Tuesday 20 November 2007

Indeks 100 Kompas

Indeks 100 Kompas dan Cara Sederhana Memahami Gerak Saham

Oleh Anton

Hari Rabu (17/10/07) Kompas hal. 15 Kompas menurunkan tulisan Andi Suruji yang menarik tentang Indeks Kompas. Sebelumnya saya sudah melontarkan dalam komentar di FPK tentang pemerhatian indeks ini dibandingkan dengan indeks-indeks lain seperti : LQ 45 atau Indeks Harian Bisnis Indonesia.

Walaupun menaklukkan indeks lain dan cenderung menonjok pasar, Indeks Kompas belum saatnya bertampik sorai penuh kemenangan untuk menyatakan menang terhadap ukuran-ukuran indeks lainnya. Perlu waktu minimal (menurut saya ) lima tahun untuk menguji ketangguhan sebuah indeks. Begitu juga dengan landasan teori saham seperti O’neill, Warren Buffet, Mario Gabelli atau yang lagi ngetrend sekarang Graham Theory –sebuah revitalisasi teori lama dari jago tua Pasar Modal - . Tapi terlepas dari konteks waktu, mau tak mau gumaman kagum kita berikan pada perumus kategori-kategori saham yang bisa masuk ke dalam Indeks 100 Kompas. Karena dalam waktu dua bulan bisa menghasilkan return sekitar 20%. Kita juga harus melihat sejauh mana indeks ini memiliki tingkat sensitivitasnya terhadap pasar. Ketangguhan sebuah indeks salah satunya adalah merumuskan syarat-syarat sebuah saham bisa layak dimasukkan diantaranya adalah : Likuiditas, Kapitalisasi atau Sektor Industri yang atraktif.

Awalnya saya mengira Kompas akan buat Reksadana baru dengan meluncurkan indeks ini, maklum saja karena Group Kompas-kan juga rajin sponsorin reksadana-reksadana baru bahkan sejak awal mula Reksadana booming di tahun 1997 nama Group Kompas selalu ada dalam sponsorship reksadana-reksadana yang diperbolehkan Bapepam. Tapi saya berharap Kompas akan lebih jauh lagi melangkah yaitu : menyentuh lapisan masyarakat luas lewat benchmark Indeks 100 sebagai bintang pedoman diversifikasi bagi manajer Investasi dimanapun. Sudah saatnya manajer-manajer investasi kita yang memegang dana ratusan milyar bahkan sampai trilyunan tidak terjebak pada penjlimetan pasar tapi memfokuskan pengembangan pada hal-hal yang sederhana. Seperti contohnya : mengekor pada indeks-indeks umum. Walaupun kepintaran tidak boleh dibatasi namun jika para MI itu merasa lebih premium instingnya dalam menghajar pasar maka ia juga harus menjelaskan pada para investor tentang besaran resiko yang harus ditanggung. Karena ekspetasi return semangkin tinggi, peluang resiko semangkin besar.

Baru-baru ini ada buku terjemahan dari Benjamin Graham yang diendorse oleh pengagumnya : Warren Buffet. Setelah membaca buku ini tidak ada yang berbeda dengan buku-buku lain saham seperti :William O’Neill, Ibbotson, Willfred Frunk, Jaka E. Cahyono, Adler H Manurung atau Sawidji. Namun yang mencerahkan disini adalah kata-kata dalam tulisan buku Graham itu : Tak perlu menjadi orang pintar untuk bermain saham, yang terpenting adalah karakter dalam melihat permainan saham itu (dengan manis Graham menggambarkan bagaimana Isaac Newton manusia terpintar dalam sejarah ilmu pengetahuan alam dipecundangi pasar lewat saham South Sea Company) . Psikologi karakter ini jarang diperhatikan oleh pengarang-pengarang ataupun analis-analis pasar yang terkenal. Mereka seringkali mengenalkan pada investor-investor pemula adalah masalah-masalah teknis yang rumit, semangkin keliatan rumit semangkin keliatan pinter pula para analis itu terutama pake rendeng-rendeng gelar : CFA segala.

Saya pernah memperhatikan ada dua orang ibu yang tiap hari nongkrongin gallery sebuah sekuritas kecil: yang satu dokter dan yang satunya lagi ibu rumah tangga yang lulus SMA pun tidak. Tapi saya melihat hasil portofolio ibu yang yang kedua itu jauh lebih tinggi dari bu dokter, dan sangat lebih tinggi daripada return reksadana terbaik di negeri ini. Saya pernah tanya kenapa kok Ibu pinter banget main saham. Dia jawab ‘Pinter gimane, gua sekolah juga kagak. Cuman mungkin gue udah terbiasa tidak panik terhadap segala hal” belakangan saya tahu, suami ibu itu pemabuk dan anak-anaknya bengal tapi semua bisa dia hadapi dan permasalahan rumah tangganya beres. Karakter kuat si Ibu inilah yang mungkin sangat berpengaruh dalam mengasah keterampilan untuk melihat pergerakan harga saham. Tenang dan tajam melihat Pasar.

Kemampuan bermain saham adalah sebuah gabungan antara : kedisiplinan, ketenangan dan kemampuan memperhatikan insting kita dalam melihat lika-liku harga. Ketiga hal itu harus mempersyaratkan : Jam Terbang.

Sebelum memasuki dunia saham yang bagi orang awam terkadang merupakan gabungan antara perjudian dan kebrutalan kapitalis kita harus lebih dahulu memiliki pedoman. Apa pedoman itu? Pedoman yang terbaik adalah menarik pengalaman dari investor-investor yang berhasil di Pasar Modal. Cari di titik mana mereka berhasil kemudian cocokkan dengan karakter kepribadian kita. Kalau sudah menemukan gaya kita : Disiplinlah.

Kita juga harus memiliki ketenangan dalam melihat bagaimana pasar bekerja. Ketenangan adalah kemampuan melihat sesuatu dari sisi siklus. Orang yang paham siklus biasanya jauh lebih tenang, mereka secara abstraksi sudah memegang informasi. Untuk memahami siklus ada baiknya dengan latihan tekun kita mempelajari analisa teknikal. Jika kita sudah paham siklus maka insting kita akan terangkat ke permukaan. Pahamilah gerakan saham bukan gerakan rasional, ia akan selamanya irasional namun gerakan irasional akan menemukan titik rasionalnya ketika investor mulai mengkoreksi. Disinilah kita harus mengambil keuntungan dari ketidak rasionalan pasar. Pasar Modal terbaik bagi investor cerdas adalah Pasar Modal yang tidak efisien dan beruntung pasar modal di Indonesia adalah pasar modal yang paling tidak efisien setelah pasar modal RRC. Apa yang dimaksud dengan efisiensi Pasar : Efisiensi Pasar adalah kemampuan pasar mengkoreksi harga sesuai dengan cerminan informasi fundamental saham. Semangkin rentang jarak antara fundamental saham dengan harga pasar, semangkin tidak efisien pasar itu. Dan disitulah letaknya premium bagi investor cerdas dan berkarakter. Karena ketidakrasionalan hanya bisa dihadapi dengan karakter psikologis, bukan tumpukan teori tebal apalagi cuman gelar-gelar CFA....

ANTON

No comments: