Tuesday, 20 November 2007

Memaknai Sukarno, Memaknai SBY

Memaknai Sukarno, Memaknai SBY

Oleh : Anton

Dalam sebuah tulisan di milis ini salah seorang anggota mengenang bahwa di jaman Bung Karno jauh lebih buruk dari jaman saat ini, bahkan secara tersirat menggambarkan bahwa kepemimpinan SBY-JK jauh lebih baik daripada kepemimpinan Sukarno. Tentu saja ini hak orang itu tapi saya mencoba melemparkan paham sejarah saya tentang Bung Karno yang bagi saya kepemimpinannya begitu fenomenal ketimbang SBY-JK yang tak lebih buruk dari demagog-demagog yang memanfaatkan momentum reformasi yang sudah dipertaruhkan oleh kawan-kawan mahasiswa di masa-masa pergolakan politik 1997-1998.

Tentu saya tak seberuntung orang itu yang pernah merasakan hidup di Jaman Bung Karno dan saksi dari pidato-pidatonya namun tidak tergerak mengenangnya dengan manis karena tidak adanya kenyamanan-kenyamanan hidup di jaman Bung Karno. Kenangan subjektif yang tidak bisa kita bantah tentunya tapi saya ingin menyodorkan fakta sejarah dan bahkan lebih jauh lagi makna sejarah.

Saya mengenal Bung Karno dari cerita kakek saya yang begitu mencintai Bung Karno, setiap ngomong sejarah selalu membanggakan Bung Karno sampai meniru-niru intonasi suaranya. Itulah awal keingintahuan saya dengan Bung Karno sehingga saya sejak kelas tiga SD sampai saat ini saya terus memburu tulisan-tulisan tentang Bung Karno dari yang memujanya bagai dewa sampai memakinya seperti bandit- , ketertarikan kedua, adalah setiap saya mengunjungi ke rumah-rumah orang lain baik tetangga maupun kerabat jauh selalu ada gambar Bung Karno, padahal itu masih sekitar tahun akhir 70-an atau awal 80-an dimana Orde Baru sedang kuat-kuatnya. Ada seorang betawi dekat rumah saya yang pernah dikasih sarung oleh Bung Karno namanya Pak Haji Iskak, ceritanya dia sering jalan di depan Istana Negara kalo selesai berjualan untuk naik trem. Bung Karno lagi duduk-duduk di beranda Istana, sore hari makan pisang goreng, Nah Haji Iskak ini abis jualan buah pisang di daerah Harmoni (kejadiannya sekitar tahun 50-an abis Bung Karno naik haji ke Mekkah), dia lihat Bung Karno sedang duduk dan dia nyelonong ke beranda Istana tapi sempat ditahan DKP (Detasemen Kawal Presiden) –Haji Iskak sendiri yang bilang istilah pasukan pengawal DeKaPe pada saya- anggota DKP itu akhirnya membolehkan Pak Iskak ketemu Bung Karno. Kata Haji Iskak “kepala Bung Karno botak, makan pisang goreng same lagi ngupi, di mejenye banyak buku-buku gede, die bilang ke saya dengan suaranye nyang terkenal ‘ntu..ada apa?” Pak Iskak langsung nyamber “ Minte oleh-oleh dari Haji Beh...”

“Oh..bisa-bisa...” Bung Karno manggil seorang pengawalnya dan nyuruh ngambil sarung sama baju gamis dan peci haji putih. Terus Bung Karno minta Haji Iskak photo bareng sama dia yang photo juru potret Istana, saya pernah lihat photo tua itu. Bung Karno pake kemeja putih tanpa peci sambil ketawa lebar, sementara Haji Iskak dan pengawal DKP berdua duduk di samping Bung Karno. Kata Pak Haji Iskak photo itu kemudian diambil setelah jadi saat dia lewat di depan Istana. Sampai umur 70 tahunan (kira-kira tahun 84) Pak Haji Iskak selalu mengenakan peci putih hadiah dari Bung Karno, saya selalu terharu bila ngenang photo itu betapa tulus senyum Bung Karno, betapa puitisnya seorang rakyat seperti Haji Iskak mencintai Bung Karno. Romantika sejarah memang tapi memaknai Bung Karno tidak cukup dari romantika bukan? Harus dari fakta sejarah yang dingin.

Memaknai Bung Karno harus menyeluruh bukan hanya dari one spot di satu jaman saja, tapi kita harus mengerti rangkaiannya apa dan bagaimana manusia Sukarno membentuk Indonesia dan bagaimana Indonesia yang diperjuangkannya kemudian hancur tidak seperti mimpinya dengan taruhan nyawa ia memperjuangkan kemerdekaan.

Sukarno menandai pemikiran politiknya dengan Nasionalisme-Agama-Marxisme, ini kenapa? Karena ini fakta sejarah ketiga ideologi itu yang hidup dengan subur di Indonesia. Ia memahami itu di tahun 1927 menulisnya di ‘Soeloeh Indonesia’ dan mati mempertahankan ide tersebut di tahun 1970. Mana ada pemimpin politik yang begitu konsisten dalam memperjuangkan idenya. Suharto saja separuh tidak bertanggung jawab terhadap ide-ide pembangunannya dan berpura-pura sakit tidak jantan menghadapi tanggung jawab perbuatannya. Sukarno berani dia pidato di Nawaksara, dia minta keadilan jelas dia tidak mau main petak umpet seperti tikus yang mencicit-cicit dan memang sepanjang sejarahnya dia tidak mau main seperti tikus, dia tegakkan kepala untuk memberi kehormatan bagi bangsa yang sudah sekian ratus tahun ditindas. Dalam metodologi Carlyle sejarah dibentuk oleh tokoh, walaupun itu dibantah Karl Marx dalam mematerialkan sejarah semata-mata dalam sisi pergulatan ekonomi, namun dari kasus Sukarno dan Indonesia teori Carlyle banyak benarnya..Sukarno adalah alasan utama dimana Indonesia lahir.

Bung Karno-lah yang memerdekakan Indonesia, suara Bung Karno yang dipercaya sebagai pergerakan rakyat yang mencari tempat. Lain tokoh tidak didengar itu fakta sejarah. Kelompok Sjahrir yang paling awal tahu Jepang sudah kalah dan memiliki kesimpulan bahwa Jepang memang akan hancur di Indonesia telah mengirim dokter Sudarsono ke Cirebon untuk mengumumkan kemerdekaan Indonesia tanggal 16 Agustus 1945. Tapi jelas kharisma Sutan Sjahrir tidak didengar, suara Sukarno yang didengar. Bung Karno memang agak telat dibandingkan Sjahrir memerdekakan Indonesia karena dia ingin mencek apa benar Jepang sudah kalah, lalu terjadilah peristiwa culik Sukarno-Hatta yang kesohor itu.

Salah satu syarat terbentuknya negara adalah : ada wilayah, ada rakyat yang bersatu mengakui wilayah tersebut dan ada kepemimpinan itulah syarat-syarat internal yang harus dimiliki negara dan Bung Karno yang merangkai itu. Tidak mudah... kawan, ditengah kejar tenggat dengan pendaratan sekutu Inggris, kemungkinan Nica mau ndompleng, kisruh para politisi dan persoalan-persoalan revolusi lainnya, Sukarno-lah yang menyelesaikannya. Memang Hatta dan Sjahrir yang menyelesaikan perjuangan diplomasi di luar negeri, tapi Bung Karno yang bersimbah keringat berpidato di lapangan-lapangan luas, ditonton ribuan orang, bahkan bila hujan deras tidak setapakpun rakyat cari tempat berteduh (coba ada ndak saksi hidup pidato Bung Karno di Yogyakarta untuk membebaskan Irian Barat dimana ditengah hujan deras rakyat tidak setapak pun beringsut). Jadi dimata Rakyat pertaruhan politik kemerdekaan Indonesia ada ditangan Bung Karno bukan yang lainnya. Bila Budiarto Shambazy meremehkan Flag Nationalism dalam emosi rakyat, dia lupa flag nationalism adalah faktor penting menciptakan imaji kebersamaan dan imaji tentang kemerdekaan Indonesia adalah : Bung Karno dan Merah Putih.

Kenapa jaman Bung Karno kehidupan rakyat menderita?

