Wednesday, 21 November 2007

Hukum Besi Pasar Modal

Hukum Besi Pasar Modal

Oleh : ANTON

Setiap industri memiliki hukum besinya dimana tidak ada deviasi yang tajam dalam jangka waktu yang panjang atau diatas 5 tahun. Pergerakan industri selalu mengikuti siklus dan siklus yang terus menerus membentuk modus maka disitulah lahir hukum besi.
Begitu juga dengan Industri Keuangan khususnya Pasar Modal, walaupun harga-harga saham sepanjang sejarahnya memiliki harga yang acak namun siklus harga itu selalu membentuk pola yang sama. Data-data yang dikeluarkan Ibbotson, Dow Jones ataupun data-data sekuritas lokal selalu menunjukkan tingkat pengembalian harga saham selalu paling tinggi dalam waktu diatas lima tahun dibandingkan dengan return Obligasi dan SBI (di AS, Bill). Hanya saja gerak harga saham menunjukkan fluktuasi yang hebat ketimbang instrumen ‘aman’ lainnya. Namun volatilitas itu merupakan harga yang musti kita bayar untuk mendapatkan return yang tinggi ketimbang instrumen-instrumen yang relatif aman dari gangguan pasar.

Baru-baru ini orang pada ribut masalah Mortgage yang gagal bayar di Amerika Serikat, sehingga menimbulkan penarikan besar-besaran dana asing yang ada di Indonesia dan dieksekusi oleh sekuritas-sekuritas asing besar macam Merryl Lynch, JP Morgan dll. Serta timbul kekhawatiran dari para Hedge Fund yang punya dana besar di Indonesia namun tidak memiliki investasi di AS, tapi rangkaian kepanikan membuat para Hedge Fund menarik dananya dari Bursa kita. Kemudian timbullah gempa di Pasar Modal karena memang 70% dana yang ditransaksikan di lantai bursa adalah dana asing. Indeks turun dahsyat, dan investor-investor retail panik. Banyak orang mencairkan dana yang tersimpan di Reksadana berkonten saham. Jika kita investor berwawasan jangka panjang kasus Mortgage hanyalah masalah keuangan yang biasa dan tidak fundamental, sehingga tidak perlu kita menarik dana kita dari portofolio saham (kecuali profit taking untuk menyelamatkan wajah imbangan portofolio kita), tapi kalau kita menaruh dana di Reksadana saham namun ingin menyelamatkan wajah portofolio reksadana, yang kita lakukan adalah memperbesar portofolio reksadana saham (mengingat kasus itu hanya rimpeltje in de oceaan, riak kecil dalam samuderanya indeks saham yang akan pulih), mengalihkan dana ke obligasi atau memburu instrumen-instrumen berkarakter kontra-harga saham seperti pasar uang.

Pasar saham yang diganggu dengan riak kecil itu akan segera pulih dalam hitungan bulan. Pasar saham kita sangat rentan terhadap perilaku gila hedge fund asing yang banyak bersarang di Singapur, London, Tokyo, Taipei dan Wallstreet, New York. Faktor-faktor fundamental kita masih bagus seperti : Harga saham kapitalisasi besar-menengah yang relatif rendah (undervalue), tingkat pertumbuhan ekonomi belum mencapai posisi stagnan, keamanan relatif bagus, tidak ada konflik politik yang signifikan dan kejenuhan pasar di Vietnam serta Cina. Hal-hal itu yang perlu diperhatikan bukan masalah kecil macam gagal bayar Mortgage di AS itu masalah Mikroekonomi yang sepele dibanding masalah-masalah yang saya sebutkan diatas.

Dan ingat selalu, gerakan pasar saham pada episode bearish itu seperti gelombang yang menghantam garis support tapi pada satu titik ia akan berbalik dengan cepat dan memulihkan gerakan gelombang harga, sebesar apapun hantaman yang menimpa sistem ekonomi kapitalis. Ini membenarkan prediksi Hayek, bahwa kapitalis selalu mengkoreksi dirinya secara terus menerus (berlawanan dengan analisa Marx bahwa Kapitalis akan hancur karena kontradiksi-kontradiksi di dalamnya). Jaman Meleset 1929 yang menyusul roaring twenty saja kapitalis bisa cepat pulih, apalagi kasus kecil macam Mortgage, kalau kita keluar ketika indeks rebound kita kehilangan kesempatan pada titik antrian yang berebut masuk, yang terbaik adalah ketika ada penurunan indeks yang tajam lihat kasusnya dulu, masalah mikro apa makro, kalau mikro apa bisa merambat ke sektor makro, kalau sudah masuk ke Makro apa itu bisa menghantam sistem dasar makro seperti : stabilitas moneter, inflasi, tenaga kerja atau neraca keuangan negara kalau sudah masuk tahap itu baru kita keluar.

Melihat harga-harga saham dalam kacamata teknikal adalah melihat sejarah. Dengan begitu kita bisa berkata : Masa Depan dapat ditemukan pada Masa Lalu.

ANTON

No comments: