Tuesday 20 November 2007

Pasar Modal Indonesia

Pasar Modal Indonesia Apakah Memiliki Dimensi Sosial Ekonominya?

Oleh : Anton Djakarta

Saya akan mencoba bicara dari sisi kanan, sisi kapitalis. Bagaimanapun bila kita bicara realitas Indonesia maka kita akan dihadapkan pada ‘bangunan bawah’ Indonesia yaitu : Ekonomi Kapital. Dan bicara ekonomi Kapital di Indonesia maka kita bicara pada dua panglima kakak beradik dari ekonomi Kapital itu, Perbankan dan Pasar Modal. Bagi saya pribadi dalam perspektif Kapitalis Perbankan, adalah panglima Kapitalis tua yang sudah sakit-sakitan, masa depan Kapitalis ada pada Pasar Modal industri inilah yang akan menjadi urat nadi dari seluruh distribusi kapital dengan segala bentuk-bentuknya yang rumit. Sekarang yang anda saksikan adalah bangunan awal dari Pasar Modal yang belum memasuki tahap modernitasnya, Pasar Modal Indonesia adalah gerbang yang baru separuh dibangun sebelum menuju pada bangunan Keraton sesungguhnya.

Bicara Pasar Modal maka kita akan bicara tentang dua hal yang paling dipahami kaum Kapitalis, Distribusi dan Akumulasi. Dulu saya pernah bertanya dengan alm. Barli Halim (salah seorang tokoh utama revitalis Pasar Modal gelombang 1977). “Buat apa Pasar Modal ada, Pak?” pertanyaan saya adalah pertanyaan khas anak muda semester ketiga yang sok ngerti Pasar Modal dan baru baca buku Bodie Kane. Pak Barli Halim dengan gaya dosen-nya yang bijak bilang “Untuk membangkitkan perekonomian Indonesia, sebagai sokoguru keuangan Indonesia” dititik ini saya tidak paham karena apa hubungan Pasar Modal dengan sokoguru keuangan, apa hubungan Pasar Modal dengan Perekonomian Indonesia yang lebih banyak dipengaruhi pedagang-pedagang Glodok yang rajin bikin Bank sejak Gebrakan Sumarlin. Setelah ekonomi Indonesia ambruk tahun 1997/1998 barulah saya paham (-tentunya dalam otak Kapitalis-) bahwa Pasar Modal adalah salah perahu besar Indonesia yang memang belum digunakan secara penuh dalam sistem Kapital Indonesia kecuali tempat belajar Titiek Prabowo yang dimentori Tito Sulistio buat mengembangkan jaringan dananya. Pasar Modal adalah kunci dari penyelamatan sistem Kapitalis di Indonesia dengan syarat : Harus menjadi Pasar Modal yang Modern dan total memenuhi kaidah-kaidah hukum besi Pasar Modal. Sayangnya ini belum untuk yang masalah paling primitif-pun Pasar Modal Indonesia belum mampu menyelesaikan : Hukum dan Etika Pasar.

Bagaimana Pasar Modal bisa menjadi Kapal Induk bagi Sistem Kapitalis sebelum akhirnya kaum Sosialis mengepung mereka? Modern-lah ! atau meminjam pesan Tsarina pada Tsar Nikolas II : “Bersikaplah Aristokrat, Tuanku!” dan untuk menjadi aristokrat harus dipenuhi jalan Ksatria yang penuh cobaan.

Sistem Kapitalis yang semi modern akan menghasilkan sistem Sosialis yang buruk. Russia di jaman Stalin bisa dijadikan rujukan. Atau gagalnya kaum Spartasis Jerman menghancurkan Royalis Jerman malah memunculkan Fasisme, begitu juga dengan sistem Kapitalis Indonesia yang primitif. Saya adalah orang paling percaya bangunan bawah Indonesia kelak menjadi sistem Sosialis dan menjadi Sosialis yang benar, matangkan Kapitalis sematang-matangnya baru kaum Sosialisme bergerak, dan untuk mematangkan Kapitalis –Matangkan Pasar Modal- sehingga menjadi perekekomian yang berpengaruh sampai ke desa-desa bagaimana caranya dan apa filosofinya?

Filosofi utama Pasar Modal selain mencari informasi yang tepat ditengah dunia ‘asimetri informasi’ yang - (asimetri ini kemudian bertransformasi menjadi surplus bagi kaum Kapital) - adalah distribusi kekayaan dari kaum surplus kepada kaum defisit dengan cara penggelembungan nilai sekarang dengan didasari prospek masa depan sebuah perusahaan publik. Artinya pada saat IPO penggelembungan nilai masa depan sudah terjadi dan penggelembungan ini didasari pada discounted cash flow serta aspek-aspek ‘mistis’ lainnya macam Economic Value Added (EVA) ataupun persepsi merk. Pada proses IPO inilah perluasan dana ini menjadi darah segar perekonomian riil lalu menjadi basis berkembangnya indikator-indikator Mikro dan Makro perekonomian kita. Lantas kenapa membludaknya saham-saham baru yang notabene banyaknya dana segar masuk lewat IPO dan banjir IPO obligasi baik swasta maupun pemerintah tidak memperbaiki sektor ekonomi riil? Ini pertanyaan yang mudah dijawab, namun susah dilaksanakan. Pada tataran Makro para penggede-penggede kapital yang ngeraup untung dari penjualan perdana saham mereka tidak banyak melakukan diversifikasi dan pengembangan intensif produk mereka sehingga tingkat penyerapan tenaga kerja, naiknya angka produksi dan segala macam tetek bengek indikator sektor riil tak kunjung membaik. Lalu dikemanakan dana IPO itu? Saya belum melakukan penelitian yang sahih atau membaca penelitian dari rekan-rekan yang meneliti dikemanakan dana pasca IPO? Namun kalau dilihat dari tidak adanya korelasi yang tinggi antara tingginya IPO dengan tingkat pertumbuhan ekonomi riil maka bisa ditebak dana itu tidak digunakan untuk menggenjot ekonomi riil tapi direntenkan dengan cara lain. Reproduksi modal tidak berlanjut pada perusahaan tapi lari ke dana-dana yang diputarkan pada bursa asing atau malah main lagi di Bursa lokal. Jadi pertumbuhan produksi tidak terjadi dan pencerapan pengangguran kurang sekali walaupun pertumbuhan IPO di Bursa lokal tumbuh pesat.

Selain kesimpulan diatas, Pasar Modal kita merupakan akuarium raksasa bagi konglo-konglo kelas raksasa bukan pengusaha yang membangun kerjanya dari bawah dan membutuhkan akses modal. Bila kita baca buku Pasar Modal terbitan Wall Street dengan membaca buku Pasar Modal terbitan Jakarta, maka ada perbedaan yang jelas. ‘Buku-buku Amerika itu selalu dimulai dengan ‘Si Tom membangun usaha dan mencari modal di Bursa’ tapi kalau di Indonesia ‘Si Badu ingin menambah modal lalu pergi ke Bursa’ disini terlihat perbedaan signifikan. Orang Amerika mengenal pasar modal mulai dari historisnya, mulai dari awalnya. Orang Kita mengenal Pasar Modal mulai dari akhirnya. Perkara siapa yang menerbitkan saham bagi orang Indonesia adalah antah berantah, artinya mereka pikir perusahaan raksasa yang hanya bisa mengakses modal. Itu memang tidak salah karena Pasar Modal kita tidak menyediakan akses untuk pengusaha kecil dan menengah. Jadi ketika indikator melejit sampai katakanlah 50.000 itu tidak berarti apa-apa bagi ekonomi riil karena antara Pasar Modal dengan ekonomi rill terbentang firewall raksasa yang berkobar-kobar dan sulit ditembus. Kegagalan Bursa Surabaya untuk terus eksis menunjukkan kegagalan orang-orang Pasar Modal Indonesia membuka pintu bagi perekonomian rakyat.

Lalu apa perekonomian rakyat itu dalam otak Kapitalis?. Perekonomian rakyat adalah Nasdaq. Di Amerika perusahaan-perusahaan yang baru tumbuh bisa mendapat akses modalnya dari segala macam bentuk perusahaan modal dari modal ventura sampai perkreditan yang rumit, disinilah kemudian masyarakat Amerika berkembang maju. Tapi di Indonesia perkembangan akses modal hanya dimiliki oleh sekelompok orang tertentu saja, bahkan Danareksa sebagai simbol kemajuan Perusahaan Sekuritas cuma mainan kekuasaan yang gunanya nyeret-nyeret indeks supaya nggak keliatan jelek bukan membangun peran perekonomian rakyat seperti misi BUMN dan ini memang penyakit BUMN-BUMN kita yang selalu menciptakan raja-raja kecil.