Inilah yang selalu dikenang oleh kaum sejarawan bentukan Orde Baru bila melabur sehitam-hitamnya terhadap kenangan Bung Karno sebagai pencipta kesengsaraan rakyat. Orde Baru lupa bahwa mereka yang bunuhi 2-3 juta rakyat Indonesia untuk memuluskan Suharto merampas kekuasaan Sukarno, Orde Baru lupa puluhan tahun berkuasa tidak ada satupun pembebasan kemiskinan secara total rakyat Indonesia tapi melahirkan negara yang dikuasai segelintir orang. Satu hal yang pasti Bung Karno tidak mau melacurkan dirinya pada Kapitalisme, dia tidak mau menjual negara Indonesia dalam bentuk apapun. Ada istilah Bung Karno yang terkenal ketika menolak investasi asing di Indonesia. “Sadhumuk Sanyari Bhumi tidak akan diberikan pada negara asing” tidak sejengkal pun tanah air Indonesia dilego pada asing. “Indonesia untuk orang Indonesia, Indonesia untuk kesejahteraan rakyat Indonesia, kalau hari ini kau makan batu...kalau hari ini keringatmu menetes di ladang-ladang kehidupan, maka jangan kau sesali sejarah..karena dalam pergulatan revolusi Indonesia keringatmu untuk anak cucumu, keringatmu untuk Indonesia..sekali lagi untuk Indonesia!” Dengan gagah Bung Karno mengusir orang-orang dari Freeport untuk nggarap Irian Barat, menolak todongan Stanvac untuk mengerjai Indonesia, berhari-hari Bung Karno nggak mau ngomong sama Ibu Wardoyo kakaknya karena Bung Karno tahu Ibu Wardoyo pernah dibisiki pengusaha-pengusaha asing gede yang minta konsesi, inilah sikap Bung Karno, ia tidak mau keluarganya memperkaya diri sendiri. Ada omongan yang bilang Dewi Sukarno melakukan korup, tapi kenyataan yang ada Dewi Sukarno justru melicinkan dana pampasan perang Jepang untuk Indonesia. Memang di jaman Bung Karno banyak terjadi korupsi, (Suharto saja terlibat korupsi dan nyelundupin barang sampai ditempeleng Ahmad Yani dan dipindahkan AH Nasution ke Bandung, bahkan karirnya nyaris habis kalau tidak ditolong Jenderal Gatot Subroto). Tapi korupsi di jaman Bung Karno bukan korupsi gila-gilaan seperti sekarang ini. Korupsi Sukarno cuman Kinderkheit dari para pejabat birokrasi, cuman penyakit kekanak-kanakan dan hukumannya jelas. AH Nasution sendiri ditugasi Bung Karno melakukan operasi Budhi untuk memberantas korupsi. Seluruh rakyat Indonesia memang tidak berkelebihan materi, karena suasana batin dan tujuan bangsa Indonesia bukan materi, tapi karakter bangsa...bukan simbol-simbol kapitalis yang mengasingkan rakyat dari kehidupannya, tapi menghidupkan budaya dalam realitas Indonesia. Di jaman Bung Karno rakyat berjejer cuci pakaian di depan air mancur Hotel Indonesia dan di kali-kali sepanjang Jakarta..tanpa musti ditendangi aparat pamong praja. Rakyat tahu jati dirinya, mereka masih berproses menjadi Indonesia dan begitu mencintai Bung Karno. Maka ketika Bung Karno wafat ditengah pengelabuan politik terhadap karakter Bung Karno, bahkan mahasiswa-mahasiswa Indonesia masih rajin menjelek-jelekkan Bung Karno, termasuk Aldy Anwar jurnalis harian ‘Mahasiswa Indonesia’ yang kerjaannya memburuk-burukkan Bung Karno. Bung Karno ditangisi rakyat, jutaan rakyat berjejer di jalan-jalan Jakarta dan Jawa Timur, berteriak menangis dan memanggil nama Bung Karno. Hampir setiap orang Indonesia mengalami kekosongan batin saat Bung Karno meninggal 21 Juni 1970.

Setelah kematian Bung Karno, Suharto baru berani mengadakan Pemilu. Dan pasca Malari 1974. Suharto habis-habisan jualin Indonesia dengan harga yang sungguh-sungguh murah. Keajaiban ekonomi yang dipromosikan oleh negara-negara kapitalis penipu ternyata menyisakan hutang dan moralitas bernegara yang bobrok, itulah warisan Suharto bagi Indonesia. Perkara dia bertanggung jawab itu urusan moral dia, dan kita jangan sampai terjebak pada urusan-urusan jangka pendek sebatas perut kenyang dan hidup nyaman tapi puluhan juta bangsa kita terampas hak hidupnya, kita harus bisa meneruskan untuk menyusun kembali kepingan-kepingan agar menjadi Manusia Indonesia yang berkarakter, berbudaya, pekerja keras dan memiliki etika.

Satu cita-cita penting Bung Karno adalah memerdekakan bukan saja Negara Indonesia, tapi rakyat Indonesia yang tidak ada eksploitasi manusia atas manusia lainnya itu prinsip Bung Karno. Dan Bung Karno paham benar tentang inti Kapitalisme, yaitu menggerakkan akumulasi kapital tanpa mempertimbangkan kemanusiaan. Kapitalisme adalah keserakahan yang diciptakan sekelompok orang yang memiliki akses terhadap kekuasaan, informasi dan modal untuk memperbudak sekelompok besar manusia lainnya yang tidak memiliki akses tersebut (puluhan tahun kemudian analisa Bung Karno diperkuat Stiglitz) untuk itulah Bung Karno menolak habis Kapitalisme! Dia menciptakan Sosialisme ala Indonesia, yang kemudian diejek oleh para pelacur intelektual di jaman Orde Baru sebagai utopisme ala Sukarno. Pemikiran Neo Kolonialisme dan Imperialisme dihina sebagai ‘virtual enemy’ Bung Karno untuk menakut-nakuti rakyat dan mitos yang diciptakan Bung Karno sebagai senjata psikologis macam Nyai Ratu Kidul bagi Sultan-Sultan di Jawa.

Tapi apa yang dicaci maki dari pemikiran Bung Karno oleh para pelacur intelektual Orde Baru terbukti sekarang kebenarannya. Kolonialisme menjadi bentuk baru dia berubah wujud dalam aliran Kapital yang bergerak dan tidak mengakui batas-batas negara, inilah yang disebut Kapitalisme tahap lanjut. Bung Karno mengungkapkan itu pada tahun 1960, kemudian hampir lima puluh tahun kemudian Hugo Chavez dan Evo Morales menyentak kesadaran dunia, apa yang dilakukan mereka adalah mengekor teori Sukarno melakukan nasionalisasi terhadap apapun yang berbau asing dengan negosiasi tanpa tekanan. Eksploitasi asing adalah penjajahan bentuk baru dari negara kuat terhadap negara lemah yang tidak menghendaki penduduk negara tersebut sejahtera. Caranya? Ya dengan menyusup ke pemerintahan suatu negara dan membangun imej sebagai penolong bisa lewat IMF bisa dengan USAid atau Perusahaan Listrik dan energi dalam bentuk pinjaman, menciptakan intrik dan melakukan tindakan untuk mewujudkan dependensia ekonomi. Sukarno tidak bisa diperlakukan itu, maka keputusan orang-orang dari Langley, Virginia markas CIA sana. Bung Karno harus mati.

Ketika Bung Karno bilang “Kita harus lihat RRC sebagai alternatif kekuatan dunia” orang-orang pencibir Bung Karno malah teriak “Lihat Bung Karno sudah jadi Komunis” sekarang terbukti RRC menjadi kekuatan besar ekonomi dunia bahkan beberapa tahun ke dapan akan jadi nomor satu di dunia memang RRC menerapkan mixed system dengan mengadopsi kapitalisme dalam ekonominya tapi itu sejalan dengan teori Marx ‘matangkan dulu kapitalisme lalu tunggu kontradiksi-kontradiksi internalnya’ dan gabungan antara kedisiplinan komunis dengan kecepatan gaya kapitalis yang dikendalikan negara justru menjadi kekuatan raksasa. Vietnam akan menjadi negara paling kuat di Asia Tenggara begitu juga India dengan andalannya intelektual industri. Kuncinya apa RRC, India dan Vietnam jadi kuat, kuncinya adalah negara mereka tidak dijual pada kapitalis Amerika dan Inggris. Mao, Nehru dan Paman Ho berhasil menendang pantat Amerika dan Inggris. Suharto malah nunduk-nunduk di depan Johnson dan berakhir di bawah tatapan meremehkan dari Camdessus.

Bung Karno musti melewati pergulatan politik yang panjang untuk membentuk bangsanya. Shape and re-shape Indonesia, ia tahu bahwa hidup tidak sekedar makan, sandang, pangan hidup adalah perjuangan yang jauh lebih tinggi dari itu bagaimana menciptakan manusia yang bebas, berbudaya dan berkarakter juga manusia produktif, bersatu sebagai bangsa dan memiliki semangat ausdaer (daya tahan) dalam memperjuangkan cita-citanya. Bung Karno menjalankan itu semua coba bandingkan ini dengan politik utama Suharto yang terkenal politik logistik dengan asumsi keblingernya : Rakyat Kenyang, Beres kehidupan. Degradasi sekali kemanusiaan dalam tataran Orde Baru... bahkan prinsip politik logistik ini seolah-olah dapat pembenaran dari jargon revolusi komunis di Cina : Perut tidak bisa menunggu, Stomach can not wait! Apa yang dilakukan Orde Baru adalah menurunkan martabat kemanusiaan dengan mengutamakan stabilitas dan keamanan semu dengan dibayar politik logistik yang murah, Fundingnya ternyata dari hutang-hutang yang menggunung. Maka hasilnya, kita dihina dengan gegap gempita oleh Malaysia, Singapura dan Australia. Kalau dulu Bung Karno datang ke Amerika Serikat rakyat Amerika melambaikan tangan berkumpul ingin lihat orang yang bikin heboh dunia, di Uni Soviet dan Cina setiap kunjungan Sukarno selalu ramai, dimana-mana Bung Karno mendapatkan tempat terhormat –bukan setor muka gaya Kalla di Agustusannya Malaysia – Bahkan Bung Karno adalah sedikit Presiden di dunia yang berpidato di depan kongres AS. Di podium PBB Bung Karno menjelaskan secara gamblang apa itu Pancasila, dan ketika pidatonya berakhir standing ovation lama sekali menyambut kecemerlangan berpikir manusia ini. Tapi Sutiyoso datang ke Australia pun ia ditangkap seperti penjahat kelas teri, apa itu bukan penghinaan luar biasa, apapun alasannya Sutiyoso adalah pejabat Indonesia.

Bung Karno dan SBY

Adalah sebuah tragedi sejarah (atau pembutaan sejarah) membandingkan Bung Karno dan SBY lalu lebih mengunggulkan SBY dibandingkan Bung Karno. Entahlah apa motif mengunggulkan SBY ada motivasi kepentingan pribadi atau eforia terhadap gesture SBY yang senang tebar pesona bangkitin keharuan masyarakat buat kepentingan dirinya –itulah gaya akting SBY- . Seluruh daya persuasi SBY diarahkan pada jualan sikap cengeng. Nangis-nangis di depan lumpur Lapindo tapi tidak ada penyelesaian yang berarti itulah gaya kepemimpinan SBY, bahkan mecat Menterinya yang dianggap bertanggung jawab dari Lapindo-pun tidak. Dia senang sekali memainkan Public Relation yang sifatnya artifisial, kecerdasannya pun dipamerkan secara kosmetikal. Ingat tidak momen kelulusan Doktoralnya di IPB dimanfaatkan untuk tebar pesona saat dia mencalonkan diri jadi Presiden. Tapi semua orang pun tahu, Gus Dur –yang nggak peduli dengan gelar-gelar pendidikan- jauh lebih cerdas pemahaman ekonominya ketimbang Doktor SBY. Coba periksa track record tulisan-tulisan Gus Dur tentang ekonomi rakyat sejak tahun 80-an, Gus Dur ngerti pendidikan bukan hanya masalah artifisial gelar-gelar Universitas yang hanya memperbodoh masyarakat, karena kita gemar sekali bermain pada politik gelar tapi tanpa bunyi.

Ingat tidak peristiwa Proklamasi 1945? Bung Karno pada awalnya ragu apa ia didukung rakyat bila memproklamirkan kemerdekaan, karena sebagai politisi ia harus paham kekuatan riil sebelum melawan musuh. Ia melihat fakta bahwa disekitarnya hanya ada segelintir pemuda, tokoh-tokoh politisi yang pernah bekerjasama dengan Jepang (macam Achmad Subardjo) dan secuil pasukan PETA yang kalaupun nekat dua jam pasti habis diberondong Jepang, Bung Karno juga berhitung orang-orang Sjahrir dan kaum kledenstin lainnya pasti nolak proklamasi karena bagaimanapun Bung Karno dinilai kolaborator Jepang. Ini artinya bila ia ikut kemauan Wikana cs ia akan bertaruh dan taruhannya adalah mempermalukan dirinya sendiri, tapi ia juga harus menguji reputasinya di depan rakyat juga sadar bahwa ini merupakan golden time bagi Indonesia. Akhirnya Bung Karno dengan berani memproklamirkan kemerdekaan Indonesia dan fakta yang terlihat bahwa ia hanya didukung sedikit orang namun Bung Karno berani menciptakan sejarah, mengakhiri dari sebuah awal, Kemerdekaan Indonesia....

Tapi SBY lihat modal politiknya, ia didukung nyaris 70% dari pemilih yang ikut pemilu 2004, diyakini Pemilu ini tanpa rekayasa macam Pemilu gaya Harmoko. Namun SBY nggak berani melakukan terobosan politik, menciptakan perubahan ekonomi yang fundamental dan menyusun landasan dasar masyarakat baru. SBY hanya sekelas manajer yang handal bukan pemimpin inspiratif. Alasan paling utama yang sering diucapkan jubir Presiden yaitu : “banyaknya partai politik yang melingkari SBY” hal ini lebih menunjukkan kemalasan bekerja keras dari tim SBY untuk bersikap cerdik melawan arus politik partai besar, apalagi ada barisan kelompok yang tiba-tiba menjadi penguasa setelah SBY naik padahal mereka bukan pendukung SBY sedari awal. (kemudian hari terbukti parpol-parpol sebenarnya mandul, kasus keroyokan Fauzi Bowo yang menang tipis di Jakarta menunjukkan betapa mandulnya akses parpol terhadap rakyat).

Jangankan mengharapkan gagasan jenial dengan perubahan yang fundamental seperti harapan banyak orang di tahun 2004. Buat keputusan dipecat tidaknya Ical Bakrie saja takut, berlarut-larutnya kasus Lapindo bahkan untuk ngurusin sekolah macam IPDN saja kelamaan saking lamanya, timbul korban akibat kekerasan IPDN warga Sumedang. Yang diurus penculikan anak, sebuah problem tingkat kapolsek tapi urusan yang seharusnya dia pegang seperti Lapindo, penculikan politik 1997, kasus Munir sama sekali tidak berani disentuh. Rakyatnya yang menjerit dihina di Malaysia hanya disuruh bersabar.

Dulu waktu naik dia seakan-akan jadi korban ulahnya Taufik Kiemas, kini ia mencari ‘taufik-taufik kiemas baru’ maka dijadikanlah Zainal Ma’arif sebagai pelampiasan ‘air mata SBY’ namun gagal, dicoba kasus Raisa tapi malah dicibiri...Presiden kok cuman ngandelin momentum melas...momentum dikasihani. Lha yang model beginian kok dibandingin Bung Karno.

Bila Bung Karno berkata “Berikan aku sepuluh pemuda progresif revolusioner maka aku akan memindahkan gunung batu raksasa!” maka SBY bisa bilang “Berikan aku sepuluh saudagar kaya raya untuk kumasukkan ke dalam kabinet, maka aku akan manut mereka”

Orang yang bilang SBY jauh lebih bermutu dibanding Bung Karno ibarat menunjuk mana yang lebih ganteng Ari Wibowo atau Tukul, lalu orang itu menunjuk Tukul...(mungkin orang itu masih iparnya Susiana isterinya Tukul)...atau dia lagi becanda sambil ketawa ngakak....



ANTON

Harus diakui ada ‘something wrongs in SBY Leadership!’

2 comments:

Anonymous said...

http://babungeblog.blogspot.com/2010/11/pak-sby-tkw-itu-tak-butuh-hp.html

Anonymous said...

http://babungeblog.blogspot.com/2009/04/bila-babu-berevolusi.html

http://babungeblog.blogspot.com/2009/12/kunjungan-menakestran-di-hadang-demo.html