hajat hidup orang banyak dengan proses go publik tanpa prosedur IPO artinya, BUMN seperti : Pertamina atau PLN masuk ke dalam struktur pasar modal tapi sahamnya tidak dilempar ke lantai bursa. Alasan mereka digiring ke Pasar Modal karena terkena peraturan Bapepam tentang perusahaan terbatas : “Bila sebuah perusahaan dimiliki lebih dari 200 orang maka perusahaan itu wajib terdaftar di Bapepam” Dan Pertamina atau PLN jelas sahamnya dimiliki oleh lebih dari 200 juta warga negara Indonesia.

Dengan masuknya BUMN ke dalam struktur Pasar Modal maka akan terbentuk rasionalisasi perusahaan. Selama ini BUMN berjalan dengan membuang akal sehat dengan kata lain manajemen BUMN-BUMN bekerja dengan logika sinting. Salah satunya adalah kebijakan pembagian deviden wajib kepada negara sebanyak 50%. Bagaimana perusahaan bisa berkembang bila hasilnya (yang malah sering rugi) digerogoti setiap tahun dalam jumlah besar. Ciri perusahaan yang tumbuh dan melakukan ekspansi adalah penundaan pembagian deviden yang masuk ke dalam pos laba ditahan. Laba ditahan inilah yang kemudian menjadi mesin penggerak paling efektif bagi ekspansi perusahaan. Dan BUMN banyak yang tidak paham logika bisnis sederhana itu.

Sofyan Djalil juga mengeluarkan ide cemerlang untuk membuat holding company bagi seluruh BUMN yang ada di Indonesia yang assetnya bisa 1.500 trilyun. Bila ini berhasil dilakukan maka Sofyan Djalil tak pelak reputasinya adalah sejajar dengan tokoh-tokoh besar Indonesia pengubah sejarah Indonesia modern seperti : Sukarno, Hatta, AH Nasution dan Suharto. Holding Company BUMN merupakan wujud dari keinginan membangun Indonesia yang lebih profesional dan rasional berdasarkan basis pertumbuhan kapital. Kelak pertarungan besar di dunia bukan pada perlombaan senjata, intrik spionase atau perang budaya. Tapi mengarah pada pertarungan paling mendasar yaitu pertarungan ekonomi. Semua negara yang basis ideologi ekonominya berbeda tetap akan menyandarkan pendanaan negaranya pada mesin bisnis. Seperti RRC dengan basis Sosialisme Komunisme misalnya memiliki China Petrosea atau Malaysia yang pelan-pelan membuat Petronas menjadi perusahaan raksasa. Sementara Bolivia dan Venezuela dua negara tendensi Marxisme menjadikan perusahaan gas dan minyak bumi mereka sebagai senjata utama persis apa yang dilakukan oleh Iran.

Banyak analis berpendapat bahwa apa yang diinginkan Sofyan Djalil untuk menciptakan Holding Company bagi BUMN-BUMN adalah seperti mimpi karena waktu yang dimiliki Sofyan Djalil hanya tinggal 2 tahun belum lagi intrik keras menjelang Pemilu 2009. Inilah salah satu ketololan SBY dalam penempatan orang-orang terbaik pada tempat yang tepat. Gara-gara terlalu royal bagi-bagi kue kursi menteri, orang-orang yang tepat malah tidak ditemukan dan terkesal asal menaruh orang saja. Ngapain juga naruh Ical Bakrie di Kementerian Keuangan atau naruh Sofyan Djalil yang ahli hukum Pasar Modal di kementerian Informasi yang kemudian menjadikan Sofyan Djalil separuh dipermalukan gara-gara acara News Dot Com. Dan salah satu tantangan Sofyan Djalil adalah ciri karakter orang Indonesia yang gemar menjatuhkan bila ada orang memiliki prestasi lebih baik dari dirinya. Namun diluar tetek bengek yang memusingkan kepala idee Holding Company harus jalan terus dengan atau tanpa Sofyan Djalil, jadikanlah Holding Company perusahaan negara sebagai agenda tetap rezim pemerintahan yang berganti-ganti.

Bayangkan dengan modal dasar 1.500 trilyun Holding Company akan menjadi sebuah perusahaan negara termasuk paling raksasa di muka bumi bila manajemennya tepat ditangani dan masuk ke dalam sektor-sektor yang pertumbuhannya pesat. Semoga Holding Company segera terbentuk. Selamat Bekerja untuk Sofyan Djalil !!!!

ANTON

1 comment:

agentaruhanbolavita said...

TOGEL KLIK4D bersama B O L A V I T A

Memiliki Pasaran Paling Terkenal >> Singapore - Kuala Lumpur - Hongkong << Dengan Diskon Terbesar Dan Minimal Deposit Hanya 50rb dengan Support Semua Bank Indonesia

Segera Bergabung Bersama kami Sekarang Juga !

BBM : BOLAVITA
WA : 081377055002