Tuesday 20 November 2007

Editorial Kompas Yang Aneh

Editorial KOMPAS Yang Perlu Dipertanyakan

......Begitulah juga seharusnya kita. Bukan berarti kita harus membela Suharto, tetapi janganlah masalah bangsa ini menjadi isu Internasional. Mari kita selesaikan masalah Suharto dan juga pemimpin lainnya oleh kita sendiri. Sejelek-jeleknya pemimpin kita, Ia bagian dari sejarah bangsa ini. Jangan biarkan sejarah kita penuh dengan hal buruk sampai kita kehilangan martabat.

(Editorial Kompas, Sabtu 22/09/07)

Saya ndak tahu apa penulis editorial ini sebelum bulan puasa nonton Pagelaran wayang kulit “Kumbokarno Gugur” jadi api nasionalisme-nya terbakar walaupun yang harus dibelanya seseorang Dosomuko, pelopor kehancuran Indonesia, Bapak keterbelakangan Indonesia dan Maling no. Wahid di dunia. Oke..kita tidak boleh emosional melihat kasus Suharto, harus dengan kepala dingin namun apapun yang keluar dari Lembaga dengan Reputasi raksasa macam Bank Dunia sungguh tidak layak kita abaikan dan langsung mencap itu bagian dari konspirasi, penyakit Suhartorian yang langsung mencap ini itu rupanya sudah menjadi mental bangsa kita. Bagaimana kalau ini kita kupas sejarahnya kenapa Suharto menjadi manusia perusak bangsa ini, dan warisan terbesar yang ditinggalkannya adalah : Hilangnya Martabat Bangsa kita sebagai Bangsa Indonesia yang dulu sempat menjadi kebanggaan, Bangsa yang mempelopori pembebasan kolonial di Asia-Afrika dan menjadi inspirasi bagi bangsa-bangsa lain untuk menciptakan negara bangsa. Jadi masalah Suharto bukan hanya masalah Yayasan-Yayasan, thok! Tapi merupakan masalah komprehensif mulai dari masalah kebenaran sejarah sampai pada masalah kemanusiaan, mulai dari masalah kebudayaan sampai pada masalah mentalitas. Mulai dari masalah kehancuran kemandirian manusia Indonesia sampai pada kegemaran berhutang dan menjadi bangsa pengemis, babu dan bangsa kuli. Suharto adalah penghambat gerak sejarah menuju ‘Manusia Indonesia’ sejati. Ia melontarkan kita enam puluh tahun kebelakang. Konsepsi-konsepsi Manusia Indonesia yang dicita-citakan para Founding Fathers mentah semuanya di tangan Suharto. Dan sebagai bangunan kecil dari bagian kompleks keraton mentalitas biadab yang dibangun Suharto adalah kepengecutan, pemberian maaf berlebihan, toleransi hukum yang kelewat batas dan mentalitas maling. Disinilah akar pongkol kenapa masalah Suharto menjadi tidak jelas penyelesaian hukumnya. Bila dulu Bung Karno memang kasusnya tentang benar tidaknya keterlibatan G 30 S digantung oleh Suharto demi strategi-strategi politiknya yang licik maka terkatung-katungnya kasus Suharto adalah karena memang semua elemen bangsa ini yang memiliki power politik menyimpan kepengecutan yang luar biasa, atau memang menjadi bagian dari pesta Maling Orde Baru.

Dan anehnya Kompas yang merupakan koran opini terbaik di Indonesia bisa menjadi ikut-ikutan membebek pada sikap kemanusiaan keblinger sedemikian rupa atas nama sejarah, atas nama masa lalu, atas nama kenangan.... Editorial itu seolah-olah menyeret kembali kasus Suharto ke dalam wilayah lokal padahal hal ini sudah cukup baik masuk ke dalam isu Internasional. Masuknya Suharto kedalam isu Internasional dikarenakan, pertama Kita tidak bisa menyelesaikan masalah kita. Kebodohan luar biasa sepanjang sejarah hukum Indonesia adalah ucapan “Sulit membuktikan korupsi mantan Presiden Suharto”. Kedua, adalah kejahatan kemanusiaan bukan merupakan masalah Nasionalisme, itu juga masalah-masalah bangsa lain dan menjadi bagian dari masalah PBB karena kejahatan kemanusiaan (termasuk korupsi) adalah pelajaran sejarah agar tidak boleh diulangi oleh negara manapun. Hitler, Stalin atau Polpot juga masuk ke domain publik internasional sebagai negarawan-penjahat maka dengan melihat tingkah laku Suharto di masa lalu sudah layak memasukkan dia ke dalam barisan Hitler cs itu.

Namun kita masih saja dibutakan oleh fakta sejarah. Kita menjadi anak sejarahnya Suharto bukan anak sejarah Indonesia sesungguhnya. Kita masih sering terkelabui plesetan perspektif sehingga melihat Suharto dan kekuasaannya merupakan masa-masa nyaman. Tanpa harus berpikir sejauh mana kenyamanan itu mengorbankan jutaan manusia saudara kita, menghancurkan keluarga-keluarga dan menjadikan bangsa ini sakit jiwa.

Kita harus menghargai kemauan PBB untuk berani mengungkapkan kejahatan negarawan yang punya kekuasaan besar. Kalau ini dihargai dan mendapat respon yang baik tidak tertutup kemungkinan di masa-masa yang akan datang PBB berani membuka kebobrokan Bush dan kejahatan-kejahatannya terhadap kemanusiaan. Bagaimanapun PBB adalah lembaga Internasional terhormat yang tidak mungkin memainkan secara sembrono kehormatan bangsa lain. Dan Suharto diakui atau tidak bukanlah orang yang musti dihormati.

Kompas seharusnya lebih mendidik dalam bersikap kritis, bukan tiba-tiba menjadi seperti mahluk bodoh yang malas merenung. Kenapa Kompas tidak melihat dulu dengan bijak apa yang sesungguhnya terjadi pada pengumuman daftar manusia koup itu dan berkontemplasi secara objektif untuk menentukan lontaran jawaban yang kemungkinan melahirkan pertanyaan baru...Menjadikan persoalan korupsi Suharto masuk ke dalam ruang nasionalisme merupakan pengkhianatan terhadap nasionalisme itu sendiri.....


ANTON

Maju Terus Bang Todung, Bang Fajroel Rakhman dan Manusia-Manusia Pemberani Lainnya untuk mengungkap kebenaran sebagai kebenaran bukan kepentingan.............

1 comment:

Anonymous said...

Penyelesaian suharto adalah penyelesaian akibat penyakit filsafat Jawa yang digadang-gadang dia yaitu : Mikul dhulur mendem jeroan.
tahukan jeroan ( sumber penyebab bau dalam tubuh manusia ) ditambah penyakit lupa manusia Indonesia