Pasar Modal Indonesia bagaimanapun akan tumbuh karena desakan kapital, tapi masalahnya apa masyarakat Indonesia bisa mengikuti dinamika kapital yang menggebu-gebu. Persoalan terpokok dalam sisi masyarakat Indonesia adalah kurangnya watak enterpreneurship, kurangnya watak mandiri. Kebanyakan orang kita adalah manusia penakut dan manja, setelah selesai sekolah mereka mencari bentuk perlindungan baru dimana orang tua-orang tua mereka sudah tidak bisa melindungi lagi, bentuk perlindungan psikologis itu menjadi karyawan, menjadi pegawai. Hal ini membuat budaya Kapital tidak tumbuh maksimal. Dan memang tidak salah bagi kaum muda Indonesia melihat dunia enterpreneur adalah dunia buas, karena infrastruktur berupa akses modal sulit sekali dan tidak adanya dukungan dari pemerintah yang ada malah bila kita bangun usaha maka pungli datang bertubi-tubi. Sistem yang malas akan melahirkan masyarakat yang malas.

Ditengah budaya yang tidak mendukung itu saya yakin Pasar Modal Indonesia bisa berkembang karena ya....itu tadi desakan Kapital, namun bila desakan Kapital tidak diimbangi kesadaran berwiraswasta dari generasi muda maka yang terjadi adalah Membludaknya Kapital hanya menjadi akuarium konglo-konglo raksasa.

Namun diluar perkembangan itu adakah Pasar Modal bisa menjadi Pasar yang memiliki dimensi sosial, dimensi perekonomian rakyat. Sebenarnya bisa bila kita mendobrak firewall yang menjadikan Pasar Modal hanya akuarium besar yang ditaruh pada menara gading ekonomi Makro. Salah satu bentuknya adalah membangun Pasar Modal-Pasar Modal baru, hakikat Pasar Modal adalah berkumpulnya para broker yang bisa mempertemukan akses modal kepada pihak surplus ke pihak defisit. Perangkat peraturan yang ketat dan etika pelaku bursa menjadi kunci dan itu tidak bisa diutak-atik. Yang bisa dikembangkan adalah skala bursa. Di Inggris tahun 1972 ada sebuah perusahaan bernama Granville, perusahaan ini berkembang menjadi Pasar Modal Over The Counter (OTC) yang pada akhirnya menjadi bagian dari Pasar Modal Inggris dengan regulasi-nya tersendiri. Di Indonesia hal ini bisa saja terjadi bila kapitalis sudah matang dan tidak adanya peran intervensi pemerintah yang berlebihan (warisan Orde Baru, masak Ketua Bapepam musti Manggala P4 segala) dan masih dirasakan sampai sekarang, namun bila intervensi itu sudah hilang dan kaum Kapitalis punya kemampuan berdiri sendiri maka tidak aneh akan tercipta cluster-cluster Pasar Modal yang memberi akses permodalan bagi lingkungan terdekat. Bisa saja Pasar Blok M punya pasar modalnya sendiri untuk pengembangan pedagang kaki lima yang mau cari modal untuk buka cabang, kemungkinan ini tidak mustahil.
Namun kemungkinan terdekat adalah keberanian dari kaum muda untuk membongkar hambatan-hambatan distribusi uang ke lapisan masyarakat sampai kelas bawah sekalipun. Gumpalan-gumpalan lemak kapital yang ditahan sekelompok kapitalis raksasa harus segera dicairkan biar peredaran darah perekonomian lancar kembali dan kita harus meneliti dimana simpul-simpul kemacetan itu. Dan Pasar Modal bisa berperan lebih baik dalam mengurai distribusi modal di dalam masyarakat.

Segera Matangkan Kapital, Untuk Kita Hancurkan....Hiduplah Sosialisme.


ANTON

No comments